Halo!🌸
Happy reading!✨
---
Satu tahun kemudian...
Bel pulang sekolah terdengar di penjuru gedung SMA Pelita, membuat sorakkan tertahan terdengar dari hampir semua siswa di setiap kelas.
"Pusing banget gue. Mau mati aja rasanya." Lano bersungut-sungut sambil keluar dari kelas dengan langkah gontai. Saga yang berada di sebelahnya hanya mendelik melihat sikap berlebihan cowok itu.
Usai melaksanakan try out hari terakhir kemarin, Lano memprotes habis-habisan karena mereka sudah harus kembali belajar seperti biasanya. Sebagai siswa di tahun terakhir, hari-hari mereka diisi oleh bimbingan belajar dan ujian-ujian yang rasanya tidak pernah selesai.
Lano sendiri masih seperti biasa, bermain-main dan kurang serius saat pelajaran. Meskipun begitu, Saga yakin anak itu akan tetap meraih nilai yang nyaris menyentuh sempurna. Delano Narendra mungkin memang sudah terlahir dengan otak yang sangat jenius.
Sedangkan Saga, ia memilih untuk belajar lebih keras lagi mengingat mereka sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional. Alasannya tetap satu; ia tidak ingin mengecewakan Bunda.
"Mati sana."
Lano merengut mendengar tanggapan Saga. "Jangan, dong. Nanti percuma aja gue udah bujuk-bujukkan sama bokap nyokap supaya bisa kuliah sastra."
Beberapa hari lalu, akhirnya Lano berhasil membuat orang tuanya setuju untuk membiarkannya memilih jurusan kuliahnya sendiri seperti yang selama ini ia inginkan.
Meskipun Ibunya tampak belum begitu setuju dan masih menginginkan Lano untuk mencoba tes kedokteran ketika lulus nanti, namun setidaknya Ayahnya sudah mendukungnya penuh, membiarkan anak laki-laki mereka satu-satunya itu masuk ke perguruan tinggi yang sesuai dengan impiannya dari dulu.
"Eh, nanti malem gue ke rumah lo, ya. Sekarang mau nge-date sama Kila dulu." Lano terkekeh melihat Saga yang mendengus. "Hadeh, jomblo jangan iri, dong. Udah setahun masih gini-gini aja. Samperin si Key sana!"
Begitu mendengar nama Key, ekspresi Saga seketika berubah dan Lano mampu menyadarinya meskipun cowok itu sudah berusaha untuk kembali terlihat tenang.
Lano menghembuskan nafas pelan dan lantas berkata, "Saga, udah setahun. Lo mau tunggu apa lagi?"
Saga memandang lurus ke depan koridor. "Buat apa lagi gue ketemu dia?"
"Untuk nyelesaiin semuanya, lah. Untuk apa lagi?"
"Semuanya udah selesai."
Lano masih ingin membalas, tapi yang ia pilih untuk katakan ialah, "You miss her?"
Gue sangat merindukan dia. Gue begitu merindukan dia sampai hati gue terasa sangat sakit. Saga ingin mengatakan itu semua, namun ia memilih untuk membiarkan pertanyaan Lano itu berlalu begitu saja.
Saga tidak tahu apakah ia masih punya alasan untuk pergi menemui Key. Gadis itu sudah menolaknya, dan Saga memilih untuk menganggapnya sebagai sebuah kata usai. Saga bahkan juga tidak tahu bagaimana harus mendefinisikan hubungan yang ia punya dengan Key sekarang.
Sudah satu tahun, dan ia masih belum juga bertemu dengan Key. Ia berusaha melanjutkan hari-harinya seperti biasa, mencoba untuk membiasakan dirinya kembali seperti sebelum Key datang ke dalam kehidupannya.
Namun ia tidak bisa.
Setiap sudut dan sisi rumah mengingatkannya pada Key. Ruang tamu. Halaman belakang. Kamar Tamu. Ruang lukis. Bahkan kamarnya sendiri mengingatkannya pada Key.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] an unfilled space or interval; a gap. *** Di suatu sore, ketika Saga baru saja tiba di rumah sepulangnya dari sekolah, ia dibuat bingung oleh kardus-kardus yang berada di ruang tamu rumahnya. Keterkejutan itu berlanjut saat Bunda muncul beb...