4. Mencari Nada

13.1K 620 43
                                    

Suasana kamar ukuran sedang itu terasa sunyi. Pemiliknya sedang memandang secara gamang rembulan di langit sana. Matanya mengerjap. Sesekali, dia meminum susu stroberinya dalam mug bergambar panda. Dia Nada. Kini, pikirannya melayang-layang tak jelas, bagai layang-layang yang putus dari benangnya. Perkataan Ayahnya tadi sore, masih terus terngiang-ngiang di otaknya, "Ayah akan menikahkan kamu dengan anak Om Hendra, yang kemarin kemari. Ayah harap kamu mau menerimanya, bukankah niat baik harus disegerakan? Dan harus diterima dengan baik juga?" kala itu Nada mengangguk, sambil menatap Ayahnya dengan pandangan sendu.

"Bahkan dalam agama, menikah muda malah dianjurkan untuk menghindari zina, buktinya saja, Rasulullah yang menikahi Aisyah saat usianya masih 9 tahun. Sedangkan Nada, kini sudah 17 tahun, dan sudah memiliki KTP. Jadi, itu tidak masalah bukan, untuk kamu?" Dan saat itu Nada kembali mengangguk. Sedangkan hatinya malah berkelana menuju nama seseorang yang hampir satu tahun ini mengisi hatinya.

"Hai Ali, ada tiga perkara yang jangan kamu tunda-tunda pelaksanaannya, yaitu shalat apabila tiba waktunya, jenazah apabila sudah siap penguburannya, dan wanita bila menemukan pria sepadan yang meminangnya." [HR. Ahmad]

Saat ini, Nada berada di baklon kamarnya. Hingga angin malam menerpa wajahnya dan kerudung instan yang dia kenakan. Ya Rabb, apa ini rencana-Mu, atau rencana kedua orang tuaku? lirihnnya dalam hati, kemudian memejamkan kedua matanya.

**

"Perkenalkan nama saya Candrasa Malik Kumara, kalian bisa panggil Candra, atau ganteng juga boleh, cinta juga boleh," katanya sambil tersenyum sangat manis sembari mengedipkan matanya kepada para murid perempuan, membuat mereka berteriak kegirangan, sedangkan anak laki-laki ada yang bersorak ada juga yang bersiul menggoda anak perempuan. Sedangkan Pak Sugiharto hanya menggeleng.

"Sudah, sekarang kamu duduk di samping Malik. Malik angkat tangan kamu," ucap pak Sugiharto. Sedangkan yang diperintah mengangkat tangannya dengan ogah-ogahan. Candra menghampiri cowok tampan yang katanya bernama Malik.

"Hai," sapanya sambil tersenyum, yang hanya dibalas tatapan datar oleh cowok itu. "Nama lo Malik, sama kaya gue, ada Malik-nya." Ucapan Candra tadi tidak digubris oleh Malik. Cowok itu malah mengeluarkan buku tulis serta penanya karena Pak Sugiharto memerintahkan semua murid untuk mengelurkan buku catatannya karena pelajaran akan dimulai.

"Hai, Bro," sapa seorang cowok jangkung yang duduk tepat di depannya.

"Hai."

"Gue Danur, dia Jen, terus dia pembuluh darah, terus dia menara Petronas, kalo yang duduk sama lo manusia kanibal," ucanya sambil cekikikkan. Candra menatap satu persatu cowok yang tadi mengenalkan dirinya bernama Danur dengan bingung. Aneh bener nama-nama mereka. Batin cowok itu.

"Alex jangan berisik! Kenalannya nanti lagi, setelah jam saya selesai!"

"Iya, Pak."

"Nama gue Danur Alex Subarkah, gue penginnya dipanggil Danur, kalo Alex kebagusan," bisiknya pada Candra lalu membalikkan badannya menghadap ke depan. Sedangkan cowok yang duduk bersama Danur hanya tersenyum geli.

"Danur Alex Subarkah, kalau kamu masih mau berisik di kelas saya, kamu keluar!"

"Iya, Pak, keseringan keluar, nanti masuk angin," candanya membuat seisi kelas tertawa.

"Diam! Mau kalian keluar, atau saya keluar?!"

"Wah, dengan senang hati kami memilih opsi kedua, Pak," ceplos cowok yang tadi deperkenalkan namanya Jen.

AKAD [Candrasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang