12 • Dunia yang Berbeda

2.7K 531 20
                                    

Halo!🙆

Happy reading!✨

---

Jarum jam mulai merambat meninggalkan angka delapan ketika Kavin memarkirkan mobilnya di halaman rumah, membuang puntung rokok ke paving block yang melapisi halaman rumah dan menginjaknya sebelum masuk ke dalam. Seragam putih-cokelat milik Pelita masih membalut tubuhnya walau dua kancing teratas sudah ia buka, membuat kaus hitam yang ia kenakan terlihat.

Kavin baru akan menginjakkan kakinya di anak tangga pertama saat namanya diserukan oleh seorang pria yang duduk di sofa ruang tamu. "Kavindra." Nada bicaranya terdengar tegas, membuat Kavin menghentikan langkahnya dan berbalik, menatap pada pria berusia 40-an tahun yang sedang duduk dengan secangkir kopi di hadapannya.

"Ada apa?"

"Papa tadi ditelfon oleh tempat bimbingan belajar kamu, dan katanya kamu sama sekali nggak pernah datang kesana. Itu benar?" Seperti biasa, tanpa basa-basi yang tidak perlu.

Kavin mengangguk sekali. "Iya."

"Kamu mau jadi apa kalau seperti ini terus?" Nada bicara Papa langsung meninggi. "Kita sudah berulang kali membicarakan ini, Kavin. Kapan kamu bisa mengerti dan mengikuti kata-kata Papa?"

Kavin mengepalkan tangannya kuat. Membalas ucapan Papa dengan kemarahan yang selama ini ia tahan jelas bukan solusi yang tepat. "Maaf." Tapi sesungguhnya, bukan itu yang ingin Kavin katakan. Yang ingin ia katakan adalah, Papa yang nggak mengerti. Papa yang nggak mengerti kalau bukan hidup seperti ini yang aku mau. Bukan hidup yang diatur sesuai dengan keinginan Papa.

Tapi sampai kapanpun, Papa tidak akan mengerti.

"Kamu masuk ke kamar dan belajar sekarang. Papa memasukkan kamu ke Pelita bukan untuk membiarkan kamu bertindak seenaknya seperti ini. Paham?"

Kavin mengangguk, tak lagi berniat untuk bersuara. Papa nampaknya tidak ingin membahasnya lebih lanjut malam ini, karena pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi setelahnya selain menghela nafas panjang, membiarkan Kavin menaiki tangga yang membawanya ke lantai dua, lalu masuk ke dalam kamarnya.

 Papa nampaknya tidak ingin membahasnya lebih lanjut malam ini, karena pria itu tidak mengatakan apa-apa lagi setelahnya selain menghela nafas panjang, membiarkan Kavin menaiki tangga yang membawanya ke lantai dua, lalu masuk ke dalam kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Key baru saja menuntaskan PR Bahasa Indonesianya saat jarum jam merambat ke angka satu. Gadis itu merenggangkan tubuhnya lalu beranjak dari kursi, berniat untuk meminum segelas air terlebih dahulu karena rasa haus yang menjalari tenggorokannya sebelum tidur.

Key melangkah keluar dari kamar dan langsung menuju ke tangga yang membawanya ke lantai satu. Ia dibuat terkejut begitu melihat Saga yang duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan dengan secangkir kopi yang asapnya masih mengepul di tangannya. Saga mengangkat wajahnya saat menyadari kehadiran Key, ekspresinya tidak berubah, dan ia juga tidak berniat untuk mengatakan apa-apa.

"Kamu belum tidur?" Key bertanya.

Saga menggeleng sekali sebelum menyesap kopi dari cangkirnya.

Lacuna [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang