Halo!🙆
So far, menurut kalian gimana ceritanya?
Kalian #TeamSaga atau #TeamKavin nih? wkwkwk
Happy reading!✨
---
Saga memasuki perpustakaan dengan langkah-langkahnya yang panjang. Bel tanda istirahat sudah berbunyi dari beberapa menit lalu sehingga perpustakaan tidak terlalu banyak pengunjung karena sebagian besar murid sedang berada di kantin sekolah.
Kehadiran Saga di perpustakaan berhasil mengundang menarik perhatian murid-murid perempuan yang kebetulan berada di perpustakaan. Ada pekikan tertahan yang terdengar ketika Saga melintas di hadapan mereka.
Di SMA Pelita, Saga tergolong sebagai siswa populer. Bagi hampir seluruh murid, Saga adalah sosok yang nyaris sempurna. Ia tampan, dengan kulit pucat yang kontras dengan helaian rambutnya yang sehitam malam. Postur tubuhnya yang tinggi, juga kecerdasan yang dimiliki pemuda itu sehingga ia ditempatkan di kelas unggulan.
Tatapan memuja itu berhenti saat punggung Saga sudah tak lagi terlihat karena terhalangi oleh rak-rak buku yang berjejer rapi.
Saga melangkahkan kakinya menuju ke sudut perpustakaan, tempat yang tidak banyak dilalui orang. Ia tahu, jika tidak terlihat di kelas, maka ia bisa menemukan seorang Kavindra Bagaskara disini.
Dan tepat seperti dugaannya, Kavin sedang duduk sembari bersandar di rak buku kayu yang terletak di sisi belakang ruangan, berhadapan dengan dinding yang memiliki jendela besar sehingga memberikan penerangan yang cukup untuk Kavin.
Kavin menyadari kehadiran Saga tepat saat pemuda itu menghentikan langkahnya. Salah satu sudut bibir Kavin tertarik ke atas ketika ia menutup buku yang tengah dibacanya, melepaskan earphone dari kedua telinganya dan berdiri tepat di hadapan Saga.
Pemuda itu bersiul ringan. "You know me really well, don't you? Lo bahkan tau dimana lo bisa menemukan gue."
"Gue sama sekali nggak berminat dengan basa-basi lo." Saga menyela dengan wajah tidak terkesannya.
"Ah, you hurt me," lirih Kavin, jelas tidak benar-benar memaknainya, karena Saga mampu menemukan sebentuk rasa kebencian di wajah Kavin. "But it's okay, gue memaafkan lo." Sekali lagi, Kavin menyeringai saat mengatakannya. "So, what brings you here, Nawasena?"
"Key," sahut Saga. Raut wajahnya tak berubah, tetap terlihat tenang seperti biasanya. "Stay away from her."
Kavin meloloskan sebuah tawa kecil dari bibirnya. "Lo berdiri di hadapan gue sekarang hanya karena anak baru itu? Menarik."
"Gue sudah memperingati lo."
"Kasih gue satu alasan saja kenapa gue harus peduli dengan peringatan lo?" Tanya Kavin. Dan Saga sendiri sudah menduga sejak awal, bahwa meminta Kavin menuruti peringatannya tidak akan pernah semudah itu.
"Karena yang mampu lo lakukan hanyalah menyakiti orang yang ada di kehidupan lo. Hanya itu yang mampu dilakukan seorang pengecut seperti lo," adalah jawaban yang Saga berikan tanpa berniat untuk berpikir dua kali sebelum mengatakannya.
Ada yang berubah dari raut wajah Kavin yang beberapa saat lalu terlihat puas. "Lo perlu berpikir dua kali sebelum berbicara," ucapnya dengan tatapan lurus. Kedua telapak tangannya sudah mengepal kuat.
Salah satu sudut bibir Saga terangkat, hal yang terbilang hampir tak pernah mengingat pemuda itu lebih sering terlihat dengan wajah tak pedulinya. Dan justru karena hal ini Saga terlihat begitu dingin sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] an unfilled space or interval; a gap. *** Di suatu sore, ketika Saga baru saja tiba di rumah sepulangnya dari sekolah, ia dibuat bingung oleh kardus-kardus yang berada di ruang tamu rumahnya. Keterkejutan itu berlanjut saat Bunda muncul beb...