Hingga terhitung satu pekan lamanya, Jungkook dan Jimin semakin dekat. Dan siapa lagi bila bukan Kim Taehyung dalang di balik segalanya? Jimin mulai bisa tersenyum kembali, menampilkan matanya yang tenggelam dan membahagiakan siapapun yang melihatnya. Taehyung bahkan membiarkan Jimin mengambil alih posisinya sebagai supir pribadi Jungkook. Park Jimin tak membuka kedainya selama belakangan ini, memutuskan untuk mengantar-jemput Jungkook kuliah dan bersenang-senang dengan bocah tersebut—seperti apa yang diperintahkan oleh Taehyung kepadanya. Setidaknya, Jimin dapat terhindar dari depresi karena insiden Choi Minji. Meskipun sejujurnya, Jimin masih selalu histeris dan menangis di kamarnya tatkala menyendiri.
"Jay, mau kemana kita hari ini?" Tanya Jimin seraya berjalan beriringan dengan lelaki yang lebih muda. Raut wajahnya tampak cerah, dan Jungkook sangat bahagia menyaksikannya.
"Hm, karaoke?" Jungkook agak canggung dan takut salah menawarkan, "Kita belum pernah karaoke, 'kan, Hyung?"
"Ide yang bagus," Jimin mengangguk afirmatif, senyumannya melebar, "Suaramu 'kan, oke, Jay?"
Sedikit-banyak Jungkook tersipu. Memalukan. "Aku akan mentraktirmu, dan jangan menolak seperti kemarin-kemarin. Kau tahu? Lama-lama aku merasa jadi orang miskin gara-gara dirimu."
Jimin sontak terkekeh. "Tak apa. Lagipula, uangku juga uangmu—ah, maksudku, kau itu kawanku. Jadi, terima saja jika aku membagi milikku denganmu."
"Inilah yang tak kusuka darimu, Hyung. Kau selalu saja berhasil mengelak dari ucapanku," sahut Jungkook, "Mungkin, lain kali aku akan belajar lebih pintar lagi pada V hyung."
"Jay, awas!" Jimin separuh berteriak tatkala ada sebuah motor yang nyaris menabrak Jungkook, dirinya refleks menarik pemuda itu hingga terjatuh di atasnya; secara otomatis menjadikan tubuhnya alas dan melindungi Jungkook dari kerasnya aspal jalanan. "Kau tak apa-apa? Kau tak apa-apa, Jay?!" Tanyanya panik.
"Hyung, kau—sikumu terluka, astaga." Nada bicara Jungkook rupanya lebih panik. Jungkook ingin menyentuh siku Jimin yang berdarah, namun agak ngilu membayangkan Jimin yang akan meringis perih karenanya. "Ke rumah sakit? Ke rumah sakit?"
"Hahaha," dan Jungkook hanya tertegun dengan mata membulat lucu mendengar tawa Jimin yang seringan beludru, "Come on, Kiddy. Ini hanya luka kecil, aku bukan anak tiga tahun yang akan menangis hanya karena luka sekecil ini."
"Hyung—"
"Ayo, bukankah kita mau karaoke? Aku tak mau kemalaman mengantarmu pulang," Jimin bangkit dari posisi terduduknya—tampak menyembunyikan kesakitannya di mata Jungkook, dan Jungkook merasa amat payah karena semestinya dirinya-lah yang membantu Jimin bangun. Bukan sebaliknya.
"Setidaknya, biarkan aku memberikanmu pertolongan pertama." Jungkook terdengar bersungut-sungut. "Plester?"
Lantas, mana mampu Park Jimin untuk menolak?
***
Disinilah Kim Taehyung berada. Di salah satu restoran yang terdapat di dalam kawasan Centum City. Taehyung berpenampilan seadanya, hanya mengenakan kemeja putih polos—sebelumnya memang memakai jas, namun Taehyung benar-benar kegerahan selepas pulang kerja—dan mengenakan celana bahan berwarna mocca yang dilingkari oleh ikat pinggang Gucci kesayangannya. Sederhana, namun sempurna. Hingga dimana obsidiannya menangkap sesosok gadis yang dilihatnya dari layar ponsel milik Kim Tae Jung pada tempo lalu. Samar, akan tetapi Taehyung masih dapat mengingat wajah gadis tersebut. Dirinya tertegun.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOY [complete]
Fanfiction[COMPLETE] Jungkook yang merindukan kakak lelakinya, dan Taehyung yang terlalu mencintai adiknya. Kim Taehyung x Jeon Jungkook (BxB) PS. Mohon bijak dalam membaca, this content is only intended for 18+ thanks.