16

150 15 2
                                    

Cliff membasahi tenggorokannya agar kata-kata yang akan keluar dari mulutnya tidak tersendat. Laki-laki itu menceritakan keluh kesahnya. Sesekali Claire akan mengangguk menandakan ia paham dengan ucapan Cliff.

"Kalau keadaan seperti ini terus... mungkin akhir musim ini aku meninggalkan Mineral Town".

Claire membelalakkan matanya.

Mata biru Claire memandangi pemandangan di depannya, "Cliff.. kamu menyukai Mineral Town?".

Mata laki-laki itu menerawang ke arah pemandangan kota yang sedang dibicarakan itu. Iya, dia menyukainya. Cliff mencintai kota itu.

"Aku tidak bisa merepotkan Ann dan Doug.. sudah 2 tahun aku merepotkan mereka".

Claire mengangguk mengerti. Dia bisa saja memperkerjakan Cliff di kebunnya, bahkan ia sempat memikirkannya. Tapi sebentar lagi musim dingin, ditambah penghasilan Claire belum cukup untuk membayar orang.

"Aku heran denganmu.. belum sampai 1 tahun, kamu sudah berhasil dengan kebun itu. Aku yang sudah 2 tahun di sini, yang niat awalnya untuk mengubah nasib.. tidak ada kemajuan apa-apa. Benar-benar pecundang". Claire membuka mulutnya hendak mengutarakan pikirannya. Tapi Cliff menghela nafasnya.

"Aku akan merindukan kalian" Cliff tersenyum tulus.

***

Cerita Cliff kemarin benar-benar mempengaruhi Claire. Gadis itu melihat gelas bar yang dari tadi berada di genggamannya.

"Claire? belakangan kamu sering kemari. Saya mencarimu di kebun" Gray mengambil duduk di samping Claire.

Claire menengok ke arah kekasihnya. Memberikan senyumnya, yang berhak didapat Gray setelah kerjanya yang berat.

"Tidak ada masalah kan?" Gray mengusap pipi gadisnya setelah menyadari ekspresi wajahnya berubah. Claire menggeleng cepat, pipinya memerah.

"Saya tidak apa-apa.. tidak perlu khawatir, hanya saja.. Cliff..".

"Kenapa dengan Cliff?".

Claire menelan ludahnya, mengingat Cliff yang meminta agar masalahnya menjadi rahasia. Claire hanya diam, meskipun Gray menunggunya untuk bersuara.

Akhirnya Gray mengangguk mengerti. "Dia benar-benar susah diajak bicara ketika pertama kali tiba di sini" senyum mengembang di bibirnya mengenang masa lalu. "Tapi sekarang, dia jadi banyak bicara pada saya.. padahal dulu saya pernah memukulnya".

"Kenapa kamu memukulnya?".

"Dia tidak mau bicara" Gray tertawa lepas. "Tapi kehilangan seorang sahabat seperti dia, akan sangat menyedihkan.." Gray menyorotkan mata biru langitnya ke arah Claire, memberikan senyuman penuh makna. Makna bahwa Gray mengerti apa yang dipikirkan Claire.

"Bisakah saya membantunya?" Claire memfokuskan pandangan kembali ke gelasnya.

"Dia pernah bekerja di blacksmith sekali.. tapi kakek benar-benar tidak tahan dengannya... kamu tau kan kakek seperti apa?".

"Dia juga pernah melamar kerja di sini, tapi penginapan hanya memiliki sedikit pelanggan dan ayah tidak bisa membayar pegawai lain" sahut Ann tiba-tiba. Dua pasang mata biru langsung mengarah ke arahnya.

Ann menyanggah kepalanya, "Kita semua khawatir padanya".

Laki-laki yang sedang dibicarakan itu dengan perlahan menutup pintu penginapan. Menyeka wajahnya yang basah karena hujan, beruntung gereja ke penginapan lumayan dekat hingga baju Cliff tidak perlu menyerap banyak air. Ia melirik tiga orang yang sepertinya sedang menatapnya, membuat gugup. Cliff hanya mengangguk ke arah mereka, untuk salam, dan segera berlari ke kamarnya di lantai atas.

GRAIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang