19

178 14 3
                                    

Sudah ada bapak-bapak yang berkumpul, untuk pesta lajang si dokter Trent. Hanya sosok Cliff, Gray, dan juga si yang akan menikah yang sepertinya belum hadir.

"Claire! kau sudah datang!" seru Ann ketika melihat Claire memasuki Inn. "Langsung saja ke kamarku di lantai atas! Sebentar lagi aku menyusul!". Seru Ann lagi yang memang kelihatan sibuk membantu ayahnya.

Setelah tawarannya untuk membantu ditolak, Claire pun menuruti Ann, menaiki tangga menuju lantai dua, mendekati kamar Ann, memegang gagang pintunya.

"Hei.. Tidakkah menurut kalian Mary kasihan?".

"Ah benar, dia sudah lama mengejar Gray".

"hmm.. juga, aku heran bagaimana mereka bisa jadian begitu cepat".

"Iya kan? Padahal aku benar-benar yakin Gray juga menyukai Mary.. maksudku, lihat caranya menatap Mary".

"Hei.. menurut kalian... Apakah Gray benar-benar menyukai Claire?".

Mata biru gadis itu membulat. Ia cengkeram kerah turtlenecknya kuat-kuat. Tempatnya menyembunyikan lebam berharganya. Menolak asumsi terburuk yang didengarnya.

"Claire?".

Gadis itu tersentak. Matanya sontak berpaling ke arah pemilik suara. Pandangan bingung pemuda itu menyadarkan Claire kembali ke kenyataan. Ia balas kebingungan pemuda itu dengan senyuman termanisnya.

"Gray! Mau ke pestanya dokter Trent?" tanyanya basa-basi.

Pemuda itu mengangguk, "Di bawah.. saya dengar hanya minum-minum".

"Ohh.. yang perempuan di kamarnya Ann.. pestanya Elli maksud saya..".

"Kamu.. memegang lehermu terus. Apa masih sakit?".

Claire menggeleng cepat.

"Yasudah.. Selamat bersenang-senang, ya" Gray mengelus lembut kepala Claire, melanjutkan jalannya ke lantai bawah.

Memang hanya sebentar.

Tapi, punggung pemuda itu yang menjauhinya.

Mengingatkannya pada Kai.

Hei.. kenapa dia takut?

Kenapa dadanya panas?

Kenapa dia meragukan perasaan Gray padanya?

Hanya karena gunjingan orang-orang kah, kepercayaannya pada pemuda itu mengelupas?

Tidak.. bukan itu.

"Hei, Gray!" seru suara dari bawah. Gadis itu terpancing untuk menengok.

Claire tau mereka teman dekat, ia tau gadis berambut gelap itu adalah teman pertama Gray.. normal kan Gray mengacak-acak rambut gadis itu, normal kan gadis itu bermanja-manja padanya, normal kan mereka tertawa seperti itu?

Claire sadar tidak seharusnya ia merasa seperti ini. Tidak seharusnya dadanya sepanas ini.

Keserakahan.. ketamakan.. keeogisan.. melahap Claire perlahan-lahan.

Cklek.. pintu kamar Ann terbuka.

Si rambut merah muda tertegun melihat siapa yang ada di depan pintu. Meski hanya terlihat punggungnya saja, Popuri dapat tahu kerapuhan gadis di depannya itu, khawatir apakah percakapannya dengan yang lain mempengaruhi sikapnya saat ini.

"Claire?" sapanya takut-takut.

Claire hanya menengok ke arah Popuri, memperlihatkan wajah pucatnya. Meski begitu ia tetap memberi senyum. Dengan alasan tidak enak badan, gadis itu menuruni tangga menuju luar, menghindari panggilan Ann.

Dia pukul-pukul dadanya yang sesak. Sangat ingin keinginannya ia hilangkan.

Rasa memonopoli pemuda itu untuk dirinya sendiri. Keinginan agar pemuda itu hanya untuknya saja. Ia serakah akan Gray.

Serakah akan rambut tembaganya yang lembut menyapu tangannya. Serakah akan mata biru langitnya itu yang menatapnya dengan lembut. Serakah akan sentuhannya yang memberi rasa nyaman. Serakah akan tubuhnya yang padat itu yang membuatnya merasa dilindungi. Serakah akan senyum dewasanya itu.

Air mata tanpa ia sadari mengalir begitu saja melewati pipinya. Gadis itu berulang kali mengusap matanya yang tidak berhenti mengeluarkan emosinya. Kemarahan. Rasa marah menjebol bendungan air matanya.

Konyol melihat Claire yang sekarang. Seperti anak kecil, mengusap matanya, berdiri di pinggir jalan.

Entah kemarahannya ia tujukan kepada siapa.

Pemuda itu yang dengan tangan terbuka meladeni dia.

Atau dia yang dekat-dekat dengan pemuda itu.

Atau dirinya sendiri dengan rasa cemburunya yang menjijikkan ?

Dia baru tau, kalau menjadi serakah itu menyakitkan.

***

Pagi itu, Claire memandangi cerminnya lebih lama dari biasanya.

Ia perhatikan lebam-lebam di sekitar leher dan pundaknya yang bertambah lagi, tanda yang diberikan Gray. Liontin biru berbentuk tetesan air itu ia pasang lagi melingkari lehernya.

Kemarin malam, ia memutuskan untuk kembali bergabung dengan yang lain. Membenamkan emosi memalukannya dalam-dalam. Membujuk Gray agar tidur dengannya lagi. Menyelimuti pemuda itu dengan baunya. Membuktikan kalau Gray itu miliknya.

Sebut saja Claire gadis yang menjijikkan. Dia akan mencoba tahan dengan sebutan itu. Claire sadar dengan sikap kekanak-kanakannya itu.

Tangan kekar laki-laki itu melingkari pinggang Claire erat, mencium lehernya lagi sambil membisikkan kata-kata cintanya.

Apakah Claire senang?

Tidak, dia masih meragukan perasaan Gray padanya.

***

Pernikahan dokter Trent dan Elli berjalan dengan lancar.

Gadis-gadis desa yang bertanggung jawab atas dekor, melaksanakan tugasnya dengan baik. Stu dan May juga ikut memeriahkan dengan keimutan mereka. Suara Karen yang diiringi piano Mary memperindah pesta pernikahan dokter dan suster itu. Penduduk desa yang lain berdansa.

"Ah, Claire!" panggil gadis berambut gelap itu ketika pesta pernikahan usai.

Claire menengok ke arah Mary, "Ya?".

"Aku butuh bantuan menata buku di perpustakaan.. mungkin kamu tidak keberatan? Aku sudah meminta Gray, sih.. tapi lebih banyak orang lebih baik".

Claire berpikir sebentar, tapi akhirnya setuju.

***

more sketch...

more sketch

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
GRAIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang