Halo!
10 ribu pembaca! Terima kasih banyak!💓
Happy reading!✨
---
Malam ini, hujan turun dengan begitu deras. Sesekali terlihat kilatan petir yang menyambar disusul oleh bunyi guntur yang menggelegar. Namun tanpa terlihat terganggu sama sekali, Saga justru berdiri di balkon kamarnya dengan sebatang rokok terapit di jemarinya.
Sudah hampir dua jam Saga hanya berdiri disana dan memandang pada tirai hujan yang jatuh menghantam bumi selama beberapa jam terakhir. Hawa dingin dari hujan yang bercampur dengan udara malam terasa menusuk kulit, namun Saga tampak tak terusik walau kaus abu-abu yang memeluk tubuhnya jelas tidak bisa melindunginya dari rasa dingin yang menyapa.
Ia khawatir.
Setelah pulang dari mall tadi, Saga menduga Key hanya akan berdiam diri atau bahkan menangis di kamarnya. Namun dugaannya meleset, sangat meleset karena kenyataannya, Key tidak berdiam diri juga tidak menangis sedikitpun. Ia justru terlihat seperti Key yang biasanya. Masih ada senyum yang menghiasi bibirnya, bahkan ia masih mengobrol dan tertawa saat mereka berdua makan malam bersama tadi.
Dan justru karena itulah Saga khawatir. Key selalu enggan berbagi apa yang sebenarnya gadis itu rasakan kepada orang lain. Gadis itu selalu tersenyum dan tertawa, seakan-akan dia ingin meyakinkan semua orang bahwa ia bahagia dan baik-baik saja.
Semakin lama Saga mengenal Key, perlahan ia semakin sadar bahwa gadis itu sebenarnya berada lebih jauh daripada yang ia duga.
Saga berdecak pelan, membuang puntung rokoknya ke bawah, membiarkan baranya padam terkena tetesan air hujan.
Cowok itu memilih berbalik dan masuk ke dalam sebelum merapatkan pintu balkon kembali hingga suara hujan diluar sana sedikit teredam.
Saga baru saja berniat untuk menyimpan ponselnya dan mencoba untuk tidur ketika ia mendengar suara pintu yang dibuka lalu ditutup kembali. Suaranya berasal dari ruangan yang berada di sebelah kamarnya, tidak lain adalah kamar milik Key. Suara itu kemudian diikuti dengan suara derap langkah menuruni tangga yang meliuk ke lantai bawah.
Satu menit. Tiga menit. Lima menit. Sepuluh menit. Saga duduk di sisi kasurnya, menunggu Key yang entah sedang berada dimana untuk kembali ke kamarnya, namun hingga hampir lima belas menit berlalu, tak kunjung terdengar suara debuman pintu yang menunjukkan Key sudah kembali ke kamarnya.
Tak ingin menunggu lebih lama lagi, Saga memutuskan untuk beranjak keluar dari kamarnya dan langsung menuju ke tangga yang membawanya ke lantai bawah. Saga berhenti di anak tangga terakhir ketika telinganya menangkap suara samar-samar dari televisi yang ada di ruang keluarga.
Dan sesuai dengan dugaan Saga, ia menemukan Key sedang duduk dengan kedua lengan mendekap lututnya yang tertekuk di sofa berukuran besar yang berada di tengah ruangan.
Sweater putih kebesaran yang gadis itu kenakan membuatnya terlihat begitu kecil di mata Saga. Dan juga... rapuh.
Key mengangkat wajahnya ketika menyadari kehadiran Saga yang sekarang tengah berjalan mendekati sofa yang ia tempati lalu duduk di ruang kosong yang berada tepat di sebelahnya.
"Sa-Saga?" Key tampak terkejut. Suaranya juga terdengar serak. "Kamu belum tidur?"
"Lo sendiri?"
Key tersenyum, kontras dengan sebentuk muram di sorot matanya. "Aku belum ngantuk."
Hanya itu, karena lantas, suara yang terdengar setelahnya hanyalah suara dari film laga barat yang tengah ditayangkan di televisi. Key masih berada dalam posisi yang sama hingga menit-menit berlalu—mendekap lutut dengan kedua lengannya. Gadis itu tidak memerhatikan film yang sedang diputar di televisi, justru hanya menatap pada udara hampa dengan pandangan menerawang. Sesekali ia menghela nafas berat dan menghembuskannya perlahan. Saga memerhatikan itu semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lacuna [Completed]
Teen Fiction[BAHASA] an unfilled space or interval; a gap. *** Di suatu sore, ketika Saga baru saja tiba di rumah sepulangnya dari sekolah, ia dibuat bingung oleh kardus-kardus yang berada di ruang tamu rumahnya. Keterkejutan itu berlanjut saat Bunda muncul beb...