Jalan raya begitu sepi dan senyap. Tidak ada suara apapun selain suara angin dan hujan rintik-rintik. Aku pulang kuliah, setelah tadi berteduh lebih dulu dengan Jessica. Ya ... aku punya sahabat namanya Jessica atau Jess. Dia cewek supel dan lucu. Tapi, pada saat tertentu bisa jadi cewek yang centil dan mudah membuat cowo-cowok suka sama dia. Beda banget sama aku yang masih suka kaku kalau deket sama cowok.
Oh iya ... di kampus tadi aku berpapasan sama Rama. Cowok jurusan kedokteran semester Enam. Aku jadi salah tingkah karena dia tiba-tiba senyum ke aku. Gila nggak sih? Rama gitu loh. Cowok yang aku taksir sejak aku masuk semester Satu. Oh gosh ...
Katanya Jess. Aku itu suka nggak peka nangkap sinyal dari cowok keren. Aturannya digarap aja kalau tuh cowok udah senyum ke aku. Jujur saja, nyaliku langsung ciut. Entah kenapa aku nggak bisa aktif kayak Jess kalau urusan cowok. Padahal selain Jessica, aku ada Dua teman cowok, yaitu Dante dan Farel.
Kemejaku hampir basah semua terkena air hujan. Susah payah aku peluk tas biar buku-buku di dalamnya nggak basah.
Aku tinggal sama Tante Sania adiknya bunda. Bunda dan Ayah sudah meninggal karena kecelakaan. Ya ... jadilah aku terdampar di rumah Tante Sania. Tante yang masih seksi di usianya yang sudah 40 Tahun. Aku juga nggak mau berpikir keras tentang kehidupan Tante Sania yang bebas bergonta-ganti teman kencan. Karena dari situlah beliau mencari uang, dan menghidupi kami berdua. Walaupun aku masih punya uang untuk kuliah dari asuransi Ayah.
BRUK !
Suara seseorang terjatuh. Aku yang masih mengeringkan rambut dari air hujan, terkejut sampai tanganku lemas.
Aku mengintip dari sela pintu kamar.
"Heh, kenapa dia masih hidup?" tanya laki-laki berkepala plontos, sambil tangannya menarik rambut Tante Sania. Aku terkejut hingga merinding. Ada apa ini?
"Aku ... aku belum menemukan waktu yang pas untuk memasukan cairan itu pada minumannya," jawab Tante Sania dengan wajah yang penuh lebam. Air matanya keluar. Tapi, wajahnya tetap menantang lawan bicaranya.
"Tapi, kemarin gue udah kasih lo uang untuk jasa lo itu, brengsek!" ujar laki-laki yang satunya. Yang ini tampangnya bengis dan siap menyiksa siapapun.
"Maaf ... aku akan coba lagi,"
Aku cuma menutup mulut sambil menggeleng dari kamar. Kenapa Tante Sania terlibat masalah pelik seperti ini? Aku nggak tahan tante disiksa oleh tangan-tangan besar laki-laki. Apa-apaan mereka beraninya sama perempuan.
"Lo punya waktu Tiga hari untuk lakukan perintah gue. Atau uang yang kemarin lo ambil, harus lo balikin." si kepala plontos, memperingatkan Tante Sania dengan tatapan intimidasi.
Tante Sania terduduk di lantai, sambil merapikan rambut dan pakaiannya. Ia terlihat berantakan sekali.
"Inget ya, lo balikin uang itu. Kalau lo nggak berhasil. Atau gue buat hidup lo menderita."
Kedua laki-laki itu keluar sambil membanting pintu.
"Tante ... kenapa bisa begini?"
"Ini urusan gue Bell. Udah sana masuk kamar dan istirahat," Tante Sania nggak terima aku membantunya berdiri. Aku meringis melihat bibirnya yang terluka. Lalu ia berjalan masuk ke kamarnya.
Aku membuka pintu kamar Tante Sania sambil membawa baskom berisi air hangat yang sudah tercampur cairan antiseptik.
"Tante, maaf Bella masuk gitu aja. Biar Bella bantu, obatin wajah dan bibirnya,"
"Bell, gue nggak tau harus ngomong apa sama kakak gue kalau gue nggak berhasil ngejaga anaknya,"
Tanganku terhenti saat mengusap luka pada bibirnya. Ada rasa sedih terselip ketika Tante Sania mengatakan itu.
"Tante. Bukannya Bella mau ikut campur urusan tante. Memangnya, kenapa mereka memukul tante tadi?" Aku bertanya dengan rasa agak takut. Lalu Tante Sania menatapku dengan tatapan khawatir.
"Bella. Gue tahu gue bukan wanita baik-baik. Bahkan lo sering lihat kan gue gimana ke laki-laki. Mereka semua cuma mau badan gue doang."ujar Tante Sania.
Aku memilih tidak menjawabnya. Dan memberikannya teh chamomile agar ia lebih tenang. Aku perhatikan keningnya berkerut, seperti memikirkan sesuatu.
"Bel. Lo nggak boleh berhenti kuliah ya. Karena gue udah janji sama bunda lo. Untuk biaya makan sehari-hari biar jadi urusan gue."
"Tante, aku juga bisa kerja tanpa harus berhenti kuliah," balasku sambil menarik selimut menutupi tubuhnya.
"Enggak. Jangan Bell, gue bakalan ngerasa bersalah sama bunda lo." timpalnya lagi.
Aku memilih keluar kamar Tante Sania. Duduk di depan televisi, sambil memikirkan ada apa dengan Tante Sania. Kenapa ia diserang oleh beberapa pria memakai stelan jas hitam.
Ponselku berbunyi, nama Dante muncul di layar.
"Bell, mau latihan nggak?" tanyanya di seberang sana.
"Gue bingung Dan. Tante Sania lagi nggak bisa ditinggal. Gue rasanya mau ngehajar orang."
"Maksud lo?"
"Tadi Tante Sania habis dipukulin dua orang laki-laki yang gue nggak kenal," balasku panjang lebar.
"Hah? Itu laki-laki apa banci? Beraninya sama perempuan. Yaudah lo ke sini deh. Latihan, biar bisa lindungin tante lo."
Setelah aku pikir-pikir benar juga. Sebaiknya aku latihan bareng Dante, kick boxing dan taekwondo atau lebih tenarnya sekarang Martial arts.
Aku memang dari dulu senang melakukan hal-hal menantang dibandingkan duduk manis di salon atau nongkrong cantik di cafe. Ya, aku nggak menampik, kalau masih suka nongkrong juga bareng Jess, Dante dan Farel. Tapi, latihan bela diri ini juga membuat adrenalinku terpacu.
Oh iya, nama lengkapku Arabella. Pasti bingung, kenapa namaku begitu?
Itu karena bunda memberi namaku dari bahasa latin yang artinya cantik atau indah. Ayahku asli India, sehingga wajahku agak berbeda dengan gadis-gadis Indonesia.
Sudah dulu ya, nanti aku terusin lagi. Aku mau latihan ke tempat Dante. Aku kembali lagi setelah Dua jam. Mudah-mudahan Tante Sania baik-baik saja.*******************************************
Aku membuat cerita ini untuk mengisi waktu luang. Memang masih jauh dari sempurna. Tapi, sumpah! aku cuma mau nulis dan mengeluarkan ide yang ada di kepalaku. Hehehehe
Please vote dan comment yah readers.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Addiction
Ficción GeneralWARNING 21+ Arabella seorang mahasiswi cantik yang agak tomboy. Dijebak dalam situasi sulit oleh pengusaha tampan, yang ingin menitipkan benih pada rahimnya. Tanpa pernah bertemu, tanpa pernah kenal, pria itu mengharuskannya hamil dan memaksanya men...