22 Juni 18 tahun lalu. Ketika itu aku masih bocah.
Aku masih ingat jelas waktu itu para biarawati mengejarku. "Kai kemari kau! Kai! Kai!!" seperti itu teriakan mereka. Mereka hanya meneriakkan namaku dan mengomeliku meskipun aku bukan satu-satunya anak yang lari dari mereka. Tentu aku tahu penyebabnya. Anak-anak panti entah sejak kapan menghormatiku dan dengan sekejap mata aku jadi pemimpin di panti asuhan. Kadang aku menyuruh mereka untuk membantuku berbuat onar. Jangan salah, aku menyayangi mereka yang merawatku.. tapi aku juga suka menggoda mereka.
Aku masih ingat waktu itu aku sangat bandel hingga mereka mengunciku di atas menara gereja. Mereka mengunciku semalaman menyuruhku untuk memikirkan perbuatanku, yang tentu saja tidak aku lakukan. Aku bisa saja kabur dari menara dan tidur kembali ke kasurku yang nyaman, aku pernah melakukannya sekali. Tetapi gereja yang dulu kutinggali dekat dengan pelabuhan, sungguh dekat hingga kau bisa melihat lautan luas dari jendela menara. Kadang aku juga dengan sengaja membuat masalah agar dikunci di tempat itu.
Aku akan menyanggah kepalaku sambil memikirkan hal-hal apa saja di seberang lautan sana. Hingga suatu hari.. ada sebuah kapal asing menuju pelabuhan. Kapal itu berbeda dari kapal-kapal barang yang biasanya lewat. Ukurannya tidak terlalu kecil, dan berbentuk hampir sama dengan kapal bajak laut. Aku dengan rasa penasaran memanjat turun menara gereja, tidak mempedulikan keselamatanku dan berlari ke arah pelabuhan.
"Hei, Bocah" kata seorang bapak-bapak waktu itu ketika aku tibah di dekat kapalnya. Tentu saja aku yang waktu itu sangat ketakutan. "Jangan mengganggu anak kecil, kapten!" kata pria dewasa lain yang baru turun dari kapal. Pria itu menenangkanku dan mereka mengajakku berkumpul dengan teman-teman mereka. Aku baru menyadari ketika aku lebih dewasa bahwa tindakanku bergabung dengan bereka sangat berbahaya. Aku beruntung mereka orang-orang baik.
Kedua pria itu dan teman-temannya ternyata adalah pelaut, sekumpulan orang-orang yang mendedikasikan hidupnya menjelajah dunia dengan kapalnya. Mereka berencana tinggal di pulau kecil ini selama beberapa minggu. Para pelaut itu banyak menceritakan tentang perjalanan mereka, juga tempat-tempat yang mereka kunjungi. Waktu itu mataku berbinar mendengarkan cerita mereka, bisa dibilang ketika itu aku menemukan mimpiku. Menjadi pelaut seperti mereka.
Hampir setiap malam aku menyelinap keluar dari asrama untuk menemui mereka. Para pelaut itu senang berpesta dan selalu menyambutku hangat ketika aku datang. Aku tidak tahu kenapa mereka memperlakukanku dengan baik, tapi kalau boleh menerka aku mengingatkan mereka pada anak yang mereka tinggalkan di rumah.
Rutinitasku menyelinap keluar akhirnya ketahuan oleh para biarawati. Mereka mengomeliku dan melarangku keluar untuk menemui mereka lagi. Para pelaut itu sepertinya juga kena teguran dan omelan. Hingga waktu kepergian mereka, aku tidak diperbolehkan untuk menemui para pelaut itu. Pernah aku ditampar keras-keras oleh bapa pastur karena dengan keras kepala menyelinap keluar untuk kabur dan ikut melaut bersama mereka. Sangat berbahaya untuk anak-anak apa lagi masih seumuranku pergi dengan orang asing.
Aku masih ingat dengan jelas perkataan kapten sebelum ia pergi, "Aku memahami mimpimu, karena aku dulu juga sepertimu. Tunggu di sini, aku akan kembali menjemputmu". Pria itu menepuk mengusap kepalaku dengan lembut.
Aku sangat mengidolakan mereka.
14 Juni, 12 tahun lalu. Ketika itu aku sudah lulus sekolah dasar.
Sebagian besar teman-temanku sudah bergabung dengan keluarga baru. Bukan berarti tidak ada yang mau mengadopsiku, aku akan bertingkah senakal mungkin agar mereka tidak jadi memilihku. Hati lugu Kai kecil masih percaya bahwa kapten pelaut 6 tahun lalu benar-benar akan menjemputnya.
Saat itu terjadi krisis, gereja tidak bisa lagi mengasuh anak-anak terlantar seperti kami. Bersamaan dengan itu sekelompok pelaut datang ke pulau. Aku pun memutuskan untuk bergabung dengan mereka dan meninggalkan panti asuhan. Aku masih ingat bapa pastor dan para biarawati dengan berat hati melepaskanku yang masih ingusan. Tapi mereka bisa apa lagi? Mereka tidak punya pilihan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAIRE
Fanfiction#Mildly Mature 17+ # Fiksi Penggemar game harvest moon boy & girl / more friends of mineral town Gadis lugu itu akhirnya membeli perkebunan di sebuah kota terpencil, berharap mengubah hidupnya yang monoton di ibu kota. Dengan overall biru dan kemej...