32. jalan pagi

121 17 8
                                    

Bangunan vila ini terdiri dari 3 bangunan, bangunan utama terdiri dari 2 lantai berukuran 15m x 10m dengan 2 kamar di bagian bawah dan 3 kamar di lantai atas, serta ruang keluarga yang cukup luas. Bentuknya sangat antik seperti bangunan rumah klasik berhias batu bata merah.

Di belakang rumah terdapat kolam renang mini dan halaman rumput yang cukup luas lengkap dengan pohon yang rindang. Dua bangunan lagi berupa 1 rumah untuk para pekerja vila yang terdiri dari 3 pintu, bentuknya seperti rumah kontrakan dengan posisi dapur, gudang dan kamar mandi di sudut bangunannya.

Abi dan Yudi berada di sebuah rumah panggung yang terbuat dari kayu berukuran 8m x 8m dengan 2 kamar tidur, teras, toilet dan sebuah ruang keluarga lengkap dengan TV. Bangunan tersebut biasa digunakan untuk para tamu menginap.

Bagian kolong rumah digunakan untuk musholla lengkap dengan tempat berwudhu yang berupa 2 buah pancuran berbentuk kendi yang menambah kesan alami. Letak bangunannya tidak jauh dari bangunan yang ditempati oleh para pengurus vila.

Langit belum juga terang, saat Abi mulai menggerak-gerakan tubuh untuk mengurangi rasa dingin yang menusuk tubuh selepas sholat subuh tadi.

Abi berlari-lari kecil di samping kolam renang dan juga di sekitar taman belakang hingga terlihat sosok mang Ujang yang baru keluar dari bangunan para pengurus vila.

Mang Ujang adalah seorang supir yang dipekerjakan untuk mengantar Hikari dan kemarin telah  mengantarkan mereka semalam.

"Mau jalan-jalan keluar den Abi? Mamang buka gerbangnya dulu ya..", kata mang Ujang.

"Boleh mang", jawab Abi.

Mang Ujang berlalu menuju gerbang setelah menaiki beberapa anak tangga dan juga menyusuri jalan setapak selebar 3 meter yang letaknya di sisi kanan bangunan rumah utama.

Abi kembali ke kamar untuk mengambil jaket, ponsel dan juga beberapa lembar uang kertas. Yudi masih tertidur lelap, meringkuk dan memeluk bantal dalam selimut tebal.

Tya tidur terpisah dari mereka.  Dia Berada di rumah utama.

Abi mensetting beberapa lagu pada playlistnya. Ponsel itu ditempatkan pada armband dan sudah tersambung dengan earphone.

Abi kembali berlari-lari kecil menuju pintu gerbang.

Abi menghentikan langkahnya sejenak saat melihat Hika berdiri membelakangi posisinya.

Dia sedang melakukan peregangan otot dengan berdiri melebarkan kedua kaki sementara wajahnya sedang mencium lutut kiri kemudian berganti mencium yang kanan.

"Orang letoy itu bisa juga olahraga", batin Abi sedikit sangsi dengan apa yang ia lihat kini.

"Ohaiyo", sapa Abi saat berada di sampingnya.

Hika terdiam sejenak. Ia tak menyangka bahwa anak kota jakarta akan bangun sepagi ini dalam balutan udara sejuk pedesaan.

"Ohaiyo Gozaimasu", jawabnya dengan terbata-bata.

"Kenapa gugup gitu? takut ketahuan kalau belum mandi ya?", sapa Abi dengan rasa heran karena melihat rambut Hika yang dikuncir kebelakang, memperlihatkan kulit lehernya yang bersih bagai batu giok. 

Tak ada jawaban darinya untuk sesaat.

"Mau kemana?", tanya Hika pelan ketika Abi menggapai pintu pagar.

"Jalan-jalan".

"Sendiri? memang tahu jalannya?", tanyanya lagi.

"Yudi masih tidur", Jawab Abi singkat.

Hika terdiam sejenak. Wajahnya terkesan sedang memikirkan sesuatu. Sebelum akhirnya dilepaskan kebimbangan itu dengan sebuah kalimat "Mau aku temani?".

Abi yang sejak tadi memang berniat untuk berkeliling seorang diri langsung menolak tawaran itu tanpa ada keraguan."Gak usah.. saya cuma muter-muter deket sini aja kok", jawabnya sambil nyengir kuda kemudian meninggalkannya.

Udara di pedesaan memang sangat berbeda, terasa sangat segar. Abi membiarkan setiap sudut paru-parunya diisi udara yang sangat bersih itu. Sesuatu yang sangat langka ia dapatkan di Jakarta.

Langkah kaki Abi tak tergesa-gesa karena memang niatnya adalah untuk menikmati nuansa hijau yang menghampar.

Di sebuah titian bambu,  langkahnya terhenti.  5 batang bambu yang tersusun rapi dan diikat dengan sangat kuat membentang sepanjang satu setengah meter. Dibawahnya mengalir air yang mirip sebuah selokan dengan airnya yang begitu jernih dan suara riak yang begitu menggoda.

Dia membongkar playlist lagunya untuk memutar lagu dengan genre accapella yang berjudul pematang milik gradasi.

Matanya terpejam sesaat untuk memanjakan telinga akan romansa alam yang begitu syahdu.

Angannya terbang membayangkan sedang berada di sebuah pematang sawah.

Nyatanya tak jauh dari tempatnya berdiri hanyalah hamparan kebun teh saja.

"Sedang apa?", suara yang mengagetkan itu membuat Abi hilang kendali kemudian terjatuh ke dalam selokan.

Dia memang luar biasa kaget. Abi sempat mengeluarkan umpatan yang tak terdengar oleh Hika.
"Mirip dedemit banget, belum diundang kok tiba-tiba nongol".

Sejak keluar pagar tadi sudah ia pastikan bahwa Hika tak mengikutinya. Kini tiba-tiba suaranya sudah berada tepat di belakang Abi.

Baju Abi basah sementara sebelah sendalnya hanyut bersama aliran air. Dalamnya hanya sebetis, tapi jarak antara dasar selokan dengan titian itu hampir setinggi pinggang.

"Hahahaha mau mandi ya?", ledek sang wanita sambil tertawa.

Abi mencoba bangkit berdiri tapi tubuhnya tergetar karena air selokan ini begitu dingin. Abi berusaha bangun dan naik ke titian tadi. Meski terlihat mudah tapi menjadi sulit karena getaran yang sedang dirasakannya.

"Daijoubu desu ka", tanyanya dengan wajah khawatir. Abi tak menjawab pertanyaannya hingga Hika menarik tangan kanannya dan membawanya masuk ke dalam area perkebunan teh.

Mereka berjalan sekitar 10 menit hingga sampai di halaman sebuah gubuk.

"Tunggu di sini sebentar", perintahnya kemudian mengetuk pintu rumah itu.

Tak lama kemudian muncul seorang anak perempuan berusia sekitar 15 tahun. Mereka bercakap-cakap untuk beberapa saat.

Anak itu masuk ke dalam rumah dan keluar kembali membawa kantung plastik serta baki yang berisi 2 gelas teh hangat dan sepiring pisang rebus. Kedua barang itu ditaruh di atas balai-balai depan gubuk itu.

Hikari melambaikan tangannya seolah memanggil sang pria.

Merasa dipanggil Abi pun mendekat ke arahnya dan duduk di balai-balai itu.

"Baju kamu dilepas saja agar tidak sakit, apalagi kamu baru sembuh", katanya tanpa menatap Abi.

"Saya telanjang?", tanyanya dengan wajah kaget.
--------

Satu chapter di hari minggu yang cerah.
Dikerjakan sambil lesehan di pinggiran danau UI.

Dikerjakan sambil lesehan di pinggiran danau UI

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Playlist : gradasi - pematang

tak semanis teh setengah manis (Rehat Dulu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang