23

267 12 2
                                    

Sepanjang hari ini Zara lebih memilih diam. Bahkan ia mengabaikan film kesukaannya yang di putar di layar bioskop. Lebih memilih melamun saja.

Tentang sms dari ayahnya, Bukan ia tidak pengertian dengan ayahnya yang bekerja untuk menghidupi keluarga. Namun, tidak ada anak yang tidak kecewa saat orang tuanya bekerja dan jarang pulang kan?

Zara hanya teringat saja saat ibunya berkeringat dan terlihat kelelahan saat membuatkan kue bolu untuk ayahnya pagi tadi. Walau jawaban dari Zara kepada ayahnya di chat tadi adalah 'iya pa. Jaga kesehatan'.

Setidaknya, jika tidak berencana pulang hari ini, jangan membuat ibunya uring uringan hingga kelelahan seperti tadi pagi.

Zara berani bertaruh bahwa ibunya juga tak kalah kecewa. Roti bolu yang mereka buat tidak sedikit.

"Eh, film ini tuh keren banget. Lo juga berpendapat gitu kan Zar?" Pertanyaan yang dilontarkan Dion seketika merusak lamunan Zara. Menariknya kembali ke dunia nyata.

"Hm?" Zara menatap Dion yang masih duduk di tempatnya walau lampu bioskop kini telah menyala sempurna, dan penonton penonton lain mulai meninggalkan tempat duduk mereka. "Iya, film tadi bagus"

Bahkan Zara tidak tahu alurnya sama sekali.

"Habis ini kita mau makan..."

"Ngga usah kak. Aku mau pulang aja" Ujar Zara sambil beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan menuju pintu keluar. Diikuti Dion, yang sedikit berlari kecil untuk menarik lengan Zara, lalu berjalan beriringan bersama.

Di mobil, Dion menyadari perubahan drastis dari Zara. Tidak seperti awal saat tadi ia menjemput Zara di rumahnya. Lagian, Dion juga tidak merasa melontarkan ataupun melakukan hal yang menyinggung Zara sekalipun.

Zara menghembuskan nafas kasar. Menatap keluar jendela sambil memeluk dirinya sendiri dan menyandarkan kepala.

"Lo ga papa?" Dion kini angkat bicara. Melihat Zara melalui ekor matanya.

Tak ada jawaban. Bahkan si lawan bicara malah mengeraskan volume radio di dalam mobil itu. Seolah menolak percakapan untuk sekian kali.

Dion menghembuskan nafas pelan. Menyalakan lampu seinnya, dan menepi. Membuat Zara kini menatap Dion dengan alis terangkat.

"Lo daritadi diem Zar. Gue ada salah?" Dion menatap khawatir ke arah Zara yang masih tak mau angkat bicara. Gadis itu hanya memberikan tatapan sayunya, dan itu menyebalkan.

Tak ada sepatah katapun. Zara hanya tersenyum tipis sambil menggeleng pelan, lalu menatap jendela lagi.

"Kalo ada masalah cerita ya sama gue. Sekiranya gue bisa bantu, dan berusaha gantiin posisi Alex. Tapi kalo belum mau cerita... It's okay. Kapanpun buat lo Zar" Kali ini Dion menyinggungkan senyumnya.

"Hm" Zara hanya menjawab dengan dehaman singkat.

Dion mengusap pelan puncak kepala Zara. Memasangkan seat belt gadis itu yang masih belum terpakai, serta mengambil jaket dari jok belakang untuk menutupi tubuh Zara.

Perjalanan mereka hanya terisi keheningan. Karena faktanya, setelah mobil Dion menepi, Zara malah mematikan radio. Tak mau ada suara.

Jika saja ada backsound suara jangkrik, mungkin sangat pantas untuk diputar kali ini.

Memasuki komplek rumah Zara.

Teras dengan lampu yang telah menyala walau sekarang masih jam 4 sore itu, ditempati oleh seorang perempuan paruh baya.

Menggunakan sweater cokelat dan celana kain.

Menyambut puterinya yang baru saja memasuki pekarangan rumah dengan seorang lelaki yang tampak lebih tinggi.

"Makasih ya Dion udah ajak Zara jalan" Riani menghampiri Dion dan Zara sambil menyunggingkan senyum simpulnya.

"Sama sama tante. Saya langsung aja..."

"Loh kenapa? Tante masak bolu banyak hari ini"

Kata 'bolu' yang tak sengaja keluar dari mulut ibu Zara, membuat perempuan itu memutuskan untuk melangkah ke dalam rumah saja. Masuk ke kamar, dan mengurung diri seperti yang biasa ia lakukan.

"Tante bungkusin aja ya. Kamu tunggu sebentar" Riani masuk ke dalam rumah untuk mengambil taperwer dan mengisinya dengan bolu.

"Ngapain kamu?" Tanya Riani saat melihat Zara membuka kulkas dan mengambil 1 kotak susu dan sebuah apel di dapur.

"Persediaan" Jawab Zara sebelum ia benar benar masuk ke kamarnya.

***

Zara menguap. Merasa risih dengan pakaian yang ia ingat adalah pakaian yang tak sempat ia ganti setelah ia pulang dari bioskop.

Lampu kamarnya juga masih belum dinyalakan.

Menggapai ponsel di nakas. Pukul 20.04. Layar ponsel membuat mata Zara menyipit karena menyala dalam kegelapan.

Dalam kondisi belum mandi dan acak acakan. Rasa rasanya Zara ingin melangkah ke kamar mandi namun berat. Rasanya enggan menyibak selimut yang masih menggulung dirinya hangat.

Perempuan ini menggapai apel yang terletak disamping ponselnya. Menggigit dengan malas, lalu menaruhnya kembali di atas nakas.

Dengan segenap kekuatan yang akhirnya terkumpul, Zara mengambil atasan beserta pasangannya setelah menyalakan lampu kamar untuk mandi semalam ini. Bulu kuduk Zara meremang saat merasakan udara lembab kamar mandi. Namun, siapa yang tahan tidak mandi seharian walau melakukan banyak kegiatan? Saya.

Sekitar 20 menit, Zara akhirnya keluar sambil mengalungkan handuk basah di pundaknya.

Samar samar terdengar suara dari luar kamarnya. Suara yang amat familiar di telinga Zara. Bahkan suara orang di seberang telefonpun terdengar jelas.

'Iya, Zara sama Nindy udah tidur kok'

'...'

'Im okay. Tadi pagi buat kue bolu dibantu Zara'

'...'

'Eemmm, jangan lupa makan dan jaga kesehatan'

'...'

'Bye'

Gadis ini melangkah keluar kamar. Mencari suara tersangka yang sejak tadi ia dengar.

Didapati ibunya, Riani, yang baru saja naik ke lantai atas. Menyangga tubuhnya dengan pegangan tangga dari besi dengan salah satu tangannya yang bebas tak memegang apapun.

"Tadi... Telfon dari papa?" Tanya Zara sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Menyembulkan kepalanya dari dalam kamar.

Riani tersenyum kecil sambil memasukkan ponselnya di saku.

"Iya" Ibu Zara melangkah maju menuju ke Zara. "Kenapa belum tidur?"

"Habis mandi"

Riani mengusap pelan rambut anaknya yang basah. Serta sedikit memberi ceramahan ceramahan yang mengatakan jika Zara bisa saja terkena masuk angin atau flu jika memaksa mandi semalam ini.

Zara manggut manggut. "Yaudah" lalu masuk ke kamar. Mengunci kamarnya dan menerawang kosong.

Jadi... Yang bertelfon dengan ibu Zara tadi adalah ayah Zara?

Mungkin, Riani hanya tidak tahu jika Zara hafal betul suara ayahnya.

God,I Like Him [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang