12

181 15 0
                                    

Dokter Trent berjalan cepat menuju Summer Farm, perkebunan milik gadis cantik pemilik rambut keemasan itu. Tepat ketika ia tiba di pintu masuk perkebunan itu, dokter Trent dapat melihat gadis yang dicarinya sedang bekerja keras. Selalu terlintas di pikirannya, rasa heran tentang staminanya. Gadis itu hampir tidak pernah terlihat mengeluh.

Kaki dokter Trent berjalan ke arah gadis yang sedang bekerja keras. Claire menyiangi kebunnya dengan tekun. "Claire". Sapaan si dokter membuat si gadis menghentikan aktivitasnya. Ia dengan instan mengembangkan senyumnya dan membungkuk sopan, membalas sapaan dokter.

"Tunggu sebentar.. sebentar lagi saya selesai" ujar Claire, menginstruksikan si dokter duduk di bawah pohon apel. Menuruti permintaan Claire, untuk menunggu, dokter dengan tenang mengangguk dan duduk.

Angin sesekali bersemilir ke arahnya. Membuat kelopak mata terasa berat. Tapi sebelum dokter Trent menyerah dengan kelopak mata beratnya, sosok Claire yang berlari ke arahnya mengalahkan rasa kantuknya.

"Saya sudah siap!".

***

Dua orang dewasa terlihat duduk berdampingan di lantai dua perpustakaan. Pria 27 tahun dan wanita 22 tahun, masih gadis, karenanya disebut gadis. Keberadaan dua orang itu sepertinya menarik sekali bagi si penunggu perpustakaan. Gadis berambut gelap dengan kacamata bulat itu sering kali mengintip dari tangga, interaksi dokter Trent dengan Claire.

Gadis itu, Mary mencium bau-bau cinta terlarang di antara mereka berdua. Setelah melihat mereka berpelukan di samping klinik, sekarang ia harus melongo melihat mereka membaca buku berdua dengan posisi duduk yang berdekatan. Bukti kuat apa lagi yang harus ia saksikan.

"Hei.. kalian. Aku mau keluar sebentar, bisa kah kalian menjaga perpustakaan sementara aku pergi?" ujar Mary ke dua orang yang asyik membaca buku itu.

Dokter Trent dan Claire yang kaget dengan suara Mary yang tiba-tiba, berbalik dengan cepat. "Tentu, Mary" jawab dokter Trent kemudian.

Mary tidak menghabiskan waktu untuk cepat-cepat meninggalkan perpustakaannya. Kaki jenjangnya yang ditutupi rok membantunya berlari lumayan cepat menuju tokonya Saibara. Gadis itu ingin cepat-cepat memberi tahu Gray tentang apa yang dilakukan Claire dengan dokter Trent. Tapi sedetik ia memasuki blacksmith, tidak ditemukan sosok bertopi yang biasanya berada di depan tungku. Kemana pun ia menolehkan kepalanya, melebarkan pandangannya, tidak ditemukan sosok Gray.

"Ada apa, Mary?" tanya Saibara kemudian, setelah melihat tingkah gadis berkaca mata itu yang tidak seperti biasanya.

Mary menggelengkan kepala untuk menjawab Saibara. "Kalau mencari Gray, dia minta cuti beberapa hari. Dia sekarang tidak ada di kota" ujar Saibara seperti bisa membaca pikiran seorang Mary.

"O-ohh.. kalau begitu permisi". Mary menutup pintu blacksmith lesu, dan berjalan kembali ke perpustakaan.

Pantas saja Claire berani terang-terangan mendekati dokter Trent. Mary tidak menyukai hal ini. Setelah harus berat hati merelakan Gray untuk gadis asing itu, sekarang ia harus menghadapi kenyataan bahwa gadis itu menghianati Gray.

Ketika ia kembali, Mary hanya mendapati Claire duduk di meja baca dekat counter. Dokter Trent tidak dapat dilihat di mana pun. Melihat Mary yang celingak-celinguk, Claire mengangkat kepalanya dari buku bunga-bunga. "Mary, sudah kembali? Dokter Trent sudah kembali ke klinik" seru Claire dengan senyumnya yang lebar. "Ah, iya menurutmu bunga mana yang cocok untuk situasi romantis?" tanya gadis itu sambil menunjukkan halaman penuh gambar bunga.

Mary tidak tahu harus bersikap bagaimana. Sosok Claire tiba-tiba terlihat mengesalkan. Setelah bertengkar dengan batinnya ia akhirnya menjawab, "Red Magic Flower mungkin..".

Claire membelalak kaget, "Itu kan bunga langka!".

"Musim gugur seperti ini biasanya lebih mudah ditemukan, kok... memangnya buat apa?" tanya Mary setelah duduk di kursi yang berhadapan dengan Claire.

Si rambut pirang menggeleng dan tersenyum mencurigakan, "Hal penting".

Mary yang sudah curiga dengan gadis di depannya itu menyangga kepalanya sambil menatap Claire menyelidik. "Aku dengar, kamu jadian dengan Gray..".

Mary tidak membutuhkan jawaban. Melihat reaksi Claire yang jadi kaku dan pipinya memerah tomat, sudah membenarkan pernyataan Mary. "Kenapa reaksimu begitu? Semua orang sudah tahu".

Si pirang yang sudah sadar dari shocknya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tertawa gugup. "S-saya tidak bermaksud untuk sembunyi-sembunyi kok... hanya kaget".

"Ini kota kecil, Claire... berita bisa dengan mudah tersebar" ujar Mary. "Termasuk perselingkuhan".

Claire manggut-manggut dengan informasi yang diberikan Mary. Claire membenarkannya, dan hal itu membuat Mary tambah kesal.

"Ngomong-ngomong, Gray pergi ke mana?" tanya Mary.

Gadis yang ditanya memandang langit-langit perpustakaan, "Dia tidak memberi tau saya.. dia terlihat tertekan kemarin, masalah pekerjaan mungkin. Untung saja Saibara bijak membiarkannya istirahat".

Mary tahu Gray yang tertekan bukan karena pekerjaannya. Tapi karena Claire. Ia sama sekali tidak menyesal memberi tahu Gray perihal Claire yang memeluk dokter. Gray harus tahu. Laki-laki itu harus tahu kalau pilihannya salah.

***

Bonus

Malam ketika Claire mabuk

"Lihat! Padahal dia Cuma minum satu gelas!" seru Ann. Gadis berrambut oranye itu menunjuk ke arah Claire yang kepalanya ia letakkan di atas meja bar.

"Dia bisa bilang kan, kalau tidak bisa minum!" Gray yang duduk di sebelahnya berusaha membangunkan gadis itu. Pipi laki-laki itu sedikit merah karena alkohol.

"Gray, antar dia pulang. Sejak awal kamu kan yang mengajaknya!".

Laki-laki bertopi dengan gadis berambut pirang di punggungnya, ditambah seorang laki-laki dengan rambut diikat ekor kuda berakhir berjalan bersama menuju Summer Farm.

"Gray.. sebenarnya kenapa aku harus ikut?" tanya Cliff di tengah perjalanan.

"Saya juga sedikit mabuk.. setidaknya ada orang sadar" jawab Gray.

Mereka pun melanjutkan perjalanan dalam diam.

Tapi Gray merasakan sesuatu yang tidak nyaman. Pundaknya terasa perih. Ia membelalak kaget ketika melihat Claire meremas pudaknya kuat-kuat. Ia heran bagaimana bisa gadis itu memiliki kekuatan tangan yang menakjubkan. "C-Claire.. sakit, tolong hentikan. Cliff bantu saya!".

Tergopoh-gopoh, Cliff berusaha melepaskan tangan Claire dari pundak Gray. Gadis itu hanya bergeming. Malah ia mengeluarkan suara erangan yang membuat Gray dan Cliff memerah tomat. Keseimbangan Gray mulai goyah dan akhirnya mereka jatuh ke samping.

Dua laki-laki itu terbengong ketika melihat Claire memegang tenggorokannya seperti susah bernafas. Dengan sigap Gray melepas kancing overall kemudian kancing kemejanya. Setidaknya mengurangi sesaknya.

"Dia kenapa?" tanya Cliff heran. Gray menjawabnya dengan gelengan kepala.

Mata biru Gray menjelajah kemana-mana. Melihat Claire, sesuatu mendorongnya untuk bertindak. Tapa sadar tangannya meraihnya.

"G-Gray! Apa yang kau lakukan??" teriak Cliff.

Melihat Gray tetap tidak sadar dengan tindakannya, Cliff menarik Gray jauh-jauh dari gadis itu. Cliff menatap Gray ngeri, ia seperti hewan buas dengan mangsanya.

"C-Cliff... apa yang... aku lakukan?" Gray yang telah sadar, tubuhnya bergetar hebat. Ia meratapi tangannya. Rasa bersalah merambati dirinya. Ia takut dengan dirinya sendiri.

"Gray! Tenanglah! Kau mabuk!" teriak Cliff mencoba menyadarkan Gray sekali lagi. "Kita antar Claire pulang!".

GRAIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang