34. don't accept if seal is broken.

113 16 3
                                    

Abi pov.

"Teeeeetttttttttttt", motor itu melaju dalam kecepatan sekitar 60 km/jam. Pasti akan sangat menyakitkan jika kendaraan itu menabrak tubuh gadis manis yang masih mematung. Seolah kakinya terpendam dalam gundukan tanah sehingga tak bisa untuk sekedar berpindah tempat.
Pastinya bukan karena ia takjub melihat motor yang membelah kabut di pagi hari. Bukan pula karena melihat ketampanan sang pengemudi yang nyatanya hanya seorang pria paruh baya yang usianya sekitar 50 tahun dengan rambut hampir rata dengan uban.
Meski sudah aku teriakan untuk minggir tapi Hika masih juga tak bergerak dari tempatnya.

Mungkin ia terkena rapal sihir "immobulus". Sebuah mantra dalam film harry potter yang membuat target sihir menjadi tak bergerak.

Karena Hika tak juga bergerak maka seperti dalam adegan film, aku segera berlari ke arahnya dan mendorong tubuh itu hingga terjerembab di semak-semak pinggiran aspal.

Pandanganku gelap seketika dan tak ada suara benturan apapun. Aku mengira bahwa aku sedang dalam proses menuju alam kematian. Tapi suara kicauan burung di pagi hari dan ada sedikit rasa perih pada bagian siku dan lutut kanan membuatku menyadari bahwa aku masih hidup di dunia. Isak tangis mulai merayapi ruang dengarku, meski tak terdengar jelas tapi begitu dekat. Aku buka kelopak mata ini dengan perlahan sambil membayangkan kalau Hika sudah menjadi hantu cantik dengan kepala yang penuh dengan darah hingga menutupi sebagian wajahnya.

Nyatanya lain, yang aku lihat hanya wajah seorang wanita berkulit kuning dengan matanya yang bulat dipenuhi kubangan airmata. Kepalanya berada dalam dekapan tanganku berbantalkan lengan kanan sedang tangan kiriku berada dipinggang kanannya. tubuh kami begitu dekat meski tak terlalu rapat.

"kepala lo gak luka?", Aku masih belum bergerak dari posisi saat terjatuh tadi. Tak ada jawaban dari cewek Jepang itu, malah kini tanpa permisi ia merapatkan wajahnya di dadaku.

"Naze? (kenapa?)", hanya itu yang bisa Hika ucapkan sambil menangis.

"lah malah nangis", gumamku sambil berusaha menarik tangan kanan tapi menjadi sangat sulit karena Hika malah ikut merapatkan tubuhnya.

"Kenapa kamu baik dan perhatian ke aku? bagaimana kalau aku jadi suka dengan kamu", katanya sambil terisak.

"Gue cuma khawatir sama kepala lo doang, kan lo sering banget sakit kepala.. nanti kalo lo pingsan karena benturan bisa repot gue, jadi jangan lebay banget sih... lagi pula gue itu gak cocok buat lo", jawabku dengan cepat.

"Tapi aku merasa cocok dengan kamu", suaranya mulai terdengar jelas seiring tangisnya yang mulai mereda.

"Cocok dari mananya? gue cuma orang miskin yang gak punya apa-apa", kataku sambil berusaha untuk terlentang agar tubuh kami tak terlalu rapat tapi terasa sangat sulit.

"Kamu merasa seperti itu karena masa lalumu? karena rencana pernikahan dengan pacarmu yang sudah gagal itu? karena keluarganya menghina keluargamu yang tidak sekaya mereka?", cecarnya.

"Kamu tahu dari mana?", tanyaku.

"Aku bukan seperti dia.. yang harus kamu ingat adalah aku mencintaimu tanpa pernah melihat keluargamu. bukankah pertemuan pertama kita terjadi tanpa kamu membawa keluargamu? dan keluargaku sudah menerimamu apa adanya.. Tapi aku tidak memaksamu untuk mencintaiku".

Aku mencoba menelaah bahasa si anak Jepang yang susunan kalimatnya sangat berantakan. Sesuatu yang hangat dan basah terasa menyentuh pipiku, aku terdiam tak tahu harus berbuat apa.

Hangatnya sentuhan itu merayapi tubuh dan membakar akal sehatku. Disentuhnya pipi kiriku dan dipalingkan wajahku kearahnya. Senyumnya kembali terukir. Sebuah senyum yang tak mungkin bisa aku lupakan dalam waktu semalam.

"Terimakasih.... kamu sudah menyelamatkan aku", katanya dan apa yang ia lakukan selanjutnya justru bagaikan sengatan listrik yang menjalari tubuh.

Bibirnya yang lembut dan hangat itu menyentuh bibirku, anganku terbang sesaat, duniaku terasa hilang. sesuatu yang sudah lama tak kudapatkan kini hadir kembali.
Dering bel sepeda menyadarkan kami dan membuatku berusaha melepaskan pangutan itu. Tapi sepertinya dia tak mau semua ini cepat berakhir. Buktinya adalah bahwa tangannya mengunci wajahku bahkan kedua tanganku ternyata mendarat di kedua dadanya. Dada yang masih dalam kemasan bertuliskan "don't accept if seal is broken". Rasa Kenyal dan hangat begitu terasa menyusup hatiku bahkan membius angan untuk sesaat. Setengah sadar aku memeras dada itu untuk sesaat sebelum akhirnya mendorong tubuhnya sekuat tenaga.

Tubuhnya terdorong ke belakang, dan kesempatan itu tak aku sia-siakan. Aku segera bergerak dan duduk tak jauh darinya. Ia masih tak bergerak. Bahkan terkesan sedang berusaha mengingat kembali sensasi remasan pada dadanya tadi yang bagai sebuah mimpi di siang bolong.

"maaf.. saya terpaksa menyentuh dadamu.... jangan lakukan ini lagi... atau saya akan menjauh dari kamu.. termasuk jika kamu bercerita tentang ciuman tadi kepada orang lain", kataku dengan rasa malu sekaligus bersalah. Padahal efek dari pangutan itu sudah menuntun tanganku untuk menyentuh gundukan yang ranum itu. Sentuhan yang tak pernah kurencanakan. Sebuah sentuhan yang mungkin akan secara alamiah dilakukan oleh seorang pria saat sedang berpangutan.

Aku segera berdiri dan mengulurkan tangan kanan untuk membantunya bangun.

"kamu benci aku", tanyanya dengan posisi masih tertidur.

Pertanyaannya justru terdengar aneh ditelingaku. Apa perempuan Jepang memang senang diperlakukan seperti itu? Haduh jangan bikin ketegangan itu muncul dari salah satu organ di tubuhku dong Hika. Harusnya kan aku yang minta maaf ke kamu karena sudah kurang ajar.

"Saya tidak bilang seperti itu, ayo cepat bangun! perut saya beneran lapar nih", ajakku.

Diraihnya tanganku hingga kini sudah berdiri tegap.

Dibersihkannya baju dan celananya dari serpihan daun kering dan anak ranting yang melekat. Begitu juga dengan rambutnya namun karena masih ada yang tersisa akhirnya kuambil kotoran itu dari rambutnya. Dia juga melakukan hal yang sama denganku.

"kepalamu berdarah", katanya sambil menunjukan darah ditangannya.

"Pantes berasa nyut-nyutan", kataku sambil berusaha menyentuh luka itu tapi tanganku dipegangnya dan dia melarang karena tanganku yang tidak steril.
-------

Saya baru on lagi.. disela-sela kesibukan harian.. setelah akunnya bisa digunakan kembali karena lupa password email. Maklum masa mudanya udah lewat, jadi sulit mengingat password yang rumit.

Selamat istirahat aja deh.
Oyasumi.

tak semanis teh setengah manis (Rehat Dulu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang