30

258 12 0
                                    

Pagi pagi sekali, Zara dan Nindy sudah siap dengan seragam mereka. Seragam pramuka lengkap dengan kaos kaki hitam berlogo tunas kelapa.

Berjalan beriringan menuju ke ruang makan yang saat ini sudah terisi beberapa lauk pauk, komplit, tanpa Riani.

"Kita bawa buat bekal aja ya. Gue ambilin tempat makan taperwer" Ujar Nindy sambil berjalan menuju rak diatas wastafel yang berisi piring piring, toples, maupun tempat bekal.

Zara duduk di salah satu kursi. Matanya menatap lurus. Ia menyesal, mengapa tidak perhatian dengan perubahan yang dialami keluarganya.

Ayah Zara sangat jarang bekerja tanpa pulang berhari hari. Zara benar benar tidak peka, bahwa ayahnya pergi bukan untuk menjalankan pekerjaan tapi malah mencari pekerjaan. Perusahaannya dikata bangkrut menurut sebuah artikel yang sempat Zara baca untuk mencari keberadaan ayahnya saat ini. Membuat perusahaan tersebut harus melakukan PHK besar besaran terhadap pegawai pegawainya, termasuk ayah Zara.

Dan juga, saat Riani izin untuk menjemput ayah Zara padahal harusnya beliau membawa mobil sendiri. Ah... Zara terlalu menutup mata akan semua itu. Ayahnya pasti sudah sangat berusaha amat keras sampai sampai harus menjual mobilnya demi mendapat uang.

Sedangkan Riani? Zara tidak habis pikir. Perempuan yang selama ini ia hormati, malah menurunkan harga dirinya demi menghidupi Zara dan bahkan Nindy. Zara tau ibunya sangat membutuhkan uang. Namun, bukankah tidak ada cara lain?

"Zar, ini lo mau bawa bekal apa?"

Pertanyaan dari Nindy merusak lamunan Zara. Menyadarkan gadis itu kembali.

"Samain aja sama punya lo" Jawab Zara. Perempuan itu kini menatap nanar ke arah pintu kamar Riani yang masih tertutup rapat. Bahkan dari luar bisa dilihat bahwa lampu di dalam kamar itu tidak menyala. Seperti tak ada kehidupan di dalamnya.

Nindy juga menyadari tatapan Zara disela sela ia memasukan nasi ke tempat bekal. Namun perempuan itu memaklumi. Ia bisa mendengar dari kamarnya betapa Riani memarahi Zara kemarin. Pasti masih sangat berat bagi Zara untuk memaafkan ibunya

Setelah bekal mereka benar benar sudah siap, Zara dan Nindy keluar dari rumah. Berdiri bersampingan di depan gerbang.

"Lo nggak dijemput Alex?" Tanya Zara saat Nindy malah ikut berdiri diam disampingnya tanpa melakukan apapun.

Nindy mengangkat kedua alisnya, "Lo sama siapa kalo gue sama Alex?"

Zara terkekeh. Menepuk pelan pundak Nindy. "Gue bisa pesen ojek online. Tenang aja kali"

Nindy menatap Zara dengan tatapan 'lo serius?', yang langsung dibalas anggukan mantap dari Zara.

"Ah enggak deh. Gue juga pesen ojek online aja"

"Kok gitu?"

"Gue terlanjur nyuruh Alex berangkat duluan. Lagian, gue kemarin juga pulang sekolah sendiri. Kata temennya, dia ada dispen. Dispen apasih, perasaan ga ada acara apa apa" Nindy kali ini mengernyitkan dahinya.

Zara mengangkat bahunya.

"Btw, lo kemarin kemana aja? Gue nyariin lo sebelum berangkat sekolah, eh dikamar gak ada. Trus..."

"Lo mau cerita atau pesen ojek online nih?" Zara menghentikan jarinya diatas layar ponsel, sambil tersenyum kecil.

Mengingat kejadian kaburnya kemarin, sama saja mengingatkan Zara kepada Riani. Zara belum mampu memaafkan apa saja kalimat kalimat yang keluar dari mulut Riani kemarin.

"Hehe, iya. Gue pesen juga deh" Ucap Nindy sebelum beralih ke ponselnya untuk membuka aplikasi ojek online untuk memesan.

Sekitar 8 menit, ojek Zara datang disusul dengan ojek pesanan Nindy. Khas berwarna ijo ijo. Yang dengan ramahnya mengucapkan, "Pagi Dek". So sweet nyaaa.

Hari jumat adalah hari yang cukup dinanti oleh seluruh murid yang bersekolah full day school. Karena malamnya, mereka bisa begadang sepuasnya.

Seperti saat ini, kelas Zara terdengar amat gaduh dari luar. Sudah pulang lebih awal, guru guru rapat pula.

Tapi kegaduhan itu tak berlangsung lama, karena saat Zara menapakkan kaki di kelasnya sendiri, suasana jadi hening. Menatap kedatangan Zara dengan keterkejutannya. Sisil bahkan hampir terharu. Sobat sebangkunya pulang dengan selamat dari aksi kabur dari rumah.

"Kok diem?" Semua teman Zara terkekeh mendengar ucapan Zara, dan melanjutkan aktivitas masing masing.

"Kemarin kemana sih Zar? Temen temen khawatir"

Sisil beranjak dari tempat duduknya. Menghampiri Zara yang masih mematung di dekat bangku paling depan.

"Sekali kali bolos dong. Gue kan butuh refreshing" Zara tersenyum lebar. Bahkan orang yang tidak mengenal Zara pun tahu, bahwa itu bukan senyum tulus. Seperti membentengi teman temannya untuk tidak memasuki zona yang sudah ia batasi.

Sisil hanya mengangguk memercayai. Walau di hatinya sedikit merasa kecewa orang yang ia anggap teman baik tidak mau membagi masalahnya.

Sisil dan Zara pun berjalan menuju bangku mereka masing masing. Melewati bangku Raka, yang otomatis disampingnya terdapat Alex.

Namun lelaki itu sama sekali tak mendongak. Tidak peduli? Ah... Zara lupa. Alex bahkan tidak mencarinya kemarin. Ia malah melipat tangannya di atas meja, dan membenamkan kepalanya disana. Tanpa ada pergerakan.

Kelas semakin riuh. Namun sedikit demi sedikit mulai sepi. Karena bel istirahat berbunyi. Beberapa murid memilih berada di kantin.

Alex tidak bergeming. Bahkan ajakan Raka tak mendapat sahutan. Hingga Zara dengan nekatnya kali ini melempar punggung lelaki itu dengan bulpen. Sisil? Gadis itu terlalu asik membaca novel barunya.

"Lex?" Zara memberanikan diri mendekati Alex dan duduk disampingnya.

Menaruh punggung tangannya ke dahi Alex yang sedikit mengintip dari balik lengannya.

"Lu sakit ya?" Zara menepuk nepuk lengan Alex. Mencoba membangunkannya "Bangun dulu, kita ke UKS aja"

Alex yang belum sadar sepenuhnya, mengucek mata sambil menguap "Gue nggak pap..."

"Udah ayo"

Setelah sekian lama mereka tidak melakukan interaksi, agak canggung memang dalam kondisi seperti ini. Saat Alex berbaring di kasur UKS, dan Zara menyodorkan obat dari petugas PMR untuk menurunkan demamnya.

"Lo kemarin habis hujan hujanan ya? Demam lo tinggi banget. Gue juga habis kehujanan tapi masih sehat aja" Ujar Zara. Tak habis pikir.

'Yaiyalah. Lo kan berlindung jaketnya Dion!' batin Alex geregetan.

"Gue balik kelas ya" Zara membalikkan tubuhnya untuk keluar dari tempat sempit yang menambah rasa gugupnya ini.

"Nggak mau cerita apa apa sama gue?" Alex mencekal lengan Zara.

Zara menggeleng kecil. "Gue masih bisa tahan sendiri" Ujarnya sambil melepas pelan tangan Alex dilengannya. Alex gak nyadar apa, kalau Zara deg degan minta ampun! Malah pake aksi pegang pegangan.

Saat kembali ke kelas, Raka yang berada di tempat duduknya sambil bermain ponsel mendongak ke arah Zara. "Zar, lo tau Alex kemana nggak?"

Zara mengangguk "Gue habis anter dia ke UKS. Demamnya tinggi banget. Gue suruh pulang gak mau"

Raka menaruh ponselnya di saku.

"Lah. Itu pasti gara gara kehujanan nyariin lo" Celetuk Raka. Padahal sudah Alex bilang berkali kali kalau itu mulut ngomong jangan sembarangan. Harus di jaga. Lidah kan tak bertulang.

Zara mengernyitkan dahinya hingga bergelombang. "Nyariin gue?"

Raka mengangguk semangat.  "Iya. Dia bahkan minta surat dispen buat nyari lo sejak jam ke 2"

Kalau saja Alex disana, ia pasti akan menjahit mulut Raka dengan jahitan bolak balik berkali kali.

God,I Like Him [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang