Vote sebelum baca :) satu vote tak membuat jari kalian bengkak kan? :)
Sore hari Bagus terlihat sibuk bermain di ruang keluarga. Sementara Afta tengah kesulitan untuk menggosok rambutnya yang basah karena baru saja mandi, tangannya masih terasa nyeri untuk mengangkat. Dara yang baru saja membereskan rumahnya. Ia melihat suaminya begitu kesulitan untuk menyeka rambutnya sendiri.
"Afta, lagi apa?"
"Bantuin."
Dara menghela napas datar, ia tahu betul jika sedang sakit seperti itu Afta pasti manja. Dara mulai menggosokkan handuknya pada rambut Afta. Mereka saling menatap penuh cinta. Terkadang, Dara risih karena tatapan Afta yang memang tak dapat dihindarinya.
"Afta, rambut kamu hampir mau nutupin mata tau. Aku cukur ya?" Pertanyaan Dara membuat Afta melotot kaget."Apa? Enak aja, nanti kalau dicukur ketampanan aku ilang. Gak, gak, gak mau." Afta berusaha menghindar namun Dara malah memaksanya, menarik rambutnya pelan membuat Afta risih. Dara malah terkekeh karenanya.
Malam hari itu, Dara, Afta juga Bagus sedang menonton TV di ruang keluarga. Dara pergi untuk mengambil sedikit cemilan untuk Bagus. Ponsel Dara berdering keras. Afta memanggil namun tak ada jawaban dari Dara. Terpaksa Afta mengambil ponsel yang terus berdering, diangkatnya sebuah panggilan yang membuatnya seketika mengerutkan dahi.
"Halo Dara?" Terdengar suara seorang pria memanggil nama Dara.
"Siapa lo?" tanya Afta yang mulai mengangkat kedua alisnya.
"Eh, Afta ya? Gue Bayu, gue kira Dara. Gue cuma mau ngabarin kalau gue ganti nomor ponsel."
"Apa urusannya sama Dara?"
"Emmm, Dara sering nanyain perihal sidang juga persiapan wisuda sama gue, sorry ya ganggu."
Afta terdiam setelah mengangkat telepon dari Bayu. Terduduk di sofa depan TV dengan terus terdiam. Afta masih memasang ekspresi jengkelnya. Dara datang dan menatap aneh Afta yang tidak biasanya dia bermuka masam.
"Nih, kakak bawa cemilan buat Bagus." Bagus yang sedari tadi bermain dengan mainannya teralih fokus pada Dara.
"Yey, kak Afta ayo makan." Ucapan Bagus tak dijawab oleh Afta yang sibuk memainkan ponselnya.
Melihat hal itu Dara serasa bingung, karena Afta tak pernah bisa untuk tidak menjawab semua perkataan Bagus, adik kesayangannya.
"Afta." Panggilan Dara belum juga membuat Afta menoleh.
"Afta," panggil keras Dara membuat Afta hilang fokus pada ponselnya.
"Bagus, kamu makan ya. Kakak mau ngurusin kerjaan sebentar di kamar. Nanti kalau kamu ngantuk, kamu susul kakak aja ya."
"Iya kak."
Afta lantas pergi meninggalkan ruangan membuat Dara penasaran, karena Afta baru saja mengabaikannya. Dara menyusul Afta ke kamar. Afta bahkan tak terlihat sedang mengerjakan tugasnya namun dia hanya sibuk memainkan game di ponselnya.
"Afta, kamu bohongin Bagus. Katanya kamu kerja, malah main game."
"Aku gak mau debat Dara, aku emang sibuk," jawab Afta datar.
"Kamu kenapa sih?"
"Aku gak apa-apa."
Dara semakin ingin memojokkan Afta yang serasa punya masalah dengannya. Dilihat ponsel miliknya, telepon masuk beberapa menit yang lalu menbuatnya heran.
"Siapa yang nelpon?" gumam Dara.
"Bayu!" sahut Afta datar, membuat Dara melotot.
"Jadi karena ini Afta ngambek sama gue?" batin Dara terkekeh.
"Cemburu!"
"Siapa?"
"Kamu lah."
"Nggak."
"Serius?"
"Serius!"
"Yaudah aku telpon Bayu lagi deh, biar jelas." Dara hendak memasang ponselnya pada telinga namun Afta segera menahannya.
"Kamu berani nelpon cowok lain di depan aku Dar? Aku emang bukan cinta pertama kamu, tapi apa kamu bisa hargain kasih sayang aku Dar?" Afta mulai bar-bar sendiri.
Pupil mata Dara melebar, melihat Afta yang memang tengah serius berbicara.
"Afta, aku minta maaf. Aku sama Bayu cuma rekan, itu gak akan pernah lebih, aku hargain kamu sebagai suami aku. Kenapa kamu marah hanya karena hal sepele?"
"Aku izin keluar." Afta mengambil jaketnya, keluar rumah dengan tergesa.
Matanya masih mencirikan kecemburuan yang memang baru ia rasakan selama hidupnya. Dara menatapnya sendu. Matanya melotot tajam menatap suaminya yang pergi dari rumah karena pertengkaran kecil mereka. Sungguh tak pernah Dara pikirkan, Afta yang selalu mengalah karenanya, kini merasakan sakit hati.
"Kenapa sih Bayu harus nelepon gue, penting banget gitu." Dara menggerutu kesal, diambil ponselnya melihat sebuah catatan panggilan masuk.
"Kak Dara, kak Afta ke mana?" tanya Bagus heran.
"Bagus, kak Afta beli sesuatu di luar. Gak bakalan lama kok, kamu pergi tidur ya. Biar kak Dara temenin." Dara memasang wajah kecemasan. Untung saja ruangan yang Bagus tempati kedap suara, sehingga ia tak mendengar setiap perkataan yang tak pantas didengarnya. Dara terus menelpon Afta tapi tak kunjung diangkatnya, membuatnya semakin merasa cemas.
Di balik sebuah helm, terdapat wajah sendu yang Afta tutupi. Ia semakin menambah kecepatan laju motornya. Beberapa menit perjalanan, ia terhenti di sebuah rumah, tak selang berapa lama terduduk Afta di dasar lantai dengan sofa yang di duduki seorang wanita paruh baya.
"Ibu tau apa yang kamu rasa Afta. Tapi jika kamu pergi kayak gini, kamu salah. Di sana ada Bagus yang pasti akan cari kamu." Ucapan Bu Dian--mertua Afta, membuat Afta tertunduk.
"Maafin Afta bu, Afta harusnya gak gegabah kayak gini. Afta mohon, ikut Afta pulang ya bu. Afta mohon sama ibu, buat nginep malem ini ke rumah kita."
Afta mulai bisa tersenyum lebar setelah berkeluh kesah pada ibu mertuanya malam itu.
Satu vote tak membuat jari kalian bengkak kan ges? 😂
Voment, terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTITLED, 2017
Teen FictionPutusnya hubungan yang ia jalin bersama laki-laki yang dicintainya, memutuskan Sandara untuk tidak jatuh cinta lagi pada siapapun. Ucapannya yang gegabah, justru mendatangkan karma tersendiri baginya. Kira-kira, karma seperti apa yang ia dapat? "Apa...