30. Ibu Peri

1.4K 106 3
                                    

"Ada orang yang terkadang memilih untuk membahagiakan orang lain, padahal dirinya sendiri juga butuh bahagia. Jadi, orang itu kelewat baik atau malah bodoh?"

🐇🐇🐇

"Tadi Pak Al nelpon Mama loh, katanya kamu nggak ada di sekolah sampai pulang. Bener begitu?"

Pertanyaan dari Portia ketika Alta membuka sepatunya membuat pemuda itu mengalihkan pandangannya pada sang mama yang sedang berdiri di hadapannya.

Jika si Al itu bukan gurunya, Alta sudah pasti akan menghajarnya habis-habisan. Alta kadang suka heran sendiri sama Pak Al, bilangnya cowok yang punya banyak tugas, bertanggung jawab, keren, percaya dirinya tinggi hingga menjadi narsis, tapi kok mainnya ngaduan. Apanya yang keren kalau begitu? Heran kan Alta jadinya.

"Aku ke rumah Tania, Ma."

"Loh? kamu bolos sama Tania? Kamu ngajak Tania bolos? ya ampun Alta, Mama nggak pernah mendidik kamu untuk mengajak orang lain bolos, apalagi pacar kamu sen--"

"Ma, aku belum aja jelasin." Alta bangkit dari posisinya, lalu berdiri di hadapan sang mama yang tiba-tiba saja jadi terlihat begitu kecil. Yah, gagang sapu mana sepantar berdiri di depan tiang listrik.

"

Yaudah buruan jelasin," Portia berkacak pinggang, menatap Alta menantang. Dari arah sofa, Alta bisa mendengar suara tawa Dara yang terdengar begitu meledek.

"Kak Tania memang begitu, Ma. Kan dari awal aku nggak suka sama dia, kayak Nenek Lampir. Pasti Kak Tania yang ngajak Kak Alta bolos. Aku yakin!" suara Dara dari arah sofa membuat Alta menatap tajam adiknya itu. Bukannya takut, Dara malah terkikik.

"Bener begitu?" tanya Portia dengan tatapan yang seakan siap menusuknya hingga tak tersisa barang sehelai rambut pun.

"Mama mau denger penjelasan aku nggak?" Alta malah balik bertanya. Portia tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk.

"Mamanya Tania meninggal."

Portia langsung membekap mulutnya karena terkejut, diikuti oleh Dara yang langsung berlari ke arah Alta.

"Meninggal? ya ampun, Alta, kamu kok nggak ngasih tahu Mama?" Portia malah memukul lengan Alta, membuat Alta mengernyit bingung kenapa ia kena pukul padahal sudah berkata jujur.

"Semalem ketemu di rumah sakit sama Aluna, waktu Mama sama Tante lagi nebus obatnya Aluna." Ucap Alta lagi.

"Terus? semalam kamu sempet liat Mamanya? sempet nenangin Tania dulu nggak?" tanya Portia panik.

"Nggak, Aluna nggak ada yang pegangin."

"Alta, Aluna kan bisa kamu suruh duduk dulu!" lagi-lagi lengan Alta dipukul oleh Portia. Alta mendengus sebal, lalu menyampirkan tasnya yang melorot ke pundak.

"Udahlah, aku nggak mau jawab lagi. Nanti kena pukul lagi."

Alta barusaja menginjakkan kakinya di anak tangga yang kedua ketika sadar bahwa ada yang kurang di rumah ini.

"Aluna sama Mamanya mana?"

Portia melirik Dara sekilas sebelum akhirnya kembali menoleh ke arah Alta. Seakan mengerti kode sang mama, Dara langsung menunduk, menggigit bibirnya berharap ia tidak akan keceplosan.

"Lagi nginep di rumah sahabat lama Mama, katanya mau kangen-kangenan. Mama juga sebenernya mau ikut nginep, tapi nanti takutnya Dara nggak keurus kalau ditinggalin sama kamu."

"Oh," jawab Alta tampak tak peduli. "Mama jawabnya nggak usah panjang, bilang aja lagi pergi. Selesai."

Portia mengelus dada, sedetik setelahnya tawa Dara kembali terdengar memenuhi rumah.

...

"Tan,"

Sekar sudah memutuskan untuk menanyakan soal Aluna kepada Tania, yah walaupun ia yakin tak ada masalah teknis seperti keceplosan nantinya.

"Apa?" tanya Tania yang kini sudah berbaring di kasurnya, sedangkan Tania duduk di sofa kamar.

"Lo kenal Aluna?"

Wajah Tania langsung berubah datar, gadis itu memutar bola matanya malas. "Kenal. Kenapa sih lo jadi bahas dia?"

"Gue juga kenal sama dia,"

"Hah? dari mana?"

"Gue ketemu dia di jalan tadi, lagi bagi-bagi baju sama anak-anak di lampu merah. Baik banget."

Tania mendengus kesal, kalau hanya bagi-bagi baju juga ia bisa. Memangnya hanya Aluna saja yang bisa?

"Udahlah, nggak usah ngomongin dia. Eh btw, tadi lo sempet ngobrol sama dia? lo udah tahu apa aja?"

"Katanya nggak usah ngomongin dia, tapi masih nanya-nanya." Cibir Sekar sambil menatap Tania kesal.

"Katanya, dia temennya Kak Alta, mantannya Kak Alta, terus dia kenal sama lo. Udah itu aja."

Tania mendelik tajam kekita Sekar menyebutkan 'mantan Alta'. Tania tidak suka Aluna dilabeli seperti itu.

"Alta tuh nggak punya mantan," ucap Tania selanjutnya sambil berguling ke kanan dan memeluk boneka beruangnya.

"Lah terus si Aluna tuh siapa kalau bukan mantannya? nggak mungkin lah dia ngaku-ngaku. Memangnya dia itu lo yang sering ngaku-ngaku jadi pacarnya Nam Joo Hyuk!"

"Kalau soal gue yang pacarnya Nam Joo Hyuk sih bener, tapi kalau Aluna mantannya Alta, itu salah besar. Alta lagi khilaf waktu nembak si Aluna."

Sekar memutar bola matanya jengah, "si Nam juga lagi khilaf waktu nembak lo."

Tania terkekeh, lalu hening. Sekar dengan buku tentang K-pop yang dipinjamnya dari perpustakaan Tania, sedangkan Tania dengan pikirannya yang menerobos angkasa.

"Ibu Peri," panggil Tania pelan dengan mata yang tetap menatap puluhan bintang glow in the dark yang menempel di langit-langit kamarnya.

"Apa?"

"Makasih ya udah buat gue ketawa, walaupun sempet buat gue kesel gara-gara Aluna."

"Iya, nggak usah dilanjutin lagi ya. Gue geli."

Tania menatap Sekar tajam, lalu melempar bantal ke arah gadis itu. Selanjutnya Sekar membalas melempar dengan boneka yang berada di lemari boneka Tania.

Perang pun terjadi.

Lagi-lagi, dari celah pintu yang terbuka, sepasang mata menatap Tania iri.

...

Guys, sadar nggak sih kalau nama-nama pemeran di ceritaku itu ada unsur cahayanya semua? Sirius Altair, Titania Shaula, Lentera, Pelita, Portia, Vega, dll.

Kira-kira kenapa?

Apakah sesudah selesai dengan SA aku bakal menulis sesuatu yang menjadi akhir dari nama-nama itu?

Ah ketularan Bighit kan gue😆😃

Salam sayang
Jennie🐇🐰

Sirius AltairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang