"Ada banyak cerita yang tak pernah aku bagikan. Bukan karena aku tertutup, melainkan karena tak ada yang ingin mendengarkan."
🐇🐇🐇
Langkah gontai Tania terhenti tepat di depan pintu ruangan Shaula kala melihat Vega bersandar di dinding. Tania menatap kakaknya heran, merasa bingung karena Vega berada di rumah sakit sedangkan biasanya ia sangat malas.
Tania menoleh ke kaca di pintu, jika biasanya mama Sekar yang ia lihat, malam ini berbeda. Tania diberikan pemandangan lain, hal yang rasanya sangat ingin Tania abadikan.
Lewat kaca kecil di pintu, sosok Rigel yang tengah menangis sambil menggenggam tangan Shaula terlihat begitu jelas.
Tania terdiam memandangi semua itu. Tak ada suara tangisan yang ia dengar, tapi air mata mampu ia lihat dengan jelas meleleh dari mata Rigel, kepalanya yang tertunduk sesekali menciumi tangan Shaula yang digenggamnya.
Ada luka yang bisa Tania lihat, ada penyesalan yang bisa Tania rasakan dari cara menunduk sang papa.
"Lo seneng kan?" tanya Vega tanpa menoleh ke arah Tania. Tania memandangi kakaknya yang matanya tampak memerah menahan tangis.
Vega tiba-tiba menunduk, air matanya jatuh walau hanya setetes, pertahanannya untuk tak menangis runtuh begitu saja hanya karena kedatangan Tania.
"Ini kan yang lo mau?" tanya Vega lagi. Gadis itu kini menoleh ke arah Tania, menatap adiknya dengan mata berkaca-kaca.
"Lo mau lihat kekalahannya Papa kan? Papa nyerah untuk pura-pura benci sama Mama, karena nyatanya Papa nggak pernah mau pisah sama Mama. Mereka cerai karena keinginan Mama, bukan Papa! dan selama ini yang lo salahin adalah Papa!"
Vega menjaga suaranya, ia tidak mau Rigel mengetahui bahwa Tania dam Vega menyaksikan tangisannya.
"Itu alasan kenapa gue mau lo juga perhatiin Papa, bukan cuma Mama."
Tanpa Tania sadari, matanya ikut memanas. Tubuhnya seperti disengat listrik ketika setiap kalimat yang Vega katakan masuk ke telinganya.
Tania kembali menoleh ke arah pintu, Rigel masih dalam posisi yang sama. Ia masih menangisi Shaula, meminta mantan istrinya itu untuk bangun.
Vega tak mampu mencegah Tania ketika tangan gadis itu dengan gerakan cepat membuka pintu hingga membuat Rigel menoleh.
Menyadari kedatangan anaknya, Rigel langsung menghapus air matanya, saat ia hendak bangkit untuk mempersilakan Tania duduk di samping Shaula, Tania malah berlari ke arahnya dan memeluknya.
"Papa nangis aja," ucap Tania dalam pelukan papanya. Ia tahu bagaimana rasanya memendam luka sendirian, ia tahu bagaimana sakitnya berpura-pura kuat. Tania tak ingin papanya merasakan apa yang ia rasakan selama ini. Tania tak ingin papanya berpura-pura keras dan tegas lagi.
"Tania," Rigel membalas pelukan Tania. Dibiarkannya jas kerjanya basah karena air mata Tania, sudah lama sekali Rigel tidak mendengar isak tangis anak bungsunya itu.
Hatinya menghangat mendengar tangisan Tania. Ia sangat senang karena bisa melihat Tania menangis lagi. Karena sejujurnya, yang membuat Rigel merasa bersalah adalah ketika Tania berpura-pura kuat di hadapannya, ketika Tania berpura-pura tak peduli di hadapannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sirius Altair
Novela JuvenilEs itu sudah mulai mencair, tak lagi dingin dan keras. Perlahan, Titania Shaula mampu mengubah seorang Sirius Altair menjadi seperti yang dikenal oleh orang-orang terdekatnya dulu. Dengan segala sikap kekanakan dan keras kepalanya, Tania membawa Alt...