Asing

724 84 43
                                    

Wajah Kenan mendadak tegang. Selepas ia membaca pesan yang masuk ke whatsapp-nya. Secepat kilat ia meraih blazer coklat yang tergantung di kepala kursi kerjanya.

"Jane, tolong batalin semua rapat hari ini." Pinta Kenan pada sekretarisnya.

"Lho, kenapa?"

"Saya ada keperluan mendadak. Udah ya, saya nggak bisa jelasin. Lakukan aja perintah saya."

Jane mengangguk meski masih bingung. Ia menatap Kenan yang pergi dengan tergesa-gesa.

Kenan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Baru saja ia mendapat pesan dari dokter yang menangani Taskia, kondisi wanita itu menurun. Saat ini hanya dia harapan Taskia. Wanita itu sebatang kara di Jakarta. Tanpa sanak saudara.

Kenan benci aroma ini, aroma obat dan seluruh bunyi-bunyian dari alat penunjang kehidupan yang terpasang pada tubuh Taskia.

Wanita itu terbaring lemah di ruang ICU. Mengandalkan ventilator untuk bernapas dan selang infus untuk memenuhi nutrisi dalam tubuhnya.

"Kenapa Taskia bisa mendadak drop, dok?" Tanya Kenan pada dokter Wibowo yang menangani mantan kekasihnya itu.

"Bu Taskia menolak untuk melakukan kemoterapi. Padahal sel kankernya sudah menyebar." Jelas dokter Wibowo.

"Apa? Kanker? Kemoterapi?" Tanya Kenan, ia bingung.

"Iya, pak Kenan. Bu Taskia menderita kanker usus stadium tiga. Sebenarnya masih ada harapan untuk bisa sembuh, Pak. Asalkan bu Taskia mau menjalani prosedur pengobatan yang sudah saya jelaskan."

Kenan menghela napas. Ia menatap Taskia yang masih berjuang dengan hidupnya. Kenan menyesali, kenapa Taskia bisa menderita penyakit berbahaya seperti ini. Ia bahkan lebih rela wanita itu pergi dengan laki-laki lain dari pada harus melihatnya sakit tak berdaya seperti ini. Rasanya sakit melebihi sakit dari luka yang pernah Taskia ukir sebelumnya.

Kenan menggenggam tangan Taskia. Jemarinya nampak dingin dan wajahnya pucat pasi.

Usai melihat kondisi Taskia di ruang ICU, Kenan menemui perawat penanggung jawab di ruang rawat sebelumnya. Ada barang-barang pribadi milik Taskia yang harus diserahkan langsung kepada wali pasien.

"Ini tas dan barang pribadi bu Taskia yang lainnya." Ujar perawat perempuan dengan seragam hijau muda itu, seraya menyerahkan tas pakaian milik Taskia dan shoulder bag yang dipakainya saat pertama kali datang ke rumah sakit.

"Terima kasih, suster." Ujar Kenan.

Ia kembali ke ruang tunggu. Duduk sejenak memperhatikan barang-barang  itu. Mungkin ada petunjuk dimana Kenan bisa menghubungi keluarga Taskia. Suaminya wajib tahu tentang kondisi Taskia saat ini.

'Apartemen blue lake tower C unit 23A.'

Apa mungkin ini tempat tinggal Taskia?

.......

Anin tampak gusar. Tumben, seharian ini Kenan tidak ada kabar sedikit pun. Saat Anin ke kantornya, Jane bilang Kenan pergi dengan terburu-buru. Ponselnya bahkan tidak bisa dihubungi. Kemana suaminya seharian ini?

Anin berjalan bolak-balik di depan pintu depan. Menunggu Kenan yang belum juga pulang. Padahal sekarang sudah tengah malam. Sebenarnya Anin ngantuk. Tapi mau tidur pun tak bisa.  Ia terus saja kepikiran suaminya. Pemandangan itu tentu saja mengusik Mbok Rumi yang sedang sibuk menata piring di dapur. Ia segera menghampiri tuannya.

"Ndoro ayu, sudah tidur saja. Biar Mbok yang nungguin Kang Mas mu." Ujar Mbok Rumi.

Dari sorot matanya nampak sekali Anin kelelahan. Ia terpaksa menyetujui saran Mbok Rumi. Dengan langkah gontai ia berjalan menuju kamar.

FIL ROUGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang