42. Esia

95 14 8
                                    


"Haduueh kalo Akew tau bisa dimarahi abis-abisan nih gue", Hendra menepuk jidatnya.

Suasana menjadi hening untuk sesaat. Hendra terdiam karena tak tahu harus memulai dari mana. Dia sedikit menyesali kecerobohannya yang tak mampu mengendalikan kata-kata yang terucap dan ini adalah sebuah kecacatan yang dimiliki olehnya.

"Makanya kalo mau ngomong jangan terbawa emosi, pikirkan dulu dampak dari yang mau lo omongin itu, jangan asal lempar ludah aja", begitu nasehat abi saat Hendra mendapatkan komplain dari seorang pengunjung.

Dahulu memang Hendra adalah type orang yang banyak bicara, bagi Hendra itu adalah salah satu caranya bersosialisasi dengan orang lain. Hendra selalu berasumsi bahwa orang yang banyak bicara akan mudah menjadi pusat perhatian orang lain. Tapi semua prinsip yang ia pegang itu runtuh saat ia makin akrab dengan Abi.

Orang yang tidak banyak bicara itu malah memiliki sederet penggemar di tempatnya bekerja bahkan tidak sedikit para pengunjung yang nyaman saat berkomunikasi dengannya. Ada juga pengunjung yang rela untuk antri berlama lama hanya untuk dapat dilayani oleh Abi.

"Silahkan di counter 6 bu", sapa Hendra saat menjadi petugas entry liner yang berfungsi untuk mengatur antrian pembelian tiket dan menginformasikan serta mengarahkan calon pembeli tiket ke counter yang sudah selesai bertransaksi.

"saya menunggu counternya mas Abi kosong saja", ujar sang calon pembeli sehingga membuat sang Entry liner meminta antrian selanjutnya untuk dapat dilayani. Bahkan pernah suatu ketika Hendra mendapati 2 keluarga berbeda yang mengantri tiket secara berurutan dan keduanya meminta untuk dilayani di counter yang sama yaitu counternya Abi.
Jika sudah begitu maka sudah tentu akan menjadi masalah serius bagi sang entry liner karena akan terjadi kepadatan di jalur antrian. Tak lama kemudian suara bu Astri akan hadir di Handy Talkynya untuk mempertanyakan keadaan antrian yang tidak wajar itu, maka Hendra akan menjawab dengan wajah serius sebelum terdengar nasehat yang panjang dari atasannya itu. "Oooh ini saudaranya Akew", begitulah jawaban termudah yang bisa Hendra berikan kepada atasannya.

Abi yang bagi sebagian orang dianggap jutek ternyata memiliki fans yang tidak bisa dibilang banyak tapi cukup loyal. Jika para fans Abi datang maka bisa dipastikan bahwa hari itu laci counter Abi akan dipenuhi oleh barang pemberian dari pengunjungnya minimal sebatang coklat.

Pernah Abi dicurigai oleh Bu Astri sebagai pengemis yang meminta belas kasihan dari kebaikan hati para calon pengunjungnya. Bagaimana tidak dicurigai jika nyatanya saat Bu Astri dan departement treasury melakukan inspeksi mendadak di semua laci counter. Mereka mendapati laci Abi penuh dengan plastik makanan dan juga beberapa bungkus bingkisan yang layak diberikan sebagai sebuah kado. Hendra menjadi saksi yang kebetulan saat itu bertugas disebelah counter Abi dan mengetahui kronologis pemberian itu.

"Itu dari 4 orang pengunjung berbeda bu, dan mereka memberikannya tanpa pernah Abi minta ataupun mengemis", bela Hendra saat itu.

Pembelaan seperti itu bukanlah tanpa tanda jasa tapi ada upeti yang harus Abi relakan untuk menenangkan anak cacing di perut Hendra.

"Dunia ini sudah cukup bising meskipun gue cuma bisa diam, Dunia ini gak butuh dengan kalimat-kalimat yang gak berkualitas.. bukankah diam lebih baik bila kita tak mampu berbicara yang baik?", begitu pesan Abi saat dirinya terkena jatah menyampaikan motivasi dalam briefing pagi sebelum melakukan aktivitas kerja.

Kalimat itu yang Hendra pegang sejak saat itu. Dia lebih berhati-hati dalam berkata-kata meski Hendra tak bisa menjadi seperti Abi yang jarang bicara dan sulit bercanda. Setidaknya Hendra sudah tidak lagi banyak meluncurkan air ludahnya kepada orang yang ada menjadi lawan bicaranya.

Siapa pun yang pernah hidup di zaman Ponsel CDMA pasti tau bahwa Esia pernah mengeluarkan tarif 1 rupiah per karakter dalam tarif SMS nya, dan Abi adalah ibarat seorang pengguna yang super hemat dalam menggunakan kesempatan itu sehingga dia hanya akan menuliskan huruf Y sebagai ganti dari kata "ya".

Hendra kembali ke dunia nyata saat sebuah bantal tepat mendarat di dada Hendra.

"Lama amat lo mikirnya, emangnya kalo cerita tuh butuh mikir ya?", sindir Tya dengan senyum nyinyirnya. Hendra mengusap dadanya beberapa kali sebagai ungkapan kekagetannya.

"Gue bingung mau mulai dari mana", jawab Hendra yang mulai mencoba untuk lebih berhati-hati agar tidak membuatnya salah bicara lagi.

------------

tak semanis teh setengah manis (Rehat Dulu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang