11. Pemuda Perokok

10.1K 471 18
                                    

          Kicauan burung terdengar sangat merdu, embun pagi, terasa menusuk kulit. Kabut pagi masih terlihat menghalangi pengelihatan setiap orang. Hawa dingin membuat semua orang enggan untuk beraktivitas. Namun, tidak dengan seorang laki-laki jangkung yang kini sudah ada di lorong koridor sekolahnya. Dia duduk di undakan tangga dengan sebatang rokok pada sela-sela jari telunjuk dan jari tengahnya, tak lupa dengan tas yang tersampir sembarang di pundak kirinya.

          Waktu terus bergulir, namun hanya segelintir orang yang baru menjejakkan kakinya di sini, tak terkecuali dengan seorang gadis berkerudung besar yang tengah berjalan menyusuri koridor. Dia Nada. Mata gadis itu menyipit saat sampai di dekat tangga yang menghubungkan deretan kelas 12 dan kelas 11. Pemandangan yang menampakkan seorang laki-laki jangkung yang sedang duduk di undakkan tangga. Bukan, bukan wajah tampan laki-laki itu yang membuat Nada berhenti dan memandangnya dengan pandangan menusuk.

          Tetapi, benda berbentuk silinder kecil yang terselip di antara bibirnya. Hidung mancungnya mengeluarkan asap, hingga asapnya menjangkau Nada. Gadis itu terbatuk karena asap rokok tersebut. Laki-laki itu menoleh saat mendapati ada seorang gadis di dekatnya, tetapi dia tetap santai dan menghembuskan asap rokoknya melalui mulutnya. Tetapi, kemudian dia melepas, lantas membuang putung rokoknya lalu menginjaknya, dan menendangnya ke sembarang arah.

          "Nada." Candra lantas berdiri menghadap ke arah gadis itu. Nada diam, dia hanya memandang ke arah belakang Candra, entah menatap apa. Yang jelas tidak menatap mata lelaki itu.

          "Seseorang yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri, bagaimana kelak akan menjaga keluarganya?" tiba-tiba Nada bertanya demikian. Jujur saja, Nada memang tidak menyukai seorang perokok.

          Lantas, bagaimana jika calon suaminya sendiri yang merokok?

          "Gue ngerokok kalau lagi bunek, kok. Nggak setiap saat." Candra beralibi. Padahal dia merokok setiap harinya.

          "Kalau bunek, resah, banyak pikiran, minta bantuan sama Allah. Minta pertolongan sama Allah. Curhat sama Allah. Bukan menjadikan rokok sebagai pelarian. Lagian, rokok kan enggak baik buat kesehatan. Aku yakin kamu pasti sudah tahu itu." Candra menatap Nada dengan diam dan datar. Nada menghembuskan nafasnya pelan, kemudian kembali berjalan meninggalkan Candra yang masih berdiri di sana.

          Candra menggeleng, memandang kepergian Nada dengan tatapan nanar.

          "Oy, Bro!" tak lama, ada yang menepuk pundaknya dari belakang.

          "Anjir, ngagetin aja, lo!"

          "Lagian, lo pagi-pagi udah ngalamun aja." Danur terkekeh, "ngalamunin apaan, si?"

          "Lagi berkhayal, istri gue kaya apa nantinya," ceplosnya asal.

          "Anjir! Ngebet kawin, lo?!" Jen berbicara.

          Candra senang, Jen sudah mau berbicara seperti semula kepadanya. Setidaknya mereka bisa menjadi alasan Candra berangkat sekolah.

          "Nikah anjir, bukan kawin!" Danur menimpali.

          "Lah, apa bedanya?" Candra bertanya.

          "Makanya kawin, nanti juga lo tahu," jawabnya sok tahu.

          "Lah, lo sendiri, udah kawin memang?"

          "Anjay, belum lah, bego. Walaupun enak, juga gue tahu dosa." Obrolan ngelantur mereka berlanjut hingga semakin banyaknya anak-anak yang datang ke sekolah.

          Di sisi lain, Nada baru saja memasuki kelasnya. Ruangan kelasnya masih sepi. Hanya ada satu dua anak yang sudah ada di kelas. Nada berjalan menuju pojok kelas, lantas mengambil sapu, kemudian menyapu kelasnya, karena hari itu, jadwal dia piket kelas.

AKAD [Candrasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang