5

201 20 0
                                    

Pria berambut cokelat yang dikuncir kuda itu berdiri dan berjalan keluar dari gereja. Pastor Carter terlihat melambaikan tangan mengantar kepulangan Cliff. Selama ia tinggal di Mineral Town, pria itu selalu menghabiskan waktunya merenung di dalam gereja yang sepi. Begitu sering hingga pastor Carter menganggap Cliff sebagai bagian dari gereja dan menyuruhnya merawat tempat itu membantu dirinya.

Sedetik ia membuka pintu, sosok gadis berambut pirang yang terengah-engah dengan wajah berdebu dan pakaian yang lusuh menyambut dirinya. Cliff yang melihat itu berjingkat kaget hingga jatuh terduduk.

"Boleh.. saya bicara denganmu sebentar.." ujar gadis itu di sela nafasnya yang tersengal.

Cliff yang masih shock mengangguk dengan cepat.

"J-jadi.. apa yang kamu mau bicarakan.." Cliff memulai pembicaraan setelah mereka duduk di dermaga.

Claire menghirup nafas dalam-dalam. "Sebenarnya, apa yang terjadi ketika saya mabuk beberapa minggu lalu?".

Wajah Cliff langsung merah menyala setelah mendengar itu. Claire sudah tahu ada hal yang mengganjal. Mata biru lautnya memperhatikan Cliff meminta jawaban, yang malah membuat Cliff semakin gugup dan berkeringat dingin. "L-lebih baik, k-kamu tanya G-Gray" pria itu berusaha keras memalingkan wajahnya dari Claire. Hal tersebut membuat gadis berambut pirang itu semakin gemas.

Cliff yang semakin tertekan bergegas berdiri dan melarikan diri.

"C-Cliff!" teriak Claire yang ikut bangkit tidak mau kalah dan berusaha mengejarnya.

Nafasnya habis dan tersengal di depan Yodel Farm. Claire dengan cepat kehilangan Cliff. Energinya sudah hampir habis akibat aktivitasnya dari pagi tadi.

"Saya sudah menanyai Gray.." ujar Claire dengan susah payah.

"Sebenarnya apa salah saya..".

Flashback..

Claire sangat gugup. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia ingin mencoba menambang. Buku yang sudah ia baca di perpustakaan -yang dibaca oleh gray-, menyinggung tentang logam berharga yang berserakan banyak di tambang di balik air terjun dekat Hot Spring.

Claire memantabkan langkahnya dengan berani, sambil membawa lentera peninggalan pemilik kebun yang lama, dia memasuki tambang itu dengan harapan mendapat banyak batu mulia. Gelap, Batu, dan pengap. Claire tetap memberanikan diri dengan memukul batu-batuan di tambang itu.

Claire menyadari betapa lemahnya pukulan palunya. Dia tidak memiliki cukup kekuatan untuk memecahkan batu dalam sekali pukul. Yang berarti, Claire tidak akan memiliki cukup tenaga untuk memecah banyak batu di tambang itu.

Sudah dua jam Claire berada di tambang itu tanpa istirahat. Tubuhnya yang kelelahan tidak dihiraukannya. Tapi pukulan batu terakhir ini benar-benar membuatnya jatuh tersungkur. Tangannya terasa sakit dan tubuhnya terasa lemah. Suara nafas Claire yang ngosngosan menutupi suara langkah kaki yang menghapirinya. Sesuatu yang dingin menyentuh pipi Claire dari belakang.

"kamu tidak seharusnya memaksakan diri seperti ini..". suara berat itu sudah lama tidak didengar Claire.

Claire menoleh kaget dan memberi salam kikuk. "S-selamat siang... Gray". Claire menerima botol air itu dengan ragu. Gray duduk di samping Claire, dengan jarak yang cukup berjauhan. "Wajahmu sampai merah seperti itu, suhu tubuhmu juga memanas.. overheat" ujar Gray yang menatap kosong ke depan. "Saya bukan mesin..." balas Claire merana.

Claire memperhatikan Gray yang duduk agak berjauhan darinya. Pria berambut tembaga itu seperti sedang tertekan. Setelah meminum air yang diberi Gray, Claire duduk diam mengistirahatkan diri. Cukup lama mereka saling diam.

GRAIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang