Keano Arswendo

802 126 17
                                    

"Hmm... !!" Keano bergumam sambil menata pakaiannya kedalam koper. Besok ia akan berangkat ke Swiss untuk pemotretan sebuah majalah traveling. Ia menjepit ponselnya menggunakan pundak sebelah kiri.

"Gue nggak bisa, Ram. Ini aja besok gue udah harus terbang ke Swiss. Kira-kira semingguanlah."

"Yah, sayang banget." Jawab lawan bicaranya dari seberang sana.

"Salam aja buat Kenan dan isteri. Nanti balik dari Swiss gue kirim hadiah pernikahan buat mereka."

"Kok kamu kejam sih, sayang. Liburan mevvah, nggak ngajak aku. Oke, fix kamu tuh nggak setia sama akoh."

Keano bergidik geli mendengarnya. Ia menjauhkan ponsel dari telinganya sambil bergumam 'amit-amit jabang bayi.' Kalau bukan Rama yang menelpon sudah pasti Keano akan memaki-maki lawan bicaranya.

"Anjir, geli gue dengarnya. Pantes sih elu betah jomblo. Ternyata elu belok." Sindir Keano.

Rama balas memaki dari seberang sana. "Si bangsat, gue normal. Oh iya, gue mau cerita sama elu..."

Keano masih mendengar dengan setia walau tangannya sibuk mengemas barang-barang yang akan dibawanya. Sesekali ia mengangguk merespon cerita Rama, meskipun laki-laki berambut cepak diseberang sana tidak dapat melihatnya.

"Ya itu artinya dia nggak suka sama elo, Ram. Elo-nya aja yang kepedean." Jawab Keano, sarkas.

"Dari mana lo tahu dia nggak suka saka gue ?" sentak Rama tak terima.

"Ya itu, buktinya dia cuek. Ngeliat elo aja, nggak." Ujar Keano lagi. Memang susah kalau punya teman yang kegantengan kayak Rama.

"Tapi, gue yakin dia itu sebenarnya juga ada something ke gue. Kadang tuh dia suka curi-curi pandang gitu."

Keano menutup koper keduanya, "ah, elo aja yang kege-eran. Yaudah, sekarang gini. Buat buktiin dia naksir elo atau nggak? Coba lo ajak dia jalan. Kalau dia mau berarti dia ada rasa juga sama elo. Kalau nolak, ya sadar diri aja elo-nya. Nggak usah sok kegantengan."

"Sialan, lo ! Gue emang ganteng bawaan kali." Umpat Rama, kesal. Keano terkekeh geli mendengarnya.

"Yaudah, gue mau tidur cepet nih. Besok pesawat gue pagi banget. Lo jangan gangguin gue lagi."

"Hei, bro. Ini baru jam sepuluh. Udah kayak kakek-kakek aja lo tidur jam segini." Ejek Rama. Keano menghela napas.

"Oke yaudah, bye !" tanpa persetujuan dari sahabatnya itu Keano langsung mematikan ponselnya. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas kasurnya yang nyaman. Matanya menerawang menatap langit-langit kamar. Ia tak benar-benar ingin tidur. Sesungguhnya ada yang mengusik pikiran Keano malam ini. Perihal Anin dan penolakan yang sebenarnya belum dapat Keano pahami hingga saat ini.

"Aku nggak berada dalam posisi bisa membalas perasaanmu, Key. Terima kasih ya."

Perkataan Anin tempo hari masih terngiang-ngiang dibenak Keano. Apakah gadis itu sudah memiliki pacar ? Rasanya mustahil. Anin yang terlalu sibuk dengan dunianya. Bahkan menurut penuturan Augli, Anin masih jomblo.

Keano berguling-guling di kasur dengan tidak jelas, kesal dan cemas menderanya. Mendadak Anin susah dihubungi. Apakah gadis itu sengaja menghindarinya paska Keano menyatakan perasaannya tempo hari ? Ini bahkan sudah seminggu lebih Anin tanpa kabar.

Iseng Keano meraih ponselnya, mengetik nama Anin di daftar kontaknya. Cukup lama ia tertegun. Batinnya dilema. Apakah ia harus menelpon atau pura-pura tidak peduli ? Pada akhirnya hatinya kalah. Rasa rindunya pada sosok gadis itu memaksa Keano menekan tombol dial di layar touch screen ponselnya. Ia menunggu nada sambung terhubung dengan pemilik nomor di seberang sana dengan harap-harap cemas. Apakah kali ini teleponnya akan diangkat. Sedetik, dua detik, saat Keano sudah hampir menyerah dan ingin memutuskan panggilannya, suara Anin terdengar dari seberang sana.

FIL ROUGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang