Live a new life, even without you

11.6K 1.9K 91
                                    































Jungkook melangkah kecil, memberanikan diri untuk menghampiri bocah yang lebih tua. Kim Taehyung, masih cemberut duduk di dekat balkon dalam rumahnya. Tangannya yang kecil bertengger apik pada railing, dan semakin mencengkeram pagar pembatas itu erat tatkala mendapati sosok Jungkook yang menepuk bahunya dua kali. Taehyung menatapnya penuh implikasi, dengan bola mata yang tampak berkaca-kaca. Dramatis sekali.

"Tae Hyung?" Jungkook menyapanya, ikut mendudukkan diri di atas lantai. Wajahnya mengerjap tanpa dosa kepada bocah di hadapannya. Sejenak menundukkan kepala, memainkan jemarinya yang berada di antara lipatan kakinya yang menyila. Lantas, mengucapkan satu kata yang keluar begitu saja dari bibir mungilnya. "M-maaf." Ia menatap bagaimana air mengalir dari pelupuk mata Taehyung, menjadikan hatinya merasa tak nyaman. Percis ketika ia menyaksikan Chim hyungnya kala menangis.

"Kenapa masih di rumahku?" Taehyung berkata sembari terisak. Berniat menyentak bocah kecil di hadapannya, namun intonasi yang dikeluarkannya ternyata berkhianat. Memandang Jungkook yang tengah memperhatikan wajahnya lamat-lamat, tampak polos-rasanya tak pantas untuk dimarahi.

"Jangan menangis," ucap Jungkook sembari mengulurkan sepasang tangannya pada wajah Taehyung, menghapus airmata yang telah mengalir di sekitar pipi bocah tersebut dengan ibu jari, "Kookie tak suka melihat Hyung menangis."

"Pergi sana," Taehyung tampak merajuk. Akan tetapi, Jungkook hanya memperhatikannya statis, seolah membiarkannya untuk menumpahkan segala kekesalannya saat ini. Membuat Taehyung membuang pandangannya karena malu, "Aku mau mencari adik yang lain saja. Kau menyebalkan."

"Baguslah kalau begitu, Kookie bisa pulang, 'kan? Chim hyung pasti sudah menunggu lama," ujar Jungkook, ia lantas bangkit dari duduknya. Menggaruk kepalanya yang tak gatal, bertanya kembali pada Taehyung yang tengah menatapnya tak karuan, "Kira-kira, dimana permen dan susu pisangnya? Apa kau tahu, Hyung?"

Kim Taehyung itu hanya bocah kecil yang belum dapat mengontrol emosinya dengan baik. Hanya memiliki bibi Choi-pengasuhnya, selama ditinggalkan ayahnya bekerja. Tak ada teman bermain, dikarenakan lingkungan rumahnya yang sungkan terakses oleh orang-orang biasa. Sekolahnya baru akan dimulai sekitar dua minggu lagi. Akan tetapi, Taehyung sudah tak sabar untuk mendapat teman. Ia kesepian, teramat kesepian. Hanya mampu meluapkan emosi pada dirinya sendiri, menumpahkan segala perasaan asing yang baru dikenalnya. Tanpa Taehyung sadari, bahwa dirinya telah menjadi sosok yang mudah emosi-selama ini, terlebih ketika memendam perasaan yang sulit untuk disampaikan.

"Hyung ... ?"

Mendengarnya, Taehyung langsung bangkit berdiri. Menangis tersedu, kontras dengan euphoria yang semestinya ia rasakan karena panggilan itu. Ada perasaan kecewa yang menghampirinya, ada perasaan kesal yang menggerogotinya, serta ada perasaan sedih yang seakan mengoyak hatinya. Taehyung tahu, tak sepatutnya ia berlebihan seperti ini. Namun, segalanya melebur menjadi satu-di luar kendalinya. Karena, ekspektasinya dihancurkan begitu saja oleh Jungkook yang terus berceloteh tentang hyungnya yang lain. Itu terdengar menyebalkan.

"Tae Hyung?" Kali ini, Jungkook melangkahkan kaki mengikis jarak mereka, "Jangan menangis terus, oke?"

"Pergi!" Teriak Taehyung. Bahkan, ia menepis tangan Jungkook yang hendak menghapus air matanya kembali, "Pergi, pergi, pergi!" Vokalnya melengking.

"Kenapa kau berteriak begitu?!" Jungkook menyahutnya dengan nada tinggi. Merasa bahwa tak sepatutnya Taehyung membentak dirinya. Karena, selama ini Jimin tak pernah memperlakukannya dengan kasar. Sekali pun, hanya melalui sebuah ucapan.

BOY [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang