Halo!🙌
Masih ada yang stay jadi #teamKavin nggak nih?
Happy reading!✨
---
"Ada jam yang lebih manusiawi untuk lo nyuruh gue datang ke rumah lo?" Lano mendesis kesal sambil masuk ke dalam kamar Saga, menghempaskan tubuhnya ke atas kasur dan menatap punggung Saga yang sedang merokok di balkon kamarnya yang dibiarkan terbuka.
Jarum jam hampir menyentuh angka 11 ketika Saga menelpon Lano dan meminta cowok itu datang ke rumahnya. Ia memang bisa saja pergi ke rumah Lano, namun Bunda sedang tidak berada di rumah, dan ia tidak ingin meninggalkan Key sendirian.
Meskipun Lano sempat mengomel kesal di telpon tadi, cowok itu tetap muncul di rumah Saga tidak sampai dua puluh menit kemudian.
Saga menghisap nikotinnya dalam-dalam, sebelum ia menghembuskan asap perlahan dari mulutnya. Lano membiarkan cowok itu tenggelam dalam dunianya sendiri untuk sesaat sebelum ia kemudian bertanya, "Udah lama juga gue nggak lihat lo merokok. Ada apa?"
"Key sebentar lagi pulang."
Lano segera mengubah posisinya menjadi duduk di kasur. Wajahnya terlihat begitu terkejut. "Pulang ke rumah dia? Jadi dia nggak bakal tinggal disini lagi?"
Tanpa menoleh ke belakang untuk melihat Lano, Saga mengangguk. "Semuanya udah selesai. Beberapa hari lagi dia udah bisa pulang ke rumahnya."
Semuanya sudah selesai. Saga mengulang kalimat itu di dalam hatinya.
Perlahan, ekspresi terkejut Lano memudar. "Apa yang mau lo lakuin sekarang?"
"Kalau gue tau apa yang harus gue lakuin, gue nggak bakal manggil lo kesini sekarang, Delano."
Lano memutar bola matanya kesal. "Lo belum dapat jawaban dari dia, kan?"
Saga menghembuskan asap yang kemudian bercampur dengan udara sebelum mengangguk pelan. "Gue rasa dia masih butuh waktu untuk berpikir."
Lano menghembuskan nafas keras. "Bukan karena lo yang terlalu pengecut?"
Saga tidak mampu mengelak dari kebenaran di dalam pertanyaan Lano. Ia sadar, selama ini ia hanya mencari-cari alasan untuk tidak menanyakan jawaban Key. Ia tidak ingin mengakui, bahwa ia sebenarnya hanya terlalu takut untuk mendengar balasan dari Key.
"Now or never, Saga. Lo minta jawabannya sekarang, atau lo nggak akan dapat jawabannya. Seperti yang gue udah pernah bilang, kalau lo terus-terusan seperti ini, lo hanya akan mendorong Key semakin jauh."
"Gue udah pernah gagal menjaga Freya." Saga berucap, menatap hampa pada udara di malam itu. "And it hurts me like hell. It really left me in ruins. Gue berhenti mempercayai diri gue sendiri sejak itu. Gue nggak lagi percaya kalau gue bisa menjaga orang lain."
Saga menghembuskan nafas panjang. "And then she comes. I promised her to always keep her safe. Tapi gue selalu dibayangi rasa takut kalau suatu hari nanti gue kembali gagal. Gimana kalau gue kembali hancur karena gagal melindungi seseorang. Gimana kalau gue-"
"Gimana kalau ternyata apa yang terjadi kali ini berbanding terbalik dengan ketakutan lo?" Lano menyela dengan sebentuk pengertian dan rasa peduli di dalam suaranya. "Kalau lo pernah gagal sekali dan lo berhenti mencoba, artinya lo udah kalah."
Saga yang membisu membuat Lano membuang nafas berat. "Pikirin semuanya baik-baik. Gue nggak bisa maksa lo, Saga. Lo lawan rasa takut lo, atau lo hanya bisa membiarkan dia pergi tanpa jawaban."
Lano membaringkan tubuhnya kembali di atas ranjang. "Lo tidur di sofa, ya. Itung-itung karena udah minta gue kesini tengah malam. Nggak lihat situasi dulu emang kalau mau manggil orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] an unfilled space or interval; a gap. *** Di suatu sore, ketika Saga baru saja tiba di rumah sepulangnya dari sekolah, ia dibuat bingung oleh kardus-kardus yang berada di ruang tamu rumahnya. Keterkejutan itu berlanjut saat Bunda muncul beb...