Today Or Never

9.8K 374 7
                                    

Aku mengangkat rok lehenga hingga kakiku terlihat. Aku berusaha menyamakan langkahku dengannya.
"Fred, sekarang Hugo dan Jason sudah tahu kalau kamu ada di Jakarta. Lalu gimana?"kataku sambil berlari kecil. Dia membuka pintu mobil dan memintaku masuk ke dalamnya. Lalu dengan tenang dia mengatakan pada sang supir bahwa dia yang akan mengemudi mobil mewah itu. Jangan tanya merek mobilnya, karena aku sendiri nggak tahu. Bahkan di pesta ini nggak banyak mobil yang seperti punya Fred. Mobil ini berwarna biru tua dan lampu biru di bagian bawahnya. Keren sih, tapi tetap saja aku bingung cara naiknya.

 Keren sih, tapi tetap saja aku bingung cara naiknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fred duduk di balik kemudi dengan wajah yang lelah. Ia pasti memikirkan ayahnya Mr. Baning Clarke. Bagaimana pun, pria tua itu satu-satunya yang yakin Fred bisa membuat perusahaanny besar seperti sekarang ini. Dan Hugo si iri hati yang tidak rela melihat saudaranya memimpin perusahaan. Mereka berusaha membunuh Tuan Baning. Aku bisa melihat raut khawatir di wajah Fred. Dia menyayangi ibunya, dia juga tahu kalau Mr.Baning mencintai istri pertamanya itu.

"Fred ... Fred ..."aku memanggilnya pelan. Dia tetap tidak menoleh. Aku diam lagi. Nggak enak hati kalau mengganggu orang yang sedang galau.

"Sugar, bagaimana kalau kita menikah secepatnya?"akhirnya dia bersuara di dalam keheningan.

"Tapi, Tuan Baning sedang sakit. Kita nggak bisa ninggalin ayahmu begitu aja, Fred."aku memberikan pengertian padanya. Aku nggak enak hati menikah dalam keadaan seperti ini.

"Tidak ada cara lain, Bell. Mereka tidak akan berhenti menekanku dengan segala cara,"
"Kamu pikir mereka akan berhenti kalau kita menikah? Ingat perjanjian awal dalam surat warisan, Fred. Bukankah tujuan utama membuatku hamil suapa bisa mengambil semua yang sudah diwariskan ke kamu?"
Dia menggaruk dagunya yang ditumbuhi rambut, "Ya, aku tahu. Aku cuma tidak ingin kamu berada di luar jangkauanku."ujarnya lagi.

Aku nggak tega memikirkan ayahnya Fred. Meskipun orang tua itu nggak kenal baik sama aku. Paling enggak, aku yakin dia orang baik.
"Fred, sebaiknya kita ke rumah sakit melihat keadaan ayahmu,"
Dia mengemudi ke luar Jakarta, ya aku tahu ini luar Jakarta.
Fred menghembuskan napas halus, "Aku sudah meminta Boni mengurus semuanya tentang Daddy. Dia akan mengabariku satu jam lagi."

Aku terdiam karena sedikit ngantuk dan capek seharian. Pakaian India ini bikin aku kayak boneka. Leherku kaku banget.

"Kita mau ke mana, Fred?"
Dia tersenyum simpul, "ke tempat yang belum pernah kamu lihat,"
"Kita keluar Jakarta?"
"Tidak, kita masih di dalam Jakarta."

Dahiku mengkerut karena bingung. "Bella, tidurlah dulu kalau kamu mengantuk. Jika sudah sampai, aku akan membangunkanmu."

Aku terdiam. Lebih tepatnya dia mau aku tidur karena dia ingin memikirkan sesuatu. Dia merencanakan sesuatu. Dan nggak mau diganggu.

Aku merasakan seseorang mengangkat tubuhku. Wajahku dekat dengan dadanya dan detak jantungnya. "Fred, kok nggak bangunin aku kalau sudah sampai,"
"Aku tidak tega, karena tidurmu pulas sekali."jawabnya lagi.

Sweet AddictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang