50. Friendshi p

84 14 23
                                    

"Aaahhh beteeeeeee".

Suara teriakan itu membuat Hendra kaget bahkan kepalanya terbentur dinding meja. Diusap kepalanya sebelum ia keluar dari persembunyiannya.

Kolong meja adalah tempat yang sangat strategis bagi mereka untuk mencuri waktu demi sekedar mengendurkan syaraf mata. Walau posisi tubuh mereka duduk meringkuk bagai bayi dalam rahim ibunda tapi mereka tetap berhasil memejamkan matanya meski sesaat.

"Lo udah gila ya? Pake teriak teriak segala. Lo fikir ini pasar senen? Ini mall mewah tau... ganggu beruang lagi hibernasi aja!", tegur Hendra kemudian berusaha melanjutkan bobo manisnya.

"Gue bete tau gak!, gara gara tante tante sialan... bisa dipecat tuh Akew", curhat Tya mulai mengalir.

Hendra merasakan bahwa mendadak rasa kantuknya berlari menjauh, digantikan rasa ingin tahu yang begitu besar. Sebuah gosip yang tak mungkin ia lewatkan.

Hendra langsung keluar dari tempurungnya, kemudian duduk rapi di samping Tya.

"Coba cerita yang lengkap!", pinta Hendra.
"kalo perlu sampe tamat biar gak ada tulisan bersambung kayak sinetron tukang bubur".

Meski sedang bete tapi Tya tetap tersenyum manis menanggapi guyonan temannya itu.
Tya mulai menceritakan kejadian yang tadi ia saksikan. Hendra mendengarkan dengan serius. Sesekali dahinya membuat kerutan sebagai tanda bahwa empunya sedang berfikir.

"Parah!", komentar pertama Hendra setelah mendengar cerita Tya.

"Maksud lo?".

"Parah lah... gue diomelin mulu sama itu PIC, naaahh giliran Akew yang tangani malah dia dikasih bonus pelukan. Parah gak tuh", celetuknya lagi.

Sebuah gulungan brosur tak terpakai mendarat di kepala Hendra. Tentu saja tak ada rasa sakit tapi Hendra tetap berakting kesakitan.

"Dodol, kalo mikir selalu absurd.. serius dikit kek.. temen lagi di ujung tanduk malah analisa konyol yang lo keluarin", tegas Tya.

Hendra cuma bisa nyengir kuda. Jika ia menjawab pernyataan Tya maka nantinya bisa menjadi sebuah perang argumentasi.

Mereka saling diam, suasana hening seketika. Sesekali hanya terdengar suara bocah yang melintas tak jauh dari area pintu keluar.

"Maaf saya mau keluar sebentar boleh?". Seorang wanita berkacamata gelap menghampiri meja Hendra.

Hendra mengenalinya sebagai PIC dari grup PT. Garuda Perkasa. Tya memberikan secarik kertas pada Hendra bertuliskan nama, nomer telpon dan ciri-ciri.

"Boleh, tolong tulis nama dan nomer telepon anda disini", jelas Hendra sambil menyerahkan pulpen dan kertas yang tadi Tya berikan.

Tya hanya bisa diam tanpa kata, sambil melepaskan gelang pengaman yang melingkar di tangan kiri orang itu. Ia masih menyimpan kekesalannya pada sang PIC.

Wanita itu menuliskan nama dan nomer ponselnya.
"Nanti ibu kalau mau masuk kembali lewat pintu ini lagi ya bu", jelas Hendra yang dijawab dengan anggukan kepala.

"Friendshi.P", Tya membaca nama wanita itu sambil melirik layar computer di hadapannya. Layar itu menampilkan nama grup hari ini beserta nama PIC jumlah grup dan status pembayarannya.

"Persahabatan?", celetuk Hendra setelah ia menghilangkan tanda titik dan menggabungkan huruf P.

Celetukan Hendra membuat sang PIC memalingkan wajahnya kepada pria gemuk itu. Dulu Abi juga mengatakan hal yang sama saat perkenalan mereka pertama kali.

"Bukan ibu Ara?", tanya Tya berusaha memastikan bahwa nama yang tertera pada komputernya adalah orang yang sama dengan yang ia hadapi sekarang.

Wanita itu sedikit tersenyum sambil menjelaskan bahwa Ara adalah nama belakangnya.
Mendapat info seperti itu menjadikan Tya seperti anak ayam yang mematuk beras di tanah.
Beda dengan Hendra, hanya dalam hitungan detik, otaknya langsung berusaha mengingat nama itu berulang-ulang.

Wanita itu menganggukan kepalanya sebelum beranjak dari tempatnya.

"Friendshi P Ara... Friendshi P Ara... Frenshi Prameswara? ishhh itu mah mantannya Abi yang pindah ke Jogja.. gak mungkin... gak mungkin.. pasti bukan", celoteh Hendra sambil menggelengkan kepalanya.
Hendra tidak berbicara dengan pelan sehingga terdengar oleh Tya maupun sang PIC.

Wanita yang sejatinya akan pergi itu terdiam sejenak bahkan kembali melangkah mendekati Hendra.

"Abi tidak melupakan saya?", tanya wanita itu yang nyatanya memiliki nama Frenshi Prameswara.

Hendra terbengong dengan tatapan mata mengarah pada wajah Frenshi. Begitu juga dengan Tya yang tak menyangka bahwa wanita itu benar-benar mantan kekasih Abi. Mereka saling diam untuk beberapa saat. Celotehan asal jadi itu ternyata menjadi sebuah tebakan jitu.

"Emm saya nggak tau karena saya bukan Abi.. dia cuma pernah cerita saat ditinggal nikah oleh anda... itu aja sih", jawab Hendra. Suasana menjadi kikuk sesaat.

Friendshi ingin menanyakan hal yang lebih tentang Abi tapi ia ragu.

"Ibu boleh keluar sekarang kok, nanti kalau mau masuk lagi bisa lewat pintu sini lagi, cukup sebutkan nama dan nomer telpon saja", jelas Tya lagi seolah mengusir dengan cara yang sangat halus.

Friendshi berjalan keluar dengan banyak pertanyaan yang bersarang di kepalanya.

"Parah ini mah", Tya menepuk jidatnya setelah tak lagi melihat wanita itu.

"Eeeeii nanni? nanni? nanni? nani?", bisikan lembut itu tak jauh dari telinga Hendra. Sang punya telinga terkaget sambil menyebut "ayam" berkali kali.

"Dateng gak pake permisi, ngagetin aja lo, lo ke sini mau apa?", Hendra melakukan protes sambil mengelus dadanya.

Hika menanggapinya dengan sebuah tawa lalu kemudian berubah menjadi bingung.
"Aku tadi ke sini mau apa ya?", Hika memegang keningnya dengan jari telunjuk sebagai ekspresi sedang mengingat.

"Jiah dia lupa? Balik lagi sana... tanya dulu tadi disuruh ngapain", kelakar Hendra yang diamini tanpa bantahan oleh Hika. Ia kembali ke area penjualan tiket.

"Jahat lo, padahal kan lo bisa nanya pake HT?", tegur Tya.

"Biarin aja lah,  rasanya tuh enak banget tau.. ngerjain cewek polos kayak Hika, mumpung gak ada mentornya", jawab Hendra dengan senyum puas.
-------

Part yang ini terasa pendek ya? Emang pendek sih😂.

tak semanis teh setengah manis (Rehat Dulu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang