Halo!💓
Mau kepo sedikitt
Sejauh ini kalian punya tokoh favorit dari Lacuna? Kalau ada, alasannya?
Happy reading!✨
---
Sinar matahari pagi yang belum begitu terang menembus tirai jendela dan menyapa Key dengan lembut. Key menggeliat pelan di atas kasur, merenggangkan tubuhnya sebelum membuka matanya perlahan, menyesuaikan dengan cahaya yang masuk.
Key yang masih belum sepenuhnya sadar sedikit mengernyit ketika memerhatikan sekelilingnya, merasa ada yang aneh dari kamarnya.
Rak kayu tempat buku-buku berjejer rapi.
Dinding yang berwarna putih dan biru tua.
Aroma parfum yang jelas bukan miliknya menyeruak masuk ke indera penciumannya.
Dan robot-robot serta action figure yang berjejer rapi di atas meja berbahan kayu.
Sepersekian detik kemudian, Key membelakakan matanya begitu sadar apa yang sedang terjadi. Gadis itu spontan terduduk di kasur dengan helaian rambut yang masih berantakan khas orang bangun tidur.
Ini kamar Saga.
Perhatian gadis itu kemudian teralih pada bantal dan selimut yang ada di sofa, siapapun dengan mudah bisa mengetahui bahwa semalam ada orang yang tidur disana. Sial, sial, sial. Key tidak berhenti merutuki dirinya sendiri di dalam hatinya. Dia sungguh merasa malu sekarang, apalagi setelah ia sudah berhasil mengingat kembali apa yang terjadi tadi malam.
Semalam, saat Saga sedang membantu Key mengerjakan tugasnya, Lano datang ke rumah sehingga Saga turun sebentar untuk menemuinya, meninggalkan Key sendirian di kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat, dan Key tidak lagi dapat menahan kantuknya. Dan yang ia ingat, ia tertidur di atas karpet yang ada di kamar Saga. Namun mengingat ia berada di atas kasur sekarang, itu artinya—
Wajah Key membara, tidak sanggup lagi untuk membayangkannya. Bodoh banget.
Key belum sempat memikirkan apa yang akan dikatakannya pada Saga yang sekarang entah dimana, ketika pintu kamar terkuak begitu saja. Saga masuk dengan wajah yang sudah terlihat lebih segar. Rambutnya masih lembab, belum disisir sehingga masih acak-acakkan, dan entah kenapa cowok itu masih tetap terlihat seperti karya seni yang dihasilkan tangan seniman ternama. Beberapa helai rambutnya jatuh diatas keningnya, menciptakan kesan kontras karena kulitnya yang pucat. Ia sudah menggunakan seragam Pelita tanpa dikancing sehingga baju kaus berwarna putih yang ia kenakan terlihat.
Sekarang Key mengerti kenapa banyak perempuan di Pelita yang rasanya rela melakukan apa saja hanya untuk dilirik oleh Saga. Ah, namun bukan itu yang harus dipikirkan oleh Key.
Beberapa detik, Key diam karena rasa malu yang menghinggapi dirinya, juga karena tidak tahu harus berkata apa. Lalu, "Saga, a—aku.... Minta maaf. Aku sama sekali nggak berniat untuk ketiduran di kamar kamu. Ta—tapi semalam—"
"Lo nggak mau siap-siap ke sekolah?" Saga menyela kalimat Key, membuat gadis itu bungkam. Key berusaha menebak apakah cowok itu marah padanya atau tidak, namun rasanya sia-sia mengingat wajah Saga yang selalu tanpa ekspresi. Key hanya bisa mengangguk kaku karena tidak tahu lagi harus menjawab pertanyaan Saga seperti apa, kemudian turun dari kasur Saga, meraih buku-bukunya yang berserakkan di atas karpet kamar Saga.
Dia lalu berjalan melewati Saga menuju ke ambang pintu dan keluar, sekalipun tidak berani untuk menatap mata Saga karena rasa malu yang menguasai dirinya sekarang.
Dan ketika Key melintas di depan Saga, Saga bisa melihat dengan jelas rona yang bersemu di pipinya.
Key mungkin kurang beruntung pagi ini, karena tepat saat ia merapatkan pintu kembali, ada senyum yang hadir di wajah Saga tanpa sempat dilihat olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] an unfilled space or interval; a gap. *** Di suatu sore, ketika Saga baru saja tiba di rumah sepulangnya dari sekolah, ia dibuat bingung oleh kardus-kardus yang berada di ruang tamu rumahnya. Keterkejutan itu berlanjut saat Bunda muncul beb...