"Kamu harus ingat satu hal, sekarang senyum bukan lagi lambang kebahagiaan."
🐇🐇🐇
Alta suka melihat Rigel memasukkan tangannya ke saku, hal itu mengingatkannya pada sang papa. Alta juga suka bagaimana cara Rigel saat menatapnya, tatapan seorang ayah untuk anaknya, tatapan yang tak pernah Alta dapatkan setelah kecelakaan yang menewaskan Oma dan Papanya.
Alta dan Rigel kini tengah berdiri di balkon kamar Tania, membiarkan Tania yang masih belum sadar hanya ditemani oleh Sekar.
"Dulu, Shaula ingin memberi nama 'Sirius Altair' kepada Tania. Tapi saya nggak setuju, karena itu untuk anak lelaki. Saya nggak nyangka juga Tania bisa punya pacar yang namanya sempat ingin dia pakai hahaha." Rigel mengakhiri ucapannya dengan tawa yang begitu renyah. Alta tersenyum tipis, membayangkan jika nama itu benar-benar digunakan oleh Tania. Membayangkan wajah Tania jika ia bertanya, "Serius nama lo Sirius?"
"Dia suka ledekin saya," ucap Alta pelan. Rigel menoleh ke arah Alta, memasang ekspresi wajah seakan ia tak percaya.
"Oh ya? berarti memang hobinya Tania tuh ngeledekin orang ya."
"Siapa aja yang dia ledekin, Om?" tanya Alta penasaran.
"Semua orang yang dia temui." Jawab Rigel sambil tersenyum tipis, mengingat kenangannya bersama Tania dulu, sebelum keluarga mereka terpecahbelah.
Alta terdiam sesaat, mengingat saat pertamakali ia bertemu dengan Tania. Gadis itu langsung meledek namanya dengan cara yang halus, juga memanggil Rido dengan nama panggilannya yang unik. Ah, Alta benar-benar tak menyangka gadisnya akan selucu itu.
"Saya sudah dengar masalah kalian, Tania mungkin masih marah sama kamu. Tapi saya jamin itu nggak akan lama, Tania nggak bisa marah lama-lama."
Alta tersenyum lagi, "saya tahu."
"Saya kasih kamu kepercayaan untuk jaga Tania, saya harap kamu bisa menjaganya." Rigel menepuk pundak Alta sambil tersenyum, membuat Alta meneguk salivanya. Senyum yang begitu mirip dengan almarhum papanya.
Rigel meninggalkan Alta di balkon kamar Tania, dengan langkahnya yang lebar Rigel bahkan tidak sempat menengok ke arah ranjang Tania. Pria itu langsung membuka pintu dan keluar dari kamar putrinya.
Alta berjalan masuk ke dalam kamar, menutup pintu balkon sebelum akhirnya berjalan ke arah tempat tidur Tania. Alta memerhatikan sekelilingnya, berusaha menemukan Sekar yang tadi duduk menjaga Tania. Tapi sekarang gadis itu tidak ada.
Alta tak mau ambil pusing, ia hanya mengendikkan bahunya tak peduli. Tangannya perlahan membawa tangan Tania ke dalam genggaman, matanya memerhatikan garis wajah Tania lekat. Mata yang tertutup, napas yang teratur serta wajah yang pucat. Entah kenapa, Alta suka jika seorang gadis memiliki kulit yang pucat, namun tetap bersemangat seperti Aluna dan Tania.
Ponsel di sakunya berdering, Alta buru-buru mengambilnya dengan tangan kiri. Nama Rido terpampang di layar ponsel sebagai si penelepon. Alta langsung mengangkatnya.
"Ap--"
"Hei, Altair! kau janji sama saya cuma keluar selama 30 menit. Ini sudah satu jam, tahu?!"
Alta terkejut bukan main ketika suara Pak Al--guru Kimianya--yang terdengar, bukan suara Rido. Sedetik setelah menormalkan rasa kagetnya, Alta meringis pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sirius Altair
Teen FictionEs itu sudah mulai mencair, tak lagi dingin dan keras. Perlahan, Titania Shaula mampu mengubah seorang Sirius Altair menjadi seperti yang dikenal oleh orang-orang terdekatnya dulu. Dengan segala sikap kekanakan dan keras kepalanya, Tania membawa Alt...