3. Jodoh

14.9K 632 74
                                    

Bismillah.

Pasal jodoh, hanya Allah yang tahu. Berdoa saja, agar jodoh kita sesuai harapan. Jika tidak, maka syukurilah apa yang Allah berikan.

🌸🌸

Candra, lelaki muda dengan boomber hitam kebanggannya yang pada dada bagian kanannya terdapat jahitan kata Anjaya berwarna keemasan, serta no-boundary pada dada sebelah kirinya. No-boundary yang artinya tanpa batas.

Lelaki itu memasuki rumahnya tanpa salam atau sapaan apapun. Saat sampai di ruang tamu, dia melihat kedua orang tuanya sedang duduk di sofa dan sedang membicarakan sesuatu, yang tidak ingin Candra ketahui. Candra bukanlah tipikal orang yang suka ikut campur urusan orang lain, terkecuali dalam Anjaya.

Bukannya dia tidak ingin ikut campur urusan orang lain, dia hanya berusaha untuk tidak bersikap selalu ingin tahu apapun urusan orang lain atau biasa orang menyebutnya kepo. Candra hanya berusaha cuek, karena jika dia sudah peduli, akan sangat sulit menghentikannya dari masalah tersebut.

"Wa'alaikumussalam," ujar Felia, menyindir putra satu-satunya yang sangat dia sayangi itu. Sebanyak apapun dan sebesar apapun kesalahan seorang anak, orang tua akan tetap memaafkannya. Tetapi, satu saja kesalahan orang tua, belum tentu sang anak akan memaafkan kesalahan orang tuanya. Seperti itulah siklusnya.

"Hehee, Assalamu'alaikum, Ma, Pa." Candra nyengir.

"Sini kamu." Hendra mengisyaratkan Candra untuk mendekat padanya. Sedangkan Candra sudah pasrah jika nanti Papanya akan memarahinya lagi. Mungkin Papanya masih kesal dengan tindakan Candra lusa di sekolah lamanya.

"Duduk!" perintahnya. Candra menuruti saja kemauan Hendra.

"Kenapa, Pa? Candra kan udah dapat sekolah baru, jangan marah-marah lagi, ya?" pintanya dengan senyuman yang menampakkan gigi putihnya yang rata.

"Papa bukan mau bahas masalah itu." Hendra berusaha tenang, meskipun dalam hatinya, dia merasa gusar, takut-takut jika Candra kesal dan marah kepadanya.

"Terus, bahas apa?" Candra memandang Hendra, lalu beralih ke Felia. Felia memandang Candra dengan tatapan sendunya.

"Papa berniat menikahkan kamu," ucap Hendra lantang dan tenang, padahal dalam hatinya sudah ketar-ketir takut putranya tiba-tiba marah dan kabur dari rumah. Candra anak satu-satunya, itu sebabnya kedua orang tua itu terlalu memanjakan Candra, dan terlalu menyayanginya melebihi diri mereka sendiri. Hanya terkadang, yang disayangi malah suka lupa diri.

Candra diam sesaat, berusaha mencerna ucapan Papanya. Papa berniat menikahkan kamu. Kata-kata Papa nya terus terngiang di otak dan telinganya bagaikan kaset rusak. Candra mengerjapkan matanya berkali-kali. Sedangkan Hendra dan Felia sudah harap-harap cemas menatap putra mereka.

"Maksud Papa?" tanya Candra dengan kernyitan di dahinya.

Hendra kemudian menghela napas, "Papa sama Mama menjodohkan kamu dengan anak teman Papa. Dan kami akan melangsungkan pernikahan untuk kamu sesegera mungkin."

"Pa, Candra masih sekolah!" protesnya, "lagian, masalah jodoh itu udah Tuhan yang ngatur, kok malah jadi Papa sama Mama yang ngatur jodoh Candra?" lelaki itu merengut sebal.

"Justru itu, Allah mengutus kami sebagai perantara-Nya." Candra berdecih, melupakan sopan-santun, padahal saat ini masih berada di hadapan kedua orang tuanya. Memangnya Papa dan Mamanya itu seperti rasul yang menjadi perantara kepada umatnya untuk menyampaikan risalah dari Allah.

"Candra masih sekolah dan pengin lanjut kuliah. Kalo Candra menikah, gimana kabar sekolah Candra? Menikah itu kan bakal hidup sama orang lain, otomatis Candra jadi punya tanggung jawab, dan Candra belum punya penghasilan apapun. Candra enggak mau menikah kalau dalam waktu dekat ini," putusnya lalu pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Hendra menghembuskan nafas kasar. Felia menenangkan Hendra dengan mengelus punggung suaminya. Sangat sulit untuk membujuk Candra yang notabenenya sedikit pembangkang.

AKAD [Candrasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang