26

150 12 1
                                    

Kaki-kaki itu menjejaki salju. Meninggalkan bekas sepatu.

Brak!

Saibara cepat-cepat menengok ke arah pintu yang dibuka. "Ada apa Claire?" tanyanya heran.

"Saya mencari Gray!".

***

"Claire!".

Berkali-kali Gray mengetuk pintu itu. Penginapan sudah dia kunjungi, dermaga juga. Tapi keberadaan gadis itu belum juga ditemukan.

Gray menghela nafasnya dalam-dalam. Mata birunya memandangi lahan perkebunan yang tertutup salju itu. Kemudian beralih ke arah jembatan yang menghubungkan perkebunan Claire dengan Mother's Hill.

***

Mata Claire direbut oleh uap air panas yang dengan segala keanehannya tetap menang melawan musim dingin.

"Dia tidak di sini" gumamnya.

Ia sudah lelah berlari kesana-kemari mencari laki-laki itu. Dan pemandian air panas mengingatkan pada pertemuan pertama mereka.

Tidak ada waktu untuk memikirkan ini, batinnya. Ia ingin cepat-cepat menemui Gray. Bertemu dengannya, menyelesaikan masalahnya. Ia tidak peduli dengan badannya yang lemas, nafasnya yang ngos-ngosan, hidungnya yang memerah.

Baru saja Claire berbalik, pintu pemandian air panas itu bergeser terbuka. Menampilkan kreasi tuhan yang diburu-burunya dari tadi. Mata biru Claire membelalak, perutnya bergumul ingin keluar. Gadis itu segera menghampiri pria itu, yang dengan secepat kilat menutup rapat-rapat pintu pemandian.

Kondisi laki-laki itu tidak beda jauh dengannya. Nafas tersengal, wajah yang merah, juga hidung yang mungkin hampir mimisan.

Gray melirik Claire tajam, membelakangi pintu itu, dengan tangan yang seerat-eratnya memegang gagangnya. Seperti dengan keras kepala menghalangi pintu itu, tidak akan membiarkan gadis itu kabur.

Tidak melakukan itu pun, Claire akan tetap di sana.

Tidak melakukan itu pun, Claire akan tetap mengaguminya.

Claire tidak akan lari lagi. Tapi Gray belum tahu itu.

"Saya..". Gray berbicara. Kepalanya terangkat, menghadapi Claire sengit. Matanya ia picingkan tajam. "Saya tidak suka kamu dekat-dekat dengan Cliff!".

Claire tertegun, tapi sekaligus merasa tidak adil. Tangan gadis itu mengepal erat, menatap Gray dengan kilatan tidak bersahabat. "Saya juga tidak suka kamu dekat-dekat dengan Mary!".

Pasangan bodoh yang saling cemburu itu, saling menatap sengit. Hingga perasaan malu menjalari mereka.

Seperti anak SMP saja, batin mereka. Saling membuang muka. Menyembunyikan wajah merahnya.

Tapi kemudian Gray memperhatikan Claire dari ekor matanya. Laki-laki itu segera menurunkan topinya, dan membungkuk dalam-dalam di hadapan Claire. Sontak saja si gadis mengangkat alisnya bingung.

"Saya minta maaf!" serunya. Claire masih melongo mencerna situasi yang terjadi.

"Saya tidak memperhatikan perasaanmu. Saya baru menyadari betapa besar kamu bagi saya".

"Tidak! Tidak!" sergah Claire. Mengangkat bahu laki-laki itu agar mengahapnya. "Ini bukan salahmu! Saya yang dengan egois menginginkanmu. Saya tahu Mary juga berarti bagimu, tapi saya malah dengan kekanak-kanakan ingin menguasaimu untuk diri saya sendiri. Maafkan saya". Claire menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Saya juga.. dengan tidak tahu malu menuduhmu yang tidak-tidak-".

"Claire!" seruan Gray yang memotong, otomatis membuat gadis itu mendongak menatapnya.

"Saya paham perasaanmu.. semua ini bukan salahmu! Saya yang terlalu cuek dan masa bodo hingga membuatmu tidak yakin dengan saya".

GRAIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang