41. gigolo

167 15 8
                                    


Hikari tak bisa menghilangkan prasangka tentang sisi buruk Abi yang baru saja ia ketahui. Ingin rasanya ia menolak prasangkanya itu tapi kenyataannya memang tidak bisa dipungkiri lagi. Candaan dari Hendra serta cerita dari Tya tentang situasi tempat mereka hari ini tak juga bisa mengusir kegelisahan hatinya.

"Gue cek si Akew dulu, kalo kakinya kepentok meja bisa bahaya tuh", ujar Yudi kemudian bangkit untuk meninggalkan ruangan ini.

"Ho oh tuh, makin lama dia gak nongol di kantor bisa makin kacau tuh dunia pertiketan kita", canda Hendra sambil menggigit kue lapis legit yang sudah sejak tadi ia genggam.

Yudi hanya menggelengkan kepala melihat Hendra yang begitu antusias dengan potongan-potongan kue itu.

"Lo gak ikut Yudi?", tanya Hendra kepada Tya setelah Yudi hilang dari pandangannya.

"Enak aja lo, ntar kalo lo gue tinggal berdua doang.. lo bisa berbuat yang macam-macam sama Hikari", jawab Tya seolah mengancam Hendra.

"Hahaha otak lo udah ketularan virus mesum", Hendra menjawabnya dengan santai.

"Ya udah kalo gitu lo berdua pada ngobrol dah, kalo gue sih cuma pengen ngabisin makanan ini doang, mumpung pesaing gue pada pergi", ujar Hendra sambil meneguk air.

Suasana hening sesaat, karena kesibukan masing-masing. Hika sibuk dengan segala prasangkanya, Tya sedang memeriksa pesan yang masuk di ponselnya sedangkan Hendra tentu saja sibuk dengan acara makannya.

"Ini makanan kalo gue habisin gak apa-apa kan? Gak disuruh ninggalin duit kan ya?", sebuah pertanyaan gak penting yang jika tak diberi izin sekalipun maka akan tetap dia habiskan makanan itu.

Hendra melontarkan pertanyaan itu hanya agar tak terjadi keheningan saja bahkan jika tak ada respon pun tak akan jadi masalah baginya.

"Anooo, Apa dia memang sejahat itu?".

Hika berhasil mewujudkan deret huruf yang tercetak di kepalanya menjadi suara yang penuh keraguan.

"Maksudnya?", Respon Tya sambil memasukan kembali ponselnya di saku celana jeans.

"Apa kak Abi sering bermain-main dengan perasaan wanita?", tanya Hika dengan suara nyaris tak terdengar.

"Emm gak tau deh, tapi saat ini aku jadi gak respek aja sama dia.. tadinya kukira sih dia cuma baik sama temen kerja aja dan itu hanya sebatas teman.. tapi setelah tahu kalau dia sering jalan sama tante-tante yang usianya lebih tua kok kesannya jadi seperti pemuas perempuan gitu... hahh gue benar-benar muak".

Ocehan Tya mulai membuat Hika menimbang-nimbang keberadaan dirinya. Apakah aku harus jatuh cinta dengan pria itu? haruskah ia yang menjadi kekasih masa depan dalam hidupnya? Atau haruskah melepaskannya? pertanyaan-pertanyaan itu makin berputar di kepala Hika.

"Ini juga nih si gendut.. udah tahu temennya lagi gak benar.. bukannya dinasehatin malah ikut-ikutan terjerumus.. pada gila lo semua", Tya mulai menyerang Hendra yang sedang tak berdaya melawan karena mulutnya masih penuh dengan makanan.

Sumpah serapah Tya membuat Hendra kaget dan tersedak, secepat kilat dia kemudian meminum air botol yang ada di dalam tasnya karena air yang berada dalam gelas diatas meja sudah ia habiskan sejak tadi.

Hendra menarik nafas panjang setelah tersedaknya menghilang.
"Astaghfirulloh.. lo tuh kalo gak tau apa-apa jangan cepat menuduh kayak gitu dong", jawab Hendra tapi dengan nada sedikit marah meski tidak menaikan volume suaranya.

Beberapa saat kemudian dia bangkit dari duduknya dan pergi.

"Mo kemana lo? mau lari dari masalah seperti dia?", tanya Tya dengan nada tinggi namun diacuhkan oleh Hendra.

tak semanis teh setengah manis (Rehat Dulu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang