Chapter 12.0
Worst: Miscarriage.
.
.There's been an assumption since the last conversation with her college. Glad yet scared by the fact there's a little one that has grown in her womb. The worries for their feelings that hasn't been discovered yet, bringing some bother feeling, whether it'll be good or bad.
.
.
.Hubungan mereka masihlah sama, meskipun Yoongi dengan suka rela merawatnya selama sakit, memberi afeksi yang dibutuhkannya, namun nyatanya hal itu tidak berpengaruh apapun terhadap kelangsungan hubungan mereka. Hening itu masih melingkup pada ego yang tidak juga keduanya turunkan demi sedikit waktu yang mungkin saja menyelamatkan hubungan mereka. Duduk bersama, berkomunikasi satu sama lain untuk menyelesaikan sedikit masalah yang menjadi muasal pertengkaran itu hadir.
Bukan tidak ingin, dugaan akan kenyataan pahit yang diterima setelah mereka memutuskan untuk jujur itu memberi rasa takut hingga pada akhirnya menahan diri untuk mengambil keputusan tersebut. Sebutlah mereka terlalu pengecut untuk mengambil langkah besar yang bisa saja merubah hubungan mereka begitu pesat, entah itu baik atau buruk. Masa lalu yang mereka lewati tidaklah mulus, terutama tindakan Yoongi atas keputusannya untuk menyatakan perasaan lebih dulu nyatanya tidak berlangsung baik hingga membawa hubungan pertemanannya bersama Jieun meregang. Pun pada Jieun yang memilih untuk menghindar saat dia tahu akan keberadaan sosok lain yang telah mengisi hati Yoongi, menjadi alasannya tersenyum dan menghabiskan harinya.
Hatinya terluka untuk beberapa alasan, kecewa juga marah terhadap dirinya. Apakah dia terlalu lama memberi waktu pada Yoongi hingga pria itu jenuh menunggunya? Tidakkah Yoongi mengatakan dulu jika ia harus tinggal disisinya untuk membalas segala kesalahan yang dilakukannya? Menikahi pria itu dan bertahan bersamanya tanpa tahu apakah kata akhir itu akan tiba oleh maut ataupun takdir lain yang membuat keputusan itu berubah? Jieun tidak tahu, pun tidak dapat menebak ketika mata itu masih menatapnya datar selayak dulu. Tatapan yang selalu membuatnya menebak akan isi dalam pikiran pria itu.
Segala pertanyaan yang belum juga terjawab itu selalu menghantui harinya. Jieun sadar, keadaannya semakin buruk. Dia membiarkan dirinya larut akan pekerjaannya, tidurnya terkikis oleh kesibukan juga tekanan atas permasalahan rumah tangganya dan dia tidak ingat lagi apakah dia makan dengan baik diluar dari jadwal kerjanya yang akan dipantau oleh manajernya. Ia tanpa sadar memforsir dirinya, mengabaikan akan kesehatannya yang perlahan menurun hingga perutnya memberontak, dia menduga akan riwayat maagnya yang kambuh hingga membuatnya pusing dan enggan memakan dalam porsi banyak. Sesekali dia akan muntah ketika tekanan itu tidak ditahannya dan pada saat itu, Jieun akan menutupi segalanya dari Yoongi.
Dugaan itu terus bertahan hingga satu kesimpulan lain yang datang dari teman kerjanya itu memecah konsentrasinya yang tengah berusaha menghabiskan potongan mangga yang menjadi pengganti sarapannya pagi itu.
"Asam sekali. Kau seperti wanita hamil saja Ji, makan buah asam seperti ini." ujar Gain seraya menaruh kembali potongan mangga yang sempat diambilnya dari piring Jieun. Matanya masih menyipit menahan rasa asam akan buah yang masih melekat di lidahnya. Tangannya mengambil botol air untuk diteguknya.
"Apa hubungannya?" Suji, wanita yang duduk di seberang mereka bertanya. Sebuah pertanyaan yang wajar mengingat diantara ketiganya, Suji termuda sementara Gain lebih tua tujuh tahun diatasnya.
Gain mengendik ringan dan menjawab, "Entahlah. Kebanyakan wanita yang hamil muda akan mengidam makanan asam seperti buah mangga yang kau makan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
FanficJieun yang tengah meregang nyawa di malam kelulusannya, menemukan dirinya terbangun sebagai wanita dewasa berusia 27 tahun yang telah menikah dengan Min Yoongi, seorang pria berandal berwajah rupawan yang terkenal akan sifat dinginnya saat masa seko...