44. VC

111 15 19
                                    


"Byuuuur... byuuuuurrr", suara itu berasal dari kolam renang saat 2 tubuh manusia dengan bobot tubuh yang tak biasa mendarat di permukaan air. Gelak tawa terdengar setelah 2 sosok itu bermunculan di permukaan.

Abi masih serius berbincang dengan sang pemilik rumah. Mereka sama sekali tak terganggu dengan keriuhan yang diciptakan oleh Hendra dan Yudi. Sesekali mereka saling menenggelamkan kepala satu dengan lainnya. Tak ada rasa canggung diantara dua anak manusia itu. Mungkin mereka lupa kalau ini bukanlah sebuah arena water theme park.

Papa Hika merasa perlu untuk melihat keadaan Hika di kamar sehingga ia memilih untuk menyudahi obrolan mereka.

"Teman-temanmu sudah muncul semua Bim, sepertinya waktunya sesi anak muda bersenang-senang", gurau Papa Hikari sambil menghabiskan minuman tehnya. Abi hanya tersenyum mendengar candaannya yang seperti gaya anak muda itu.

"Kapan-kapan kamu main ke kantor ya? saya mau berbincang-bincang lagi membahas ide kamu yang briliant itu, atau kamu mau pindah ke kantor saya? pasti langsung saya terima", ujarnya sambil menyerahkan kartu nama.
Abi langsung menyimpan kartu nama itu tanpa melihatnya terlebih dahulu.

"Terima kasih untuk kesempatan itu, tapi saya masih senang dengan jualan tiket kok om, mudah, gak ribet dan menyenangkan", balas Abi yang membuat orang tua itu tertawa sebelum meninggalkan teras belakang rumah yang letaknya tak jauh dari kolam renang.

Abi berpindah duduknya ke sebuah kursi panjang dengan bentuk ayunan yang terbuat dari kayu jati.

Dalam kesendiriannya Abi membuka beberapa pesan singkat diponselnya dan menjawab semua pesan itu. Karena terlalu serius dengan benda kotak ditangannya, Abi tak menyadari bahwa Hika sudah berada tak jauh dari posisi duduknya.

"Kamu jadi makin akrab dengan Papa, dan aku sangat senang sekali", suara lembut itu berhasil mengembalikan Abi dari dunia maya. Abi menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Hika sudah duduk manis di atas kursi roda, ia diantar mbak Nida.

"emmm biasa aja kok.. cuma ngomongin bisnis papamu doang", jawab Abi bersamaan dengan bunyi perutnya yang nyaring. Tentu saja hal itu membuat Abi sedikit malu.

"Lapar mas?", tanya mbak Nida sambil menahan tawa.

"Kok tau", canda Abi berusaha meniru lawakan di TV.

"Suara perutnya seperti beduk maghrib gitu mas", Jawabnya sambil masih menahan tawa sedangkan Hikari tak sanggup menahan tawanya saat mendengar obrolan mereka.

"Sebentar mas saya buatkan nasi goreng", ujar mbak Nida kemudian pergi meninggalkan kami.

"Kalian lucu", ujar Hika di sela-sela tawanya. Abi kembali menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tadinya ia mengira kalau Hika akan cemburu karena wanita biasanya akan lebih posesif saat melihat lelaki yang disukainya sedang menggoda wanita lain.

"Kamu pikir... aku akan cemburu dengan mbak Nida? memangnya kamu mau bersaing dengan Kak Hendra? mempertaruhkan persahabatan kalian?", ujar Hika.

Abi hanya mampu nyengir dengan pernyataan itu. "Lagian dia tau aja isi otak gue, jangan-jangan dia punya indra ke tujuh", begitu kata hati Abi.

Abi melempar pandangannya ke setiap sudut yang ia bisa jangkau namun ada satu sosok manis yang tak ia temukan keberadaannya.

"Kak Tya sedang mandi di kamarku", lagi-lagi Hika seperti bisa membaca pikiran Abi. Tak ada respon berlebihan dari Abi selain membulatkan bentuk bibirnya sambil bersenandung "oooooowwww".

Ponsel Abi mengeluarkan bunyinya, sedangkan pada layarnya layarnya tertulis nama "mbak Sofi" yang sedang meminta untuk melakukan video call.

Ponsel Abi mengeluarkan bunyinya, sedangkan pada layarnya layarnya tertulis nama "mbak Sofi" yang sedang meminta untuk melakukan video call

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
tak semanis teh setengah manis (Rehat Dulu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang