16. Rasa Apa Ini?

1.5K 113 3
                                    

"Waktu mampu menumbuhkan rasa yang bahkan tak ingin kuakui karena gengsi."

🐇🐇🐇

Pengiriman cinta ke tempat terakhir yaitu ke Sekolah Khusus Penderita Kanker sudah diselesaikan dengan sangat baik kemarin, di saat Tania sebenarnya masih diharuskan untuk beristirahat.

Hari ini, misi 4 hari pengiriman cinta telah selesai. Siswa-siswi Dataliash dikumpulkan di aula yang sangat besar dan nyaman. Puluhan hiasan menggantung di langit-langit aula sengaja dibentuk menyerupai hati, setiap anak yang masuk ke aula akan diberikan satu pin kecil berbentuk hati.

Hal itu sudah biasa, mengingat bahwa Dataliash sudah memiliki tradisi ini sejak didirikan oleh Keluarga Alta.

"Tantan,"

Suara Sekar membuat Tania yang berdiri di depan langsung menoleh ke arah pintu. Tania melambai ke arah Sekar yang tengah menusukkan pin di bajunya.

"Semangat!" Sekar membalas lambaian tangan Tania. Gadis itu kemudian duduk di kursi yang sudah disediakan atas namanya. Matanya memandang lekat Tania yang tengah berdiri bersama Alta di depan.

Acara dimulai oleh Kepala Sekolah yang memberikan sambutan, kemudian penyerahan  sertifikat kepada Alta dan Tania, barulah acara hiburan dari setiap ekstrakurikuler.

Tania memandang sertifikat atas namanya. Saat Vega mendapatkan sertifikat itu tahun lalu, Tania sangat iri. Ia bahkan tak menyangka jika tahun ini ia akan mempunyai sertifikat yang sama dengan Vega.

"Makasih loh Kak Sirius untuk 4 hari yang berharga ini," ucap Tania sambil cengengesan. Alta menoleh ke arah gadis itu, kemudian menyunggingkan senyum miring.

Oh, Tania lemah pada senyum miring seperti itu.

"Jangan senyum kayak gitu dong, Kak Sirius. Kalau gue meleleh kayak mana?"

Alta menatap Tania kesal, "lo tuh serba salah, ya. Gue senyum salah, nggak senyum salah."

"Abisnya gemes dua-duanya," jawab Tania masih dengan tawa miliknya yang entah kenapa kali ini tak terdengar menyebalkan di telinga Alta.

"Hai, Tantan!"

Rido dan Tama datang, kedua pria itu menyapa Tania ramah. Bukannya senang didatangi oleh kakak kelas yang tak kalah tampan dari Alta, Tania malah melengos kesal.

"Ngapain sih Dora di sini? gue lagi nggak nyasar, kok."

Tama memuntahkan tawanya. Pemuda itu memegangi perutnya yang sakit karena tertawa, sedangkan matanya terus menatap Rido yang langsung memasang wajah datar menyerupai Alta.

"Tuh, Dor, denger. Si Tania lagi nggak nyasar," tambah Tama dengan nada meledek. Rido langsung menoyor kening Tama, membuat pemuda itu mengaduh seketika.

"Tapi kayaknya Dora agak berguna juga kedatangannya, si Tama ngapain ya nggak ada guna sama sekali di sini?" tanya Tania lagi sambil melirik Tama.

Kali ini tawa Rido yang pecah, sedangkan wajah Tama langsung berubah menjadi datar.

"Tuh, Tam, lo mah nggak guna dateng ke sini. Dipanggilnya Tama lagi, bukan Kak Tama. Aduhh, nyeseq hati ini qaqa~"

Sirius AltairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang