Hari itu awan berwarna abu-abu gelap, angin berhembus lumayan kencang. Gadis dengan mata biru laut itu tergesa-gesa memasukkan ayamnya kembali ke kandang. Ia lihat untuk terakhir kali tanaman kebunnya. Wortel, terung yang dia benci tapi menguntungkan bila dijual, kentang manis, paprika hijau, dan bayam. Dalam hati ia berharap tanaman-tanaman itu akan bertahan dari badai.
Claire dengan cepat mempersilahkan Dog masuk, lalu mengunci pintu rumahnya. Ia melihat sekeliling rumahnya yang telah dipasang dapur dan kamar mandi. Beberapa minggu lalu ia memiliki cukup uang dan meminta Gotz untuk membangunnya. Claire begitu senang waktu itu.
Gadis itu dengan tergopoh-gopoh menghampiri tumpukan surat yang sepertinya jatuh akibat angin kencang yang masuk ketika ia membuka pintu. Claire merapikan surat-surat itu dan mengembalikannya ke dalam kotak, tempatnya semula.
'Knock, knock'
Suara ketukan pintu mengagetkan si kepala pirang. Buru-buru ia membuka kunci pintu diikuti Dog yang tidak berhenti menggongnggong. Ketika pintu terbuka, sosok laki-laki yang basah kuyup sambil memegang topi UMAnya agar tidak tertiup angin dapat dilihat. Gray memasuki rumah Claire tanpa pemiliknya mempersilahkan. Gadis itu masih dalam keadaan bengongnya, tidak menyangka laki-laki itu akan datang menemuinya. Apa lagi di tengah badai.
"Hari ini badai, saya disuruh pulang" jelas Gray mengetahui kebingungan Claire.
"Ah? Iya" jawab Claire sedikit gugup.
"Apa? Kamu tidak suka saya ada di sini?".
Claire hanya diam tidak menanggapi pertanyaan Gray. Mata biru lautnya melirik ke arah lain. Ia tidak berani menatap langsung laki-laki itu. Jantungnya akan berdebar kencang dan ditakutkan bisa meledak.
"Saya khawatir tau!, kamu menghindari saya.. bahkan ketika festival musik.." Gray menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Saya tahu alasannya, sih" pipinya memerah.
Claire menundukkan kepalanya yang semerah tomat. "I-iya..".
Dua manusia itu terperangkap dalam keheningan.
"Gray!" seru Claire kemudian, membuat yang merasa terpanggil menolehkan kepala. "Sudah makan siang?".
Gray menggeleng.
Tidak lama, satu set makan siang yang hangat tersedia di meja. Claire jadi lebih ahli memasak sejak ia memiliki dapur.
Sejak itu juga, Gray mengunjunginya lebih sering dari sebelumnya.
***
Claire berhati-hati menyusun kembali buku-buku di rak. Pagi-pagi Mary mengetuk pintu rumahnya untuk minta bantuan. Koleksi baru buku perpustakaan baru saja tiba kemarin.
"Ini, benar di sini?" tanya Claire ragu. Ia takut-takut berpegang erat di tangga kayu.
Mary mengangguk dengan senyum manisnya. Ia meletakkan sepiring chocolate cookies dan dua gelas teh hitam buatan ibunya di atas salah satu meja baca perpustakaan. Gadis berkacamata bulat itu melambaikan tangan untuk mengundang Claire duduk bersamanya.
"Terima kasih, Mary" ujar Claire setelah mengambil posisi duduk.
"Aku yang seharusnya berterima kasih" Mary menuangkan teh lagi ke gelas keramiknya.
Kedua gadis itu banyak mengobrol soal kehidupan sehari-hari dan pekerjaan. Sedikit heran bagi Claire, apakah Mary kesepian menghabiskan sebagian waktunya di perpustakaan. Tapi Mary menggelengkan kepalanya dan bilang kalau setiap hari sabtu, ia dan keluarga akan ke Mother's Hill menemani Basil meneleti flora.
"Biasanya setiap jam makan siang, Gray juga ke sini menemaniku" terang Mary sambil menyesap tehnya. Hanya anggukan reaksi Claire.
"Tapi...." ujar Mary menggantung. "Belakangan ini dia jarang mengunjungi perpustakaan".
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAIRE
Fanfiction#Mildly Mature 17+ # Fiksi Penggemar game harvest moon boy & girl / more friends of mineral town Gadis lugu itu akhirnya membeli perkebunan di sebuah kota terpencil, berharap mengubah hidupnya yang monoton di ibu kota. Dengan overall biru dan kemej...