Rahasia Sofia (1)

814 109 16
                                    

Sofia menghentikan langkahnya saat seorang pria yang begitu dikenalnya berdiri tepat di depan gerbang masuk kampusnya. Langkah yang semula cepat perlahan memelan. Wajahnya berubah kaku, pun ketika orang itu menyadari kedatangnya. Senyum orang itu mengembang lebar.

"Hai, Sof!" Sapanya hangat. Sofia celingukan ke kanan dan ke kiri. Kemudian pandangannya lurus kedepan.

"Mas, ngapain di sini?" Tanya Sofia. Orang yang sejak tadi menunggu sambil bersandar di dinding pagar hanya tersenyum.

"Makan siang bareng, yuk." Ajaknya.

Sofia mengekori orang itu. Ia masuk kedalam mobil saat orang itu membukakan pintu mobilnya untuk Sofia.

Sepanjang perjalanan tak ada yang banyak bicara. Semua diam dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

"Gimana kuliah kamu? Lancar?" Tanya orang itu membuka obrolan antara dirinya dan Sofia.

Sofia mengangguk "Puji Tuhan, lancar. Mas sendiri gimana?"

"Gimana apanya?" Tanya orang itu.

"Ya, kerjaan Mas. Lancar nggak?"

Orang itu tertawa. "Kerjaan aku cuma gitu-gitu doang, Sof. Apa yang bisa di harapkan dari seorang pengacara baru macam aku. Kasus yang aku tangani juga mentok-mentok kasus perceraian." Jawabnya.

"Yang nggak baik-baik cuma hati aku. Kosong, tanpa kamu." Lanjutnya. Ia melirik Sofia, menunggu reaksi gadis berwajah indo itu.

Tak ada reaksi apapun. Sofia justru mengalihkan pandangannya kearah lain.

Yang sama sekali tak di ketahui orang itu, ada segurat luka basah yang kembali menganga dalam hatinya. Melihat orang itu saja sudah mampu memancing perih di hati Sofia, apalagi jika membahas apa yang sudah terjadi diantara mereka.

"Kita mau makan di mana?" Tanya Sofia, mengalihkan pembicaraan.

"Aku kangen sego pecel yang dekat pasar Beringharjo. Getuknya juga ngangenin."Jawab orang itu.

Sofia mengangguk setuju, berharap jika mereka makan di tempat ramai, orang itu tidak lagi membahas tentang masa lalu.

Mereka kini sudah berada di warung nasi pecel sederhana yang tempatnya sedikit terpencil di sudut pasar Beringharjo. Di luar memang terasa hingar bingar antara pedagang dan penjual yang sedang berinteraksi melakukan transaksi jual beli. Namun, di dalam warung ini terasa tenang. Harum aroma kacang dan daun jeruk yang menjadi aroma khas sambal pecel itu menyambut mereka saat pertama kali masuk. Belum lagi aroma gorengan yang sedang di goreng membuat perut siapa saja mendadak histeris lapar karenanya.

Sofia dan orang itu duduk di meja kecil yang berada di pojokan. Meja lingakar itu sudah cukup ramai. Tak berapa lama pesanan mereka datang. Nasi pecel dengan sayur komplit dan tempe goreng sebagai lauk pauknya siap disantap.

Sofia memperhatikan orang itu yang begitu lahap memakan makanannya. Sesekali ia tersenyum. Lucu, seperti belum pernah makan saja.

"Sof.." Panggil orang itu. Sofia yang tengah asyik menyuapkan makan pun menoleh.

"Hmm.." Sofia mendongak dengan alis terangkat.

"Aku nggak bisa tanpa kamu, Sof."

Sofia menelan makanannya susah payah. Ia segera meraih gelas berisi teh manis hangatnya, menyesapnya perlahan.

"Mas, kita udah pernah bicarain ini sebelumnya to? Aku ndak bisa kembali sama kamu. Terlalu banyak perbedaan. Mas, jangan buat ibumu semakin membenci aku." Ucap Sofia.

Jelas ada raut kecewa diwajah orang itu. Sofia bisa mendengar helaan napasnya yang berat.

"Sof, yang menjalani semua kita. Bukan ibu atau siapapun.."

FIL ROUGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang