6. Kenangan

1.7K 136 0
                                    

"Namanya aja kenangan. Ya wajar dong kalau dikenang. Gede banget gengsi lo semua."

🐇🐇🐇

Malam ini Alta tengah disibukkan dengan Dara. Gadis itu terus-terusan merengek untuk ditemani ke toko buku, padahal Alta sudah mengatakan jika ia malas untuk pergi keluar.

Awalnya Alta hendak mengunci pintu kamar dan berpura-pura tidur, tapi niatnya gagal karena kedatangan Portia. Mendukung adiknya, mamanya itu juga jadi berisik meminta Alta untuk menemani Dara ke toko buku.

Akhirnya, di toko buku inilah Alta berakhir, menikmati malam yang harusnya ia habiskan dengan musik di dalam kamar.

"Kak, aku kalau milih buku lama banget, loh." Ucap Dara saat keduanya naik ke lantai dua. Alta menoleh ke arah Dara, mengembuskan napas sebelum akhirnya mengangguk pasrah.

"Selama apa?" tanyanya.

Dara tersenyum jail, "selama Kakak nungguin Kak Aluna."

Alta memelotot, membuat Dara tertawa meledek. Anak perempuan itu kemudian berlari ke arah rak-rak buku yang sudah berjejer rapi di lantai dua, meninggalkan Alta yang masih menginjak anak tangga terakhirnya.

"Gue tunggu di mana?" tanya Alta pada Dara yang sudah asik melihat-lihat buku.

"Dulu, Kak Alta sama Kak Aluna kan sering ke toko buku ini. Biasanya Kakak nungguin Kak Aluna di mana?"

Alta rasanya ingin menarik Dara sekarang jika tidak mengingat anak itu akan mengadukan yang tidak-tidak pada Portia.

Sabar. Alta pun berjalan ke arah sebuah ruang baca yang disediakan oleh toko buku langganan orang-orang tersayangnya: Mama, Dara dan juga Aluna.

Selagi menunggu Dara melihat-lihat buku, Alta memilih untuk memainkan ponselnya sambil menyumbat telinga kiri dengan earphone.

Lagu Adele--Don't You Remember--terputar. Alta merasa sedikit tenang, seakan membuka masa lalu memang memiliki sensasi yang berbeda untuknya.

Bagi Alta, masa lalu adalah sesuatu yang baik. Alta tak pernah ragu untuk mengenangnya. Masa lalu punya aroma tersendiri, aroma yang berbau bahagia. Aroma yang membuat Alta seakan-akan bisa terbang.

Karena bersama Aluna, masa lalunya memang secantik pelangi.

Aluna. Nama itu terukir di benak Alta, membuatnya tersenyum tipis. Nomor telepon Aluna sudah ia simpan, tapi ia masih ragu untuk meneleponnya.

Alta takut kecewa. Ia takut Aluna tak akan mengangkat teleponnya.

"Stoknya nggak ada lagi, Om?"


Pertanyaan yang entah dari arah mana itu membuat Alta membuka matanya. Ia menoleh ke sana kemari, mencari asal suara. Matanya terhenti pada sosok seorang cewek yang berdiri membelakanginya, menghadap rak buku remaja yang tak terlalu jauh dari ruang baca.

Sosok itu dengan hoodie kebesaran dan rambut yang tercepol asal, tampak begitu menggemaskan untuk Alta.

Sosok yang terlihat sangat mirip dengan Aluna kala gadis itu sakit dan selalu meminta Portia untuk mencepol rambutnya, juga selalu memakai baju-baju Alta yang kebesaran.

Sirius AltairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang