Abi pov
"oh gitu", kataku sambil berdiri tak jauh dari pintu masuk karyawan dengan tangan kanan memegang ponsel. Sesekali orang yang berlalu lalang menyapaku yang kubalas dengan senyuman.
"ya udah nanti gue mampir ke apotik, akan gue kabari lagi setelah dapat obatnya,.. wa'alaikumsalam", lanjutku menutup percakapan lewat telepon, kemudian melangkahkan kaki menuju kafetaria untuk menyantap menu makan siangku.
"Akew", suara itu berasal dari meja resepsionis yang baru saja ku lewati. Kubalikan tubuh sambil mengangkat kedua tangan setinggi bahu hingga dijawab dengan lambaian tangan untuk memanggil. Kuberjalan menghampiri meja yang tingginya mencapai dada.
"Begini pak, kebetulan dia ini satu departemen dengan anak bapak, jadi bisa langsung bapak titipkan kotak makanan itu kepadanya, agar segera sampai kepada anak bapak", jelas Ratih yang tak lain adalah receptionis di perusahaan kami.
Wajah pria yang ada dihadapanku ini terlihat begitu bersahaja dan bijak. Berbalut pakaian yang rapih, meski hanya mengenakan kemeja biru tanpa dasi.
Beliau menatapku dengan teliti. Tak lama kemudian muncul satu pria dengan seragam hitam berlari tergopoh gopoh sambil membawa rantang bersusun tiga. Diserahkannya barang yang ia bawa tadi itu kepada tuannya."Begini mas, saya orang tuanya Asada Hikari, mau minta tolong pada mas untuk bisa mengantarkan makanan ini ke Hikari", sambil menyerahkan kotak biru bermotif hello kitty padaku.
"Nah kalau rantang susun ini untuk teman-teman Hikari, sebagai ucapan terimakasih karena telah menjaga anak kami, terutama untuk mentornya yang kalau saya tidak salah bernama Abi", jelasnya.
"Baik pak, nanti pesan anda akan saya sampaikan, boleh saya pamit permisi sekarang?", tanyaku.
"oh iya silahkan.. saya ucapkan terimakasih untuk bantuannya, boleh saya tahu nama anda", ucap orang tua Hikari.
"Nama saya Adi Bima.. biasa di panggil Abi", jawabku sambil menunjuk dada ke arah name tag yang ternyata posisinya terselip dalam jas. Kuperbaiki letaknya dalam posisi sempurna.
"emm jadi kamu nak Abi?, senang bisa bertemu dengan kamu, terima kasih sudah mengajarkan anak saya dengan baik", katanya sambil membungkukkan badan searah 45 derajat untuk beberapa saat kemudian berdiri tegak kembali.
"Saya hanya menjalankan pekerjaan saya pak", kataku setelahnya.
"Saya pamit pak, Assalamu'alaikum", lanjutku sambil tangan kanan membawa kotak makan biru dan tangan kiri menjinjing rantang susun.
Sepanjang perjalanan menuju kafetaria tak hentinya aku berfikir tentang cara aku mengajarkan Hikari. Bukankah selama 5 hari ini dia selalu bilang kalau aku ini jutek? bahkan dua hari yang lalu aku sempat memarahinya karena adanya kesalahan transaksi yang dia lakukan yang menyebabkan selisih antara pembayaran secara cash dengan pembayaran yang menggunakan kartu kredit sehingga membuat aku harus menandatangani berita acara selisih setoran penjulan. Tadi pun aku sempat menegur dengan keras karena ia hampir salah mengembalikan uang pembayaran tiket tapi anehnya hari ini ia hanya tersenyum dan meminta maaf tanpa ada air mata seperti sebelumnya.
Atas dasar itu semua maka memunculkan tanda tanya dikepalaku, mengapa orang tuanya mengatakan kalau aku mengajarkan dengan baik? tak juga kudapati jawaban dari yang aku fikirkan. Tak butuh waktu yang lama untuk aku bisa sampai di kafetaria.
Mataku menjelajah tiap sudut ruangan ini, berharap dapat segera menemukan sosok berambut sebahu. Tatapanku berakhir pada sebuah meja panjang yang berisi Yudi, Zul dan Hendra di satu sisi serta Aldi, Aji, Tya dan Hikari di sisi yang lain.
Sesekali dia melihat ponselnya berharap ada pesan masuk, sesaat kemudian dia memainkan gelas yang ada di hadapannya. Sementara rekan kerjaku yang lain sedang asik menikmati makan siangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
tak semanis teh setengah manis (Rehat Dulu)
Romance"Mantan itu bukan untuk dilupakan, karena melupakan adalah bagian dari proses mengingat yaitu mengingat untuk tidak mengingat". Cerita ditulis secara suka-sukanya saya dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.. Jangan dikejar-kejar jadwal up date-ny...