Setelah Dion mengantar Atha ke rumahnya, mereka berdua kini berada di situasi yang sama di mobil yang sama.
Bagaimana dengan Bara? Lelaki itu jelas turun di rumah Atha. Karena rumahnya tepat bersebelahan. Menjadi tetangga. Hanya dibatasi dinding yang menjadi sekat antar keduanya.
"Aku nggak mau pulang" Ujar Zara saat mobil Dion telah mencapai perempatan yang dekat dari rumahnya.
Dion terdiam. Menatap Zara yang kini menatapnya penuh harap. Berharap permintaannya dipenuhi.
Dion tersenyum menenangkan, hingga akhirnya mengangguk pelan.
Ia pun melajukan mobilnya, berlawanan arah dengan rumah Zara.
"Seenggaknya lo harus hubungin orang tua lo Zar. Mereka pasti khawatir" Dion memecah keheningan.
"Ada suatu masalah yang nggak bisa aku ceritain ke Kakak. Yang buat aku gak bisa hubungin mereka untuk hari ini" Jawab Zara. Sejujurnya, Zara juga tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Kabur dari rumah malah menambah beban masalahnya.
Lagipula, ponselnya juga mati. Tidak mendapatkan asupan sama sekali, sampai akhirnya low batt dan benar benar tidak menyala.
Dion mengangguk memaklumi.
"Lo hari ini belum ketemu Alex?" Tanya Dion. Membuat kening Zara berkerut seketika.
Nama Alex bahkan tidak tercantum dalam daftar 'orang yang berusaha mencarinya' di list Zara. Lagipula nomer Alex juga tidak tertera pada nomor nomor yang berusaha menghubunginya.
"Soalnya waktu gue minta dispen ke guru piket, dia juga ada disana. Gue kira dispen buat nyariin lo" Lanjut Dion saat melihat Zara tak juga menanggapi.
Zara menggeleng. "Belum"
Fokus gadis itu teralih dari Dion saat mobil Dion berhenti di salah satu rumah berpagar hitam.
"Ini rumah gue. Lo bisa sementara disini sampe suasana hati lo membaik"
Zara turun dari mobil, dan membantu Dion untuk membuka pagar agar mobilnya dapat diparkir di dalam.
Ini adalah kali pertama Zara mengunjungi rumah Dion. Tidak seluas rumahnya memang. Namun, suasana nyaman terasa menyelimuti. Terlebih rumah ini dipenuhi tanaman hias dalam pot dan anggrek yang tertata rapi menempel pada 1 pohon palem yang ditanam di bagian pojok depan.
"Kok ngeliatin bunga sampe segitunya?" Merusak lamunan Zara dan menggenggam tangan Zara untuk masuk ke dalam rumahnya. Dion lakukan saat ia sudah memarkir mobilnya dengan rapi.
"Ma... Pa... Dion pulang"
"Di... Hei... Ini siapa? Cantiknya" Seorang wanita paruh baya dengan daster batik keluar dari dalam rumah. Menyambut Dion dan Zara di ruang tamu.
Badannya agak gempal dengan rambut diikat menyepol.
Membuat keduanya sontak menyalimi tangan perempuan tersebut.
"Saya mamanya Dion. Ini..?"
"Zara. Yang sering Dion ceritain itu" Ujar Dion dengan nada menggoda dan mengedipkan sebelah matanya.
Tiara, Mama Dion, memukul pundak anaknya pelan sambil terkekeh.
Sementara Dion masuk ke kamarnya untuk mengganti baju dan mandi, Tiara mempersilahkan Zara duduk. Menyuguhkan air mineral akua yang memang sudah tersedia di atas meja, dan kue kering castengel.
"Tumben main. Tante suka kalo ada temen Dion yang main kesini. Biasanya temen bandnya dia." Tiara tersenyum ramah sekali.
"Eh iya... Kata Dion, kamu itu orangnya cantik loh. Ternyata aslinya lebih cantik" Tiara berkata dengan hiperbola sambil menaik turunkan alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
God,I Like Him [COMPLETED]
Teen FictionJika aku berkata, 'aku mencintaimu'. Cukup klise jika kamu menjadikan ini bertepuk sebelah tangan.