Angkasa tengah bersenandung keras. Air yang nyaman tergenang di awan, mulai menjatuhi bumi. Tetes demi tetes dirasakan tangan seorang gadis yang sedang berdiri di depan kampus. Suara petir beberapa kali telah mengejutkannya.
"Gimana ini? Gue gak bawa payung," gumam Yumi menatapi tetesan air hujan yang semakin deras.
"Hujannya makin deras lagi, kita tunggu aja di sana."
Dara menuju kantin untuk berteduh lebih aman bersama Yumi. Seorang gadis yang sedang makan di sebuah kantin, terlihat di mata Dara. Pupil matanya mulai melebar kaget dan dirinya lantas membuang penglihatannya dari wanita itu segera mungkin. Terlihat jelas, bahwa Dara sedang menghindari perempuan itu.
"Sifa, ngapain dia di sini?"
Yumi melirik Dara yang sedari tadi bergeming tak bicara. Ia terus memalingkan wajah setelah melihat perempuan itu.
"Kita salah neduh, ayo cabut," ajak Dara pada Yumi. Namun, belum sampai ia melangkah menjauhi kantin, perempuan yang tak ingin Dara lihat mulai menghampiri.
"Dara!" Sifa menyapa dengan kaget.
Dara menoleh sejenak. Ia kemudian menarik kembali tangan Yumi dan mengajaknya untuk pergi dari hadapan perempuan itu. Sementara, Sifa terus mengejar langkah Dara dan Yumi yang dipercepat untuk menghindarinya.
"Dar ... Dara tunggu gue. Dar .... ini bukan seperti yang lo pikirin. Dia ngomong begitu karena dia sayang sama lo."
Ucapan Sifa membuat langkah Dara terhenti.
"Apa maksud lo? Gue rasa, gak ada yang harus dijelasin apapun itu. Gue udah lupain semuanya. Semoga kalian tetap bahagia." Sikap Dara begitu aneh, matanya terlihat bening.
Sebuah air menggenang tenang di matanya tak jatuh, tak juga mengalir.
"Gue .... gue sebenarnya ...." Ucapan Sifa terpotong saat seorang laki-laki datang menggenggam tangannya dengan erat. Peristiwa itu bahkan dilihat oleh mata Dara sendiri.
"Kak Gevan?" Yumi terkejut karena kedatangan Gevan disaat Dara sangat sangat ingin menghindarinya.
Mata Dara seketika melebar menatap laki-laki yang pernah singgah di hatinya, menggenggam erat wanita lain tepat di depan matanya. Sementara, laki-laki disebut Gevan itu terus menatap Dara dengan tajam. Bahkan, tatapan itu tak sama sekali mengandung simpati, seperti dulu yang mereka saling lemparkan satu sama lain.
"Ayo pergi!" Gevan menarik paksa tangan Sifa menjauh dari tempat Dara berdiri.
Dara melangkah pergi masuk ke mobil, diikuti Yumi. Dara dan Yumi berlari menuju mobil walau hujan saat itu begitu deras. Sampai di dalam mobil, tangisnya seketika mulai pecah dari matanya. Kedua tangannya mengepal keras dan bajunya terlihat basah karena terdiam di bawah hujan cukup lama. Peristiwa itu sungguh membuat Dara ingin sekali menghilang. Ya, menghilang dari kedua insan pengkhianat hatinya yang selama ini menyamar menjadi seorang malaikat di depannya.
"Dara, lo gak apa-apa?" Pertanyaan Yumi membuat Dara segera menghapus air matanya.
"Emangnya gue kenapa?" Dara menatap Yumi dengan mata lembabnya.
"Gevan gak baik buat lo. Gue senang lo putus sama dia. Dan Sifa, pengkhianat kayak dia gak pantes disebut teman. Sekarang, gue mohon lo move on."
"Disaat gue sakit, kak Gevan kasih gue obat, bantu gue berdiri, melangkah sampai gue sesehat ini. Kecelakaan yang gue alami, membuat gue sungguh menyesal. Kenapa itu harus terjadi kalau itu bisa bikin gue sama kak Gevan berpisah Yumi. Lo tau, rasanya lebih sakit dari ngalamin kecelakaan itu sendiri. Kenapa gue kayak gini Yum?"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED, 2017
Teen FictionPutusnya hubungan yang ia jalin bersama laki-laki yang dicintainya, memutuskan Sandara untuk tidak jatuh cinta lagi pada siapapun. Ucapannya yang gegabah, justru mendatangkan karma tersendiri baginya. Kira-kira, karma seperti apa yang ia dapat? "Apa...