"Kamu adalah serpihan bintang yang jatuh, namun tetap tak bisa kusentuh."
🐇🐇🐇
Malam-malam begini biasanya Alta habiskan di kamar hanya untuk mendengarkan musik dan memikirkan jawaban dari pertanyaan, "mengapa mamanya suka sekali dengan sesuatu yang berbau angkasa?". Tapi khusus untuk malam ini, Alta ditahan oleh sang mama untuk tetap berada di meja makan.
Portia--mama Alta--tak akan menahan Alta untuk tetap di meja makan jika tadi ia tidak mendengar cibiran Dara mengenai seorang gadis yang datang ke rumah bersama dengan Rido.
Setahunya, semenjak kepergian Aluna ke Bandung, tak ada gadis yang benar-benar boleh datang ke mari. Lagipula, statusnya dengan Aluna bukan hanya sekadar sahabat masa kecil, melainkan juga sepasang kekasih yang hubungannya harus kandas karena jarak.
Hal itulah yang membuat Alta benar-benar tak ingin terlibat hubungan dengan wanita lagi.
"Dia galak, Ma. Aku dipelototin sama dia! beda banget sama Kak Aluna!" seruan Dara tak kunjung berhenti sejak makan malam bersama.
Alta yang mendengar nama Aluna disebut-sebut pun langsung tahu ke mana arah pembicaraan mereka.
Pasti tentang Tania yang tadi datang bersama Rido.
"Jadi, sudah ada yang berhasil membuka hati kamu lagi?" tanya Portia frontal. Dara memutar mata malas, menunggu jawaban kakaknya.
"Maksud Mama?" Alta pura-pura tak paham.
"Sayang," Portia meraih tangan putranya. "Cerita ke Mama, kamu sudah benar-benar melupakan Aluna?"
"Mama tahu jawaban aku," jawab Alta yang langsung menarik tangannya dari genggaman sang Mama.
"Oke, Mama tahu jawaban kamu adalah 'belum'." Portia beralih menatap anak bungsunya yang masih setia dengan wajah tertekuk. "Dara gimana? udah bisa lupain Kak Aluna dan setuju kalau misalkan Kak Alta pacaran lagi?"
"Nggak mau, Ma." Dara menggeleng cepat. "Kak Alta cuma boleh sama Kak Aluna!"
Portia mengembuskan napas lelah. Sikap Aluna, perlakuan manis gadis itu, juga suaranya yang lembut sangat membekas dalam ingatan kedua anaknya. Melepas Aluna untuk tinggal di Bandung adalah hal terberat yang harus dilakukan oleh Alta. Dan Portia pun tahu kalau Aluna mengalami hal yang sama.
"Kamu mau menelepon Aluna?" tanya Portia kepada Alta. Alta menatap mamanya datar. Menelepon Aluna? semenjak kepindahannya, pernahkah Aluna mengangkat telepon darinya? hah, Alta bahkan tak percaya jika gadis itu tak ingin lagi berkomunikasi dengan keluarganya.
"Aku ke kamar, Ma." Ucap Alta tanpa ekspresi, mengakhiri pembicaraan dengan mamanya.
Menutup pintu kamar, Alta memilih untuk tidak berbaring di atas kasur, melainkan meraih sebuah foto yang ia selipkan di buku paket sekolahnya.
Foto Aluna dan dirinya ketika TK. Gambar yang indah. Mengabadikan dua orang anak kecil yang tengah berlari di halaman seraya merentangkan tangan menikmati hujan.
Dada Alta kembali sesak melihat foto itu.
Hatinya kembali bertanya-tanya, apa alasan Aluna pindah? kenapa gadis itu tak pernah mengangkat telepon darinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirius Altair
Novela JuvenilEs itu sudah mulai mencair, tak lagi dingin dan keras. Perlahan, Titania Shaula mampu mengubah seorang Sirius Altair menjadi seperti yang dikenal oleh orang-orang terdekatnya dulu. Dengan segala sikap kekanakan dan keras kepalanya, Tania membawa Alt...