Aku menggeliat dan memerhatikan seluruh ruangan. Aku hampir lupa kalau saat ini sedang menginap di rumah Fred karena rasa khawatirnya yang begitu besar.
"Bella!" Suara tante Sania terdengar nyaring waktu mengetuk pintu kamar. Sambil mengumpulkan napas, mengatur keseimbangan aku bangun dan membuka pintu.
"Udah bangun?" tanyanya dengan wajah serius. Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Lihat Fred nggak tante?"
Sambil sesekali melihat keluar, tante Sania memerhatikan wajahku lagi, "tadi gue lihat dia sudah keluar pagi jam delapan. Waktu gue mau bangunin lo. Dia bilang jangan. Dia bakalan balik untuk makan siang." Jelas tante Sania.Aku masih terdiam sambil mengingat apa yang sudah Fred katakan semalam.
Ya, dia ada rapat pemegang saham. Pasti mereka akan menyerangnya habis-habisan.
Bik Sri mengetuk pintu kamar, "Non bagaimana tidurmu?"
Aku segera memeluk Bik Sri. Sudah lama juga kami nggak bertemu. "Tidurku nyenyak, Bik."
Dia tersenyum sambil mengelus rambutku, "Bibik membuat sup krim dan roti panggang." Serunya lagi sambil menarik tanganku dan tante Sania untuk segera sarapan."Nak Fred barusan telepon menanyakan apakah Non Bella sudah bangun. Kalau sudah bangun, yah harus dibuatkan sarapan." katanya lagi dengan logat jawa. Dia ceria sekali waktu melayaniku dan tante Sania.
"Bik, maaf yah menyusahkan terus."
Dia menangkis dengan tangan kanan seperti mengusir nyamuk, "Bibik malah senang kalau ada teman ngobrol dan makan di rumah. Waktu Nak Fred meminta saya untuk merapikan kamarnya Non Bella, saya nggak berhenti mengucap syukur."
Aku tersenyum sambil mengusap lengannya. Nggak kebayang gimana kesepiannya Bik Sri. Dia sudah nggak punya keluarga. Fred yang memintanya untuk tinggal sebagai anggota keluarga.
Telepon rumah berdering, Bik Sri mengangkat telepon. Dia menjawab seolah-olah penelpon itu menanyakan aku.
"Non, Nak Fred mau bicara."
Aku segera ke ruangan perpustakaan yang dekat dengan ruang makan.
"Hallo," suaranya terdengar ringan di seberang sana.
"Hallo, kamu di mana?"
"Aku masih mengurus sesuatu yang penting. Bella, hhmm .... kamu membawa paspor?"
"Iya, aku bawa. Kenapa Fred?"
"Akan aku jelaskan begitu tiba di rumah."katanya lagi dengan cepat.
"Bella,"
Dia terdiam dan aku juga terdiam. Sebenarnya ada apa sih?
"Maaf jika aku menyakitimu. Aku tidak punya pilihan. Aku rasa, aku harus segera melakukannya."
"Eh, ada apa sih, Fred? Kamu sakit? Kamu nggak salah apa-apa kok!"
"Aku sudah banyak membuatmu menderita."
"Tapi, aku nggak apa-apa kok."
"Aku bersumpah akan melindungimu. Meskipun, taruhannya adalah nyawaku." ujarnya lagi dengan tegas aku dapat mendengar tarikkan napasnya di telepon.Memangnya dia nggak bisa sampai rumah dulu baru ngomong kayak gitu?
Dia bikin aku nggak enak hati.
"Fred, kalau kamu kayak gini. Aku bisa kena serangan jantung, loh!" kataku lagi setengah kesal.
"See you at home, My Queen!"
Aku menutup telepon dengan perasaan haru. Penasaran dan hati berdebar. Belakangan ini, Fred menjelma menjadi laki-laki yang penuh kejutan. Dia makin suka memuji. Dia mengatakan kalau aku ini ratunya.
Saat aku menutup telepon, aku mendengar suara seorang pria dan wanita ribut-ribut mencari Fred. Rico melarangnya masuk. Tapi, dia malah menampar Rico. Rico terlihat tidak enak hati menampar wanita tua dengan wajah galak kayak singa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Addiction
General FictionWARNING 21+ Arabella seorang mahasiswi cantik yang agak tomboy. Dijebak dalam situasi sulit oleh pengusaha tampan, yang ingin menitipkan benih pada rahimnya. Tanpa pernah bertemu, tanpa pernah kenal, pria itu mengharuskannya hamil dan memaksanya men...