Abi masih berdiri di depan sebuah gerbang rumah yang pada bagian pintunya terbuat dari kayu setinggi 2 meter sementara tembok pagar terbuat dari besi yang dilapisi cat warna putih. Abi memandangi ponselnya untuk sesaat sebelum kemudian kembali melihat deret angka yang terukir di salah satu tiang pintu pagar.
Rumah itu jika dibandingkan dengan rumah yang ditempati oleh Abi maka tak akan ada artinya.
Rumah Abi yang hanya berukuran 3x8 meter mungkin hanya menjadi ruang garasi mobil bagi rumah ini.
Belum lagi jika dilihat dari luar pagar bahwa jarak antara rumah dan pagar itu cukup jauh. Beberapa ranting lengkap dengan daun dari pohon mangga juga menjuntai ke luar, melewati batas pagar. Abi mengira bahwa rumah itu dipenuhi taman yang cukup luas atau mungkin area parkir mobil yang memisahkan antara pagar dan bangunan rumah itu.
Meski begitu Abi tak memikirkan tentang berapa pajak bumi dan bangunan yang harus dibayar, atau berapa uang yang dibutuhkan untuk membangun rumah itu, Yang ada di benak Abi hanya betapa lelahnya jika ia menjadi pembantu di rumah itu dan membersihkan rumah itu sendiri.
Lamunannya berlarian saat suara Klakson mobil memaksanya menyingkir ke sisi gerbang. Tak lama kemudian pintu kayu itu dibukakan oleh seorang security membuat mobil freed putih itu memasuki halaman rumah yang cukup luas.
Setelah mobil itu masuk, seorang security dengan postur tubuh yang tinggi dan tegap mendekati Abi.
"Ini mas". Sang security memberikan selembar uang 5 ribuan kepada Abi.
Dalam kebodohannya Abi hanya ternganga dan menerima saja uang itu. Kesadarannya pulih saat petugas itu mengusirnya dengan halus sambil berusaha menutup gerbang.
Tampilan Abi yang sedang menggunakan 2 tongkat dengan kaki yang dibalut banyak perban telah membuat orang berasumsi sebagai pengemis.
"Eeehh tunggu... ", teriak Abi kemudian mempertanyakan kepada petugas itu apakah di rumah itu ada yang bernama Asada Hikari.
Dari balik pintu yang hampir tertutup itu sepasang mata penuh curiga sedang menelanjangi sosok Abi. Bagaimana mungkin seorang pengemis bisa mengetahui nama penghuni rumah ini dengan nama lengkapnya.
"Saya bukan pengemis", ujar Abi bersikap seperti orang yang bisa membaca fikiran sambil menyodorkan kembali uang yang tadi sempat ia terima. Setelah menerima uang itu sang security menanyakan maksud dan kedatangan Abi.
"betul.. tapi mas ini siapa?", tanyanya dengan Heran.
"Nama saya Adi Bima, teman kerjanya Hikari".
Wajah sang security terlihat sedikit kaget sebelum akhirnya mencoba tersenyum untuk mencairkan suasana itu.
"ooo begitu toh, mari masuk mas tapi mohon isi buku tamu dulu atau tinggalkan kartu tanda pengenal", katanya penuh sopan sambil mengajak masuk ke sebuah ruangan berukuran 3x4 meter yang merupakan tempat sekuriti itu bertugas.
Abi menyerahkan kartu identitas miliknya kepada petugas itu. Setelah selesai dengan pendataan dari security itu ia berjalan menuju teras rumah, seperti yang telah diarahkan sekuriti tadi.Matanya memandang sekeliling area halaman. 3 buah mobil yang terparkir rapih serta taman yang cukup luas dilengkapi dengan sebuah kolam ikan lengkap dengan miniatur air terjunnya.
Di beberapa sudut juga terpasang kamera cctv untuk kelengkapan keamanan. Saat itulah tanpa sengaja Abi seperti melihat sosok yang sudah ia kenal sebelumnya.
"Mang Ujang", setengah teriak Abi sebut nama itu. Sang pemilik nama berpaling sesaat sebelum mematikan laju air yang mengalir dari selang sehingga menghentikan aktivitasnya mencuci mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
tak semanis teh setengah manis (Rehat Dulu)
Romance"Mantan itu bukan untuk dilupakan, karena melupakan adalah bagian dari proses mengingat yaitu mengingat untuk tidak mengingat". Cerita ditulis secara suka-sukanya saya dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.. Jangan dikejar-kejar jadwal up date-ny...