Epilog

211 11 6
                                    

Kapal ferry itu akhirnya dengan aman berlabuh di dermaga Mineral Town.

Wanita muda itu turun dari kapal. Barang bawaannya seperti gunung, tapi dia yang wanita kuat dengan mudah membopong semuanya. "Terima kasih, Zack" ujarnya pada si pria kekar yang menakhodai kapal.

"Yakin tidak perlu bantuanku?" tanya Zack khawatir.

Wanita itu menggeleng yakin lalu meneruskan perjalanan ke rumahnya.

Hari sudah malam, dan untung saja salju tidak turun sederas kemarin. Wanita itu tersenyum mengingat pertama kali ia menginjakkan kaki di tanah dewi panen ini. Benar-benar kontras dengan sekarang.

Ia ingat betul ketika itu musim semi, bukan musim dingin seperti sekarang ini. Matahari waktu itu juga dengan penuh kebanggaan menampakkan dirinya, bukan matahari yang bersembunyi di belahan bumi lain seperti sekarang ini.

Mata birunya menatap papan pengumuman itu yang sekarang ditutupi salju. Kemudian seiring kaki kurusnya berjalan, matanya menyapu pekarangan Yodel Ranch yang di kandangnya mungkin penuh sapi-sapi mengantuk. Ia terkekeh ketika tiba di Poultry Farm. Rick yang kebetulan di luar menyapanya dengan guyonan.

Kakinya terus melangkah.

Hingga kakinya berhenti di pintu gerbang sebuah perkebunan.

Wanita itu menghembuskan nafasnya yang seakan mengeluarkan asap. Ia taruh barang bawaannya di samping rumah. Sudut matanya menangkap sosok laki-laki berjalan mendekatinya.

"Sudah pulang, Claire?" sapa pria itu.

Claire mengangguk dan tersenyum.

"Hanya mengecek sapi-sapiku.." ujar pria itu menyebutkan alasannya kemari. "Mumpung bertemu denganmu di sini.." tangannya ia ulurkan dan menyerahkan kunci kandang. "Berikan salamku pada Graire kecil".

"Iya, Pete. Hati-hati di jalan".

Pete terkekeh. "Rumahku hanya berjalan beberapa langkah dari sini. Hahhhh" ia menghembuskan nafas. "Saibara menantangku bermain kartu lagi, dahh Claire".

Claire mengamati kakek tua itu yang mengetuk rumah kosong Pete. Yang kemudian dihampiri oleh Pete. Yang kemudian keduanya masuk ke dalam rumah Pete.

Claire hanya tersenyum dari tempatnya berdiri.

.

"Aku pulang.." gadis itu membuka pintu apartemennya dengan lesu.

Hening seperti biasanya, jawaban yang akhir-akhir ini mengganggunya.

.

Claire terhenyak ketika tangannya menyentuh gagang pintu. Ingatan masa lalu menyusup tanpa permisi. Kebiasaan.

Si rambut pirang akhirnya mengesampingkan memori yang tiba-tiba muncul itu. Ia buka pintu rumahnya perlahan. "Aku pulang..".

"Selamat Datang!".

Sambutan gadis kecil yang wajahnya bahagia melihatnya pulang, gonggongan anjing tua yang semangat ketika melihatnya, juga pria tampan yang menunjukkan wajah khawatir padanya.

Ini bukan mimpi!

"Kamu bisa menelepon saya, Claire.. saya bisa menjemputmu di dermaga" ujar pria itu khawatir.

"Tidak apa-apa" jawab Claire enteng sambil memasukkan semua oleh-olehnya ke dalam rumah.

"Bagaimana kabar ibu dan ayah mertua? Makan malam kalian lancar?" tanya Gray sambil membantu Claire meletakkan barang-barang itu di tempat yang tidak menghalangi jalan.

Claire menggendong putrinya, menciumnya kangen, lalu mengecup bibir suaminya singkat. "Iya.. pertama kali keluarga ibu dan ayah berkumpul dan makan bersama. Canggung awalnya, tapi semua baik-baik saja".

"Oh ya?"

Tawa dapat terdengar dari rumah di perkebunan itu.

Mereka akhirnya berkumpul bersama. Membicarakan apa saja. Menghapus kesepian kapan saja.

Foto besar dengan frame kayu menghiasi ruang keluarga.

Claire dengan gaun putih, Gray dengan tuxedo hitam, dan penduduk Mineral Town yang menunjukkan senyum lebarnya.

Di tempat ini, Mineral town. Gadis pirang itu menemukan keluarganya.

###

Terima kasih kepada setiap makhluk tuhan yang dengan rela menyiksa matanya membaca fanfiction ini hingga akhir. 

P.s. Rencana awal fanfic ini hanya 20-an chapter. Tapi yah, jadi panjang. 

P.s.s. penulis segera meluncurkan cerita baru (fanfic Harvest Moon lagi lol).

Dahh!! sampai bertemu di cerita lainnya. >:v

GRAIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang