1. Candrasa Malik Kumara

26K 826 136
                                    

          Suara berdebum menggema di seluruh penjuru kantin yang kian sesak oleh para murid karena menonton dua orang siswa laki-laki yang sedang beradu jotos, membuat suasana kantin yang sudah ramai dan sesak, kian bertambah kacau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara berdebum menggema di seluruh penjuru kantin yang kian sesak oleh para murid karena menonton dua orang siswa laki-laki yang sedang beradu jotos, membuat suasana kantin yang sudah ramai dan sesak, kian bertambah kacau. Bukannya melerai, para siswa di sana malah menyoraki dan saling menyemangati.

Candra, lelaki itu menonjok secara terus menerus wajah lawannya yang sudah terkapar dan terkulai lemas di lantai kantin. Darahnya keluar dari hidung, mulut, bahkan telinganya. Serta wajah yang lebam. Kemarahan Candra seolah menggantikannya dengan hantaman-hantaman yang bertubi-tubi itu. Candra sendiri, bibirnya sudah robek dan mengeluarkan darah karena sempat tertonjok oleh Xeon-lawan gulatnya itu.

"BERHENTI!! CANDRA!! XEON!!" suara menggema Pak Giri sama sekali tidak membuat Candra menghentikan baku hantamnya. Membuat Pak Giri geram, dan mau tidak mau harus turun tangan memisahkan Candra dan Xeon dibantu oleh petugas keamanan sekolah.

"Sekarang juga, kamu ikut saya ke ruang BK! Dan Pak Maman, bawa Xeon ke UKS untuk diobati!"

Di dalam ruang konseling, Candra duduk di hadapan Pak Giri, Pak Yasa-kepala sekolah SMA Wijaya, serta Bu Anita selaku guru bimbingan konseling. Di luar ruangan konseling yang tertutup, banyak murid yang mengintip karena ingin tahu, lewat kaca jendela. Bahkan sampai ada yang sengaja membawa kursi agar bisa melihatnya.

"Saya lelah sama kelakuan kamu, Candra. Kamu sudah kelas 12, seharusnya kamu fokus belajar. Bukannya malah berantem. Kenapa sih, kamu selalu membuat onar? Biar apa? Biar terkenal? Atau biar dikira paling hebat? Kamu itu sekolah untuk menuntut ilmu, Candra. Bukannya malah menjadikan sekolah sebagai ajang gulat." Bu Anita mencoba bersabar menghadapi sikap Candra yang sering bolak-balik masuk BK karena berbuat ulah. Mulutnya bagai sampai berbusa karena terlalu sering menasehati anak itu. Melihat Candra yang hanya diam, dan malah memandang jendela yang ramai membuat Bu Anita menghembuskan nafasnya pasrah.

"Sebentar lagi orang tua kamu dan orang tua Xeon datang ke sekolah." Candra masih memandang keluar. Membuat Pak Giri geram dengan sikap muridnya ini.

"Jika sedang diajak bicara, tolong perhatikan! Kamu bertingkah selayaknya tidak punya etika. Di mana etika kamu?!" ucapan Pak Giri barusan berhasil membuat Candra menolehkan kepalanya menatap wali kelasnya itu. Tetapi, Candra hanya menatapnya datar.

"Sudah, Pak. Sebentar lagi orang tuanya datang. Kita tunggu saja mereka." Candra sempat berpikir, mereka memarahi Candra seolah di sini Candra yang paling salah. Mereka menghakimi tanpa tahu alasan sebenarnya. Dan Candra benci itu.

Tak lama, pintu ruang konseling terbuka menampakkan Ayah Candra, serta Xeon yang datang bersama Ibunya sembari memegangi hidungnya yang tampak lebam dan mengeluarkan darah. Candra menatap Ayahnya yang tidak melihat kearahnya sama sekali. Mungkin Ayahnya terlalu kecewa dan malu, karena sudah sering sekali orang tuanya itu dipanggil ke sekolah. Setelah semuanya duduk, Bu Anita memulai berbicara.

AKAD [Candrasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang