30

136 11 2
                                    

Laki-laki itu masih saja memasang wajah kesal. Alisnya terus saja menyatu, dan bibirnya tetap cemberut. Buku yang saat ini dibacanya sama sekali tidak mengobati kekesalannya. Apa lagi Cliff yang dari tadi berusaha menenangkannya. Padahal besok adalah hari keberangkatannya.

Pacarnya baru saja dilamar pria asing tepat di depan matanya, ditambah...

Krek..

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Menampilkan pria dengan wajah babak belur dan topi yang masih dibalik. Mata tajamnya menyorot si rambut tembaga tidak suka, tapi segera mengalihkan perhatian dan berjalan ke arah ranjang paling ujung.

"Mau apa kau?" tanya Gray yang sepertinya hampir memutuskan tali kesabarannya.

"Menginap, kau buta?" jawabnya ketus.

Gray mencoba tidak peduli dengan olok-olokan itu. Sengaja ia gigit bibir bawahnya untuk menahan marah.

"Oh, apa kau mau aku tidur di tempat kakekku? Tidur dengan tunanganmu bukan ide buruk".

Wajah Gray seperti tomat sekarang dan itu membuat Cliff semakin panik. "Sabar Gray, dia hanya mempermainkanmu".

Pete menyalakan rokoknya dan duduk menyilangkan kaki di atas kasurnya. Wajahnya yang babak belur terlihat puas melihat pemandangan si kepala tembaga yang menggila itu. Tidak kapok sepertinya si kepala batu Pete yang dilarikan ke klinik tak sadarkan diri tadi pagi.

Mengerang frustrasi, Gray dengan cepat mengambil tas yang telah disiapkan untuk kepergiannya besok dan berjalan ke luar. Hentakan kakinya yang berat itu sepertinya terdengar sampai lantai bawah. Dia banting keras-keras pintu kamarnya, lalu berjalan keluar penginapan. Ia tidak peduli sama sekali dengan protes Ann, tapi sedikit sungkan kepada Doug yang memberikan tatapan khawatir.

Sangat ingin benar-benar ingin, si rambut tembaga itu menghajar bertubi-tubi si kurang ajar itu. Tapi Harris si polisi itu sudah memberikan peringatan dan itu membuat Gray semakin kesal.

Setibanya di tempat tujuannya, rumah Claire, laki-laki itu mengetuk pintunya dan langsung masuk begitu saja ketika pintunya dibuka. Dog menggonggong senang dengan kedatangan pemuda itu.

"Gray!" seru Claire yang kaget. Si kepala tembaga sudah membenamkan kepalanya di kasur milik Claire dan perempuan itu sudah paham dengan kekesalannya. Ia mendekati perlahan laki-laki itu setelah menyimpan tasnya yang dilemparkan sembarangan.

Pertama bagi Claire melihat Gray bersikap seperti ini. Gray yang dikenalnya selalu bersikap dewasa, dan mendapati Gray yang ini... perempuan itu malah tersenyum.

Ia usap lembut rambut tembaga itu. Mata biru langit akhirnya mengarah padanya.

"Kenapa dia ke sini?" tanya Gray yang sedikit menggumam.

"Saya mengundangnya..".

"KAMU MENGUNDANGNYA KEMARI?????!".

Kaget tentu saja perempuan itu dengan bentakan Gray. "T-tunggu.. dengarkan saya dulu". Claire cepat-cepat mencari-cari sesuatu dari rak buku dan kotak yang berisi surat-surat. Gray yang penasarn tentu saja ikut melihat isi surat-surat itu.

"Tuhan.. Claire, kau sudah menghubunginya dari tahun lalu?".

Claire tidak menjawab pertanyaan Gray, tapi begitu menemukan yang dicarinya, Claire berbalik dan menyerahkannya pada pria itu. Sebuah album foto dan surat wasiat.

Gray membacanya dengan teliti, sampai akhirnya ia menghembuskan nafasnya berat.

"Kakek Jack ingin mewariskan perkebunan ini untuk cucunya.. Saya akhirnya berhasil membujuk tuan Pete agar setuju untuk melihat perkebunan peninggalan kakeknya ini".

GRAIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang