8. bawaan lahir

183 19 9
                                    

Hikari berjalan dibelakang Abi dan Aldi. Dalam diamnya dia sangat menikmati aroma kelembutan yang memancar dari Abi. Meski sesungguhnya itu hanyalah aroma parfum murahan yang Abi beli di kawasan Condet tapi Hikari tetap senang dengan aromanya.

Hikari juga merasa aneh dengan dirinya yang selalu berdebar saat berdekatan dengan Abi. Bukan karena kesalahan yang dia buat tadi saat Abi menyuruhnya untuk mencoba membuka counter dan berjualan. Hikari memang melakukan kesalahan yang cukup fatal dengan salah memasukan jenis transaksi pembayaran ke dalam sistem penjualan pada komputernya. Bagi orang awam memang itu hal yang mudah dan sepele tapi nyatanya adalah kesalahan yang diinputkan pada transaksi yang dibuat dengan sistem jaringan komputer itu bisa berakibat fatal pada departemen yang lain.

Memang sih hal itu bisa diselesaikan dengan membuat berita acara setoran dan Abi sudah hafal benar dengan alasan yang akan ia cantumkan sehingga akan terlihat masuk akal bagi departemen lain, tapi Abi yang merupakan karyawan lama akan menerima sindiran dari petugas treasury yang merupakan kaki tangan departemen finance dan memiliki tugas menerima uang penjualan tiket.

Abi memang menegur Hikari dengan sangat tegas dan membuat Hikari sedikit meneteskan air mata tapi tetap Hikari menerima semua teguran Abi dengan lapang dada.

"Gue gak pengen lo gagal training hanya karena masalah sepele kayak gini".
Ucapan Abi itu sebenarnya hal yang biasa saja tapi Hikari justru merasa bahwa Abi itu tidak mau kehilangan Hikari. Pernyataan itu juga yang membuat Hikari berfikir kalau Abi suka kepadanya dan Hikari menjadi terpesona.

Hikari sadar bahwa usia mereka memang terpaut jauh dan hal itu menjadi masalah yang signifikan.

"Oh tidak! jika ia tahu siapa aku pasti dia akan menjauh dariku. tapi kurasa dengan kedewasaannya dia akan bisa menerimaku apa adanya", batinnya.

Hikari memang tak berpengalaman dalam hubungan lawan jenis sehingga dia juga sedikit bingung apakah ini sebuah rasa kagum atau rasa cinta? Apakah cinta itu harus ia labuhkan pada orang ini? Tapi apakah cinta bisa tumbuh hanya karena kedekatan yang terjalin hanya dalam waktu 3 hari saja. meskipun Abi memang terkesan jutek tapi bagi Hikari pria itu baik, mungkin ada sesuatu yang membuatnya jadi seperti itu. Buktinya cuma dia saja yang panik saat aku pingsan kemarin dan dia satu-satunya pria yang perhatian dengan keadaannya.

Hikari sadar bahwa ia terlalu banyak inginnya mungkin saja Abi sudah punya istri, apalagi usianya sudah sangat matang.

Abi masih sibuk memainkan ponselnya sambil berjalan, sesekali ia tertawa dan sesekali wajahnya terlihat serius.

"kak Abi kok boleh bawa ponsel?", tanya Hikari heran, padahal aturan perusahaan melarang karyawan se-level mereka untuk membawa ponsel dalam area kerja. Biasanya setelah istirahat di kafetaria semua karyawan yang terlibat di sekitar area permainan akan segera menaruh ponsel mereka di loker sebelum kembali ke area kerja.

"ini mau ditaruh kok... sekalian mau numpang recharge batre", jawab Abi sambil memainkan ponselnya kembali.

"Al, gue ke marketing sebentar ya? kalian duluan aja", kata Abi saat berada di simpang lorong.

Hikari menatap Abi dengan pandangan tak mengerti dan hanya bisa mengeluarkan kata "anooo " saja. Abi yang melihat kebingungan itu pun langsung menjelaskan.

"kamu bebas.. bisa belajar sama siapa aja, gak usah malu bertanya nanti kalau masih gak ngerti bisa tanya saya lagi... oh iya.. jangan buat salah dan membuat masalah lagi,  jangan pingsan di jalan juga", jelasnya sambil sedikit tertawa kemudian meninggalkan Hikari dan Aldi yang masih terdiam melepas Abi yang menghilang saat berbelok menuju lorong yang lain.

"ehh dia mau apa ke marketing?", tanya Hikari saat Aldi mengajaknya untuk melanjutkan perjalanan.

"Saya gak tau! dia memang sering begitu, menghilang gak jelas mungkin cuma koordinator dan manager aja yang ngerti", jelas Aldi.

Mereka pun melanjutkan perjalanannya menuju area penjualan tiket tanpa ada obrolan sama sekali.

Sesampainya disana suasana terkesan sepi, sedikit sekali yang membeli tiket dan kondisinya tidak sepadat tadi pagi.

Hikari memilih menuju counter 9 dan 10 tempat dimana Tya dan Hendra berada. Dia memilih mendekatinya karena hanya mereka yang ia kenal untuk saat ini. mereka sedang meregistrasi tiket rombongan untuk besok pagi. Meski banyak yang mereka harus kerjakan tapi mereka tetap bisa melakukannya sambil bercanda.

"maaf.. apa kalian bisa mengajarkan aku?", tanya Hikari yang dijawab dengan saling pandang.

"emangnya si pak guru kemana?", tanya Hendra dengan tidak meninggalkan pekerjaannya.

"dia ke marketing", jawab Hikari yang sudah duduk di kursi pada counter 8.

"ah kebiasaan tuh dia, ngelayap-ngelayap mulu.. gak tanggungjawab banget", ujar Tya dengan kesal.

"jangan begitu, lo kayak gak kenal dia aja, kan emang kerjaannya dia begitu... super sibuk, ntar juga dia balik lagi", ujar Hendra.

"dia sering seperti itu?", tanya Hikari lagi.

"ya gitu deh, kalo mo tahu lebih banyak tanya bu Astri aja", jawab Hendra singkat.

"emm menurut kamu... Abi tuh orang yang seperti apa?", tanya Tya sambil melanjutkan registrasi tiket.

Hikari menjawabnya dengan kata "Jutek". Hal itu tentu saja membuat Hendra dan Tya menjadi tertawa kecil karena seperti yang sudah mereka duga bahwa semua murid Abi akan menjawab dengan hal yang sama.

"Tapi dia baik kok", lanjut Hikari yang akhirnya membuat mereka saling berpandangan.

"terus kamu suka dia?", tanya Tya yang membuat Hikari menjadi panik.

"eh bukan gitu maksudku", Hikari mencoba meralat perkataannya.

"terus kenapa panik dan malu begitu?", Tya mencoba menyelidiki.

"ya elah gak mungkin juga kali beib, Akew mah sukanya sama tante-tante", ledek Hendra lagi.

"dia belum punya istri?", tanpa sadar Hikari bertanya seperti itu.

"dia siapa maksudnya?", tanya Tya lagi.

"gak jadi deh.. aku salah", sanggah Hikari sambil menutup rasa malu.

"ciee jadi betulan suka nih?", canda Hendra lagi tapi tak dijawab malah memgalihkan dengan pertanyaaan seputar pekerjaan ini.
Mereka menjawabnya dengan santai tapi serius dan sesekali di selingi gurauan. Tak terasa hampir satu jam mereka bersama-sama.

Abi datang bersama Yudi sambil berbicara dengan serius. Pandangan Hikari tak lepas dari sosok pria itu.
"ciee biasa aja kali ngeliatnya ntar jadi naksir betulan loh", canda Hendra lagi.

"ihh kak Hendra ngomong apaan sih", jawab Hikari yang tak kuat dengan candaan itu.

"udah pada akrab nih kayaknya... sampai pada ketawa berjamaah gitu", sapa Yudi saat sudah mendekat.

"biasa deh si ndut lagi ngelawak", jawab Tya.

"lah kok gue yang disalahin, Hikari tuh yang lagi curhat", goda Hendra membuatku malu.

"iihhhh kak Hendra udah kali bercandanya".

"curhat apaan sih?", tanya Yudi dengan kepo.

"gak.. gak curhat kok.. cuma mengenal lebih dalam aja. iya kan ndut?", tanya Tya dengan jari tangan mengepal dan diarahkan ke depan wajah dengan sedikit serius.

Hendra hanya terdiam dengan mengatupkan kedua bibirnya kemudian melakukan gerakan seperti sedang mengunci mulutnya dan melemparkan anak kuncinya entah dimana.

"Ada yang belum dimengerti gak?", tanya Yudi kepada Hikari yang masih senyum akibat ulah Hendra tadi.

Hikari mencoba sedikit berfikir hingga akhirnya keluar pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. "Kenapa kak Abi jutek ke aku?".

Pertanyaan itu hanya dijawab dengan sebuah tawa oleh Yudi.

"Itu sudah bawaan dari lahir, setiap orang yang baru kenal dia pasti bilang gitu. Jadi gak usah dimasukan ke dalam hati", jawab Yudi sambil menepuk bahu Abi.

"Satu lagi tuh korban dari kejutekan lo", lanjut Yudi sambil menjauh pergi.

tak semanis teh setengah manis (Rehat Dulu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang