Claire memutuskan untuk mengasingkan diri dari festival kembang api yang diadakan di Mineral Beach. Ia memilih untuk duduk di rerumputan ladangnya dan melihat kembang api dari sana. Bertemu dengan Kai adalah hal terakhir yang diinginkannya.
Mata birunya memandang langit di atasnya yang bintang-bintangnya mulai bermunculan. Terlihat lebih jelas dari pada di ibu kota. Ia menghela nafasnya merasa nyaman dengan kesunyian di sekitarnya. Angin yang berhembus sedikit lebih kencang dari biasanya membuat Claire menggigil tapi gadis itu tetap memilih untuk menetap di sana. Ia merebahkan tubuhnya untuk melihat bintang-bintang lebih jelas.
Mata biru gadis itu menangkap sebuah sepatu Boots berdiri sejajar dengan kepalanya. "Sudah kuduga kamu ada di sini" kata di pemilik sepatu itu. Ia langsung duduk di samping tubuh Claire yang sedang berbaring. Lalu dengan spontan gadis itu terduduk.
"Padahal saya sudah yakin bisa menikmati kembang api dengan tenang" ujar Claire masam.
Tidak mengindahkan ucapan Claire, laki-laki itu mematikan rokoknya. Ia ikut memandang langit yang masih dipenuhi bintang-bintang. "Rick sialan itu benar-benar merepotkan.. Apa masalahnya?". Claire tersenyum menahan tawa mendengar keluh kesahnya. Reputasinya sebagai playboy membuat Rick yang overprotective terhadap adiknya semakin waspada.
"Kamu perlu usaha yang lebih keras jika ingin bersama Popuri.. bisa-bisa malam pertama kalian diawasi olehnya".
Claire dan Kai tertawa.
Kai mencari obrolan lain yang ditanggapi Claire dengan menyenangkan.
"Hei.. tidakkah bunga ini mirip denganmu?" Kai mencabut bunga berkelopak kuning yang tumbuh tidak jauh dari mereka. Ia memberikan bunga itu ke Claire yang menganalisa kebenaran perkataan Kai.
"Kamu bukan orang pertama yang bilang begitu" Claire memutar-mutar tangkai bunga itu.
"Gray?".
Gadis itu menggeleng, "Mary".
Kai hanya meng'hmm'kan sanggahan Claire dan mengatakan kalau dia jarang berinteraksi dengan Mary.
Tiba-tiba langit memancarkan cahaya merah, kemudian kuning. Kedua anak muda itu dengan spontan memandang langit yang telah dipenuhi kembang api. Mata mereka terpaku dengan kecantikan warna-warna di langit itu. Tapi untuk mata abu-abu pria itu, ia berhasil menemukan yang lebih cantik dari pemandangan di langit.
Gadis itu menyadari mata abu-abu yang memandanginya. Ia menoleh dan menatap balik pemilik mata itu.
Kai tanpa aba-aba mencium pipi gadis itu, "Claire, aku..".
"Saya tidak paham kamu. Apa yang kamu inginkan setelah menincampakkan saya?" hardik gadis itu.
Si laki-laki hanya terdiam. Ia menelan ludah berusaha menepis ingatan masa lalunya yang tiba-tiba muncul. Ingatan yang beberapa tahun lalu menyiksa Claire. Bahkan masih teputar jelas ingatan itu hingga sekarang.
Ingatan mengenai Kai muda yang melambaikan tangannya dan dengan sepihak meninggalkannya. Ingatan mengenai Claire muda yang keinginannya jangankan dipertimbangkan, didengarkan pun tidak.
Kai muda waktu itu sangat yakin dengan keputusannya, meninggalkan Claire muda dengan niatan yang menurutnya baik. Laki-laki yang waktu itu masih 20 tahun benar-benar yakin gadis yang 2 tahun lebih muda darinya itu akan lebih bahagia jika bertemu dengan laki-laki normal dan baik-baik yang akan selalu pulang ke rumahnya.
Kai tidak bisa memisahkan gadis itu dari keluarganya begitu saja. Kai yang masih muda tentu tidak bisa menjanjikan kebahagiaan untuknya, dengan membawanya kabur dari rumah. Ia tidak bisa mengabulkan keinginan gadis itu untuk ikut melaut bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAIRE
Fanfiction#Mildly Mature 17+ # Fiksi Penggemar game harvest moon boy & girl / more friends of mineral town Gadis lugu itu akhirnya membeli perkebunan di sebuah kota terpencil, berharap mengubah hidupnya yang monoton di ibu kota. Dengan overall biru dan kemej...