Lalu pada malam itu, Park Jimin terlarut dalam canda-tawanya bersama sang kekasih. Memang, pemuda tersebut tak mengabaikan entitas kakak-beradik yang ikut makan malam bersamanya. Akan tetapi, Jimin terlalu menunjukkan bahwa dirinya teramat mencintai Choi Minji. Dan hal itulah yang menjadikan segala yang terjadi pada malam itu terasa memuakkan. Betapa bodohnya Taehyung dan Jungkook yang baru menyadari bahwa cincin sederhana yang melingkar pada jari manis Park Jimin selama ini nyatanya adalah sebuah cincin pertunangan. Dan hal yang terbodoh adalah mengapa selama ini mereka enggan mempertanyakan perihal status seorang Park Jimin? Jimin adalah sosok pria sederhana yang menyenangkan. Dirinya hanya akan bercerita tentang apa yang dapat diceritakan, bertanya tentang apa yang ingin ditanyakan, dan menjawab apa yang mesti dijawabnya. Park Jimin adalah pendengar terbaik di seluruh jagat raya, pemuda itu mampu menjadi seseorang yang sudi meminjamkan bahunya untuk siapapun yang membutuhkan sandaran.
Sempurna namun menyakitkan.
"Jay?"
"Hm." Jungkook menyahut dengan kelopak mata yang nyaris tertutup sempurna. Tampak kelelahan. Sedangkan Kim Taehyung sibuk menyetir di sebelahnya, memandangi dirinya dengan air muka khawatir.
"Apa kau oke?" Dan Taehyung hanya tersenyum kecil ketika adik lelakinya itu mengangguk mengiyakan, masih terlihat nyaman dengan posisinya yang bersandar apik pada tempat duduknya. Sepasang tangannya menyilang sembari mendekap ransel kuliahnya. Taehyung pun lantas mengulurkan sebelah tangannya pada kening Jungkook dengan sepasang matanya yang masih terfokus pada jalanan di depannya, mengecek suhu tubuh pemuda tersebut bilamana memang mengalami demam. "Alright, kau oke." Ucap Taehyung seraya tersenyum lega dan mengusak poni Jungkook sekilas, berniat membiarkan adiknya untuk beristirahat sejenak sebelum perjalanan pulang mereka berakhir.
"Berhenti mengkhawatirkanku, man. Kau itu too much, Hyung. Berikan saja perhatianmu pada gadis-gadis di luar sana. Ah, tidak, tidak. Maksudku, seorang gadis. Kau 'kan, tipe setia." Tak ada nada candaan pada bagaimana Jungkook bergumam, namun Taehyung hanya menanggapinya dengan terkekeh geli. "Aku bukan bayimu. Ingat itu, Hyung."
Suara musik akustik mengalun memenuhi kabin. Ditengok olehnya setelah beberapa menit, Jungkook telah tertidur dengan pulas. Kedua matanya yang bulat telah tertutup sempurna oleh kelopaknya. Bibirnya yang menggemaskan separuh terbuka, namun Taehyung tak mampu untuk mengusik pemuda tersebut barang sedikit pun. Terlalu tenteram dan nyaman. Hingga di kala selanjutnya, Kim Taehyung dibuat tertegun dan refleks menghentikan kendaraannya sejenak tatkala menyaksikan apa yang telah dibidik oleh indera penglihatannya tak jauh dari posisinya yang terduduk di depan kemudi.
***
Tak pernah terbesit sama sekali, Kim Taehyung akan berakhir meminum alkohol bersama adiknya di dalam sebuah club besar di kota Busan. Kim Taehyung adalah sosok lelaki matang yang tak kenal dengan dunia malam, tentu saja karena dirinya ingin menjadi contoh yang benar-benar baik untuk Kim Jungkook; adik lelaki satu-satunya yang ia miliki, meski halnya status mereka hanyalah sebatas saudara angkat. Kejadian siang tadi benar-benar memukul telak ulu hatinya, rasanya teramat sakit dan nyaris membuat gila. Dan anehnya, secara kebetulan pula dirinya mendapati Jungkook tampak murung serta layaknya orang frustasi. Hanya sebatas memusingkan tugas kuliah, begitulah alasan yang dituturkan oleh Jungkook padanya. Akan tetapi, pemuda itu malah enggan untuk menerima bantuan yang ditawarkannya.
"Hyung," Jungkook meneguk gelasnya yang kelima, pandangannya sudah memburam, "Kau payah, Man." Dirinya tersenyum main-main dalam keadaan mabuk, memandangi kepala Kim Taehyung yang telah terkapar di atas meja. Benar-benar terlihat lunglai dan tak berdaya.
Dan Taehyung hanya berdeham menyahuti asal suara adik lelakinya. Mendongakkan kepalanya perlahan, lantas menyeringai kecil ke arah Jungkook dengan pupil mata yang menyipit sayu, "Jay, tiba-tiba aku kegerahan." Suaranya teramat rendah dan parau terdengar.
Kemudian, suara alunan musik yang memekakkan telinga pun redam. Bergantikan dengan suasana dominan putih di dalam ruang, dengan hawa dingin yang berhasil menyentuh kulit tubuh keduanya yang sama-sama terasa panas. Segalanya seolah menjadi semu, dimana mereka benar-benar terlarut dalam pengaruh minuman yang belum pernah mereka minum.
Pun, entah semenjak kapan tubuh Taehyung terjatuh begitu saja di atas adiknya. Ada suatu sensasi yang menjalar ke permukaan tubuhnya, sungguh mati ingin melepaskannya sesegera mungkin. Terlebih tatkala Jungkook menggeliat di bawah tubuhnya, mengerang meminta sesuatu yang entah Taehyung tak tahu apa. Hingga kejadian tempo lalu secara otomatis terulang kembali. Memagut bibir satu sama lain seakan-akan keduanya tengah kehausan di padang pasir tak berujung. Ada rasa sakit yang menggelitik, namun segalanya terhapus ketika pikiran mereka melayang begitu saja ke dalam fatamorgana yang terlampau indah apabila dilewatkan. Maka, Kim Taehyung melupakan statusnya sebagai seorang kakak kala ini.
Betapa tangan Taehyung mendadak lihai membukakan satu per-satu kain yang melekat pada tubuh adiknya, merabai inci per-inci permukaan kulit halus milik Jungkook. Yang mana, menjadikan pemuda itu melenguh berkali-kali di bawah kungkungannya. Dan Kim Taehyung semakin di luar kendali, ingin lebih dalam lagi menghancurkan setiap titik yang menjadi pusat gairah keduanya. Pada awalnya, Taehyung samar hanya mendengar suara Jungkook yang merintih kesakitan. Sadar tak sadar membuat dirinya merasa telah menyakiti pemuda tersebut. Akan tetapi, segalanya masih terasa semu dalam akal Taehyung yang tengah mengambang. Taehyung bahkan tak merasa terluka tatkala Jungkook menancapkan kuku-kuku jemari di atas permukaan kulitnya. Kim Taehyung terus memaksa untuk masuk.
"Hyung—h—"
Kim Taehyung tahu, suara yang terlalu familiar di indera pendengarannya. Akan tetapi, bukan dengan nada lenguhan begini yang Taehyung dengar selama ini. Pikiran Taehyung benar-benar berkecamuk. Obsidiannya samar menyaksikan sepasang mata jernih yang berkaca-kaca, bahkan tampak telah menangis di hadapannya. Taehyung dapat melihat bagaimana pemuda itu menggigit bibirnya sendiri dengan kuat tatkala ia melesakkan seluruh miliknya dengan cepat. Taehyung bahkan tak menyadari bahwa kulit punggungnya telah berwarna merah akibat aktivitas jemari Jungkook. Pun, tubuh Jungkook separuh terhentak sesaat bersamaan dengan kerongkongannya yang layaknya terbakar. Pemuda itu seolah tersedak dan kehilangan energi tubuhnya dalam sekejap.
"S-sakit, Hyung." Suara Jungkook gemetar, telak menyentuh perasaan Taehyung. "T-tapi, a-asal bersamamu, aku tak apa. A-aku tak apa. Aku tak apa." Kedua telapak tangannya terulur meraih kedua sisi rahang pemuda di atasnya, memandanginya dengan sisa air mata di pelupuk. Kemudian, dengan perlahan menarik wajah Taehyung untuk dicumbunya. Memagut bibir kakak lelakinya penuh kehangatan, layaknya cairan bening yang telah keluar dari matanya. Jungkook terpejam, hanya ingin menikmati bagaimana rongga mulutnya diisi penuh oleh pemuda itu.
Dan gendang telinga Kim Taehyung mendadak sangat menyukai suara dimana lelaki yang lebih muda itu melenguh di bawahnya, menjambak surai hitamnya hingga rasanya hilang akal. Asing dan nikmat, Taehyung tak paham akan situasi yang tengah dirasakannya kala ini. Tubuh Taehyung bergerak begitu saja, memainkan ritme yang segalanya seolah telah disetel otomatis untuknya. Dirinya refleks menggeram, menikmati bagaimana tubuh pemuda lain terhentak-hentak di bawahnya. Kim Taehyung tak pernah melakukan hal ini bersama siapa pun sebelumnya. Akan tetapi, dengan aneh dirinya sanggup menguasai segalanya yang serba tiba-tiba.
"—nh—Jimmy hyung...."
Maka, telak suara Jungkook berhasil menjadikan sisa akal waras Kim Taehyung membuncah seketika.
To be continued....
⊱⋅ ──────────── ⋅⊰
Repub on 20-07-21
Julisfie.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY [complete]
Fanfiction[COMPLETE] Jungkook yang merindukan kakak lelakinya, dan Taehyung yang terlalu mencintai adiknya. Kim Taehyung x Jeon Jungkook (BxB) PS. Mohon bijak dalam membaca, this content is only intended for 18+ thanks.